Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Boom, Bumi Meledak

12 April 2019   02:39 Diperbarui: 12 April 2019   03:55 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari begitu lelah menyinari bumi. Kali ini semakin sinar matahari harus jauh menembus bumi. Bumi sudah tak punya lapisan atmosfir lagi. Sudah menipis. Membuat matahari harus bekerja ekstra karena sinarnya sekarang jauh menembus bumi. Dan panas mentari begitu terasa di permukaan bumi. Bumi mulai mengeluh. Terasa ditusuk-tusuk pisau tubuhnya. 

Panasnya begitu menyengat. Seperti mencengkeram dirinya begitu kuat.  Dan menyedot apa saja yang ada di permukaan tubuhnya. Bumi juga mulai lelah.  Begitu banyak hal yang bertubi-tubi menimpa dirinya. Mulai dari gempa, banjir, longsor dan masih banyak bencana lainnya. Sedangkan bumi sudah semakin gersang. Rasa sakit di tubuh bumi semakin kuat. Luka terbuka lebar yang memberikan rasa perih. Bumi menangis perlahan.

"Aku sungguh lelah. Lihat tubuhku mulai bopeng di sana sini."

"Kamu bilang lelah. Aku juga lelah, aku harus menyinarimu lebih kuat dari biasanya. Tubuhmu sudah tak berselaput lagi,"tukas matahari.

"Nah, itu salah satu yang membuat tubuhku jadi panas sekali,"tukas bumi.

"Tapi itu bukan salahku. Tubuhmulah yang sudah rusak." Bumi menghela nafas berat. Nafasnya juga mulai tersengal-sengal. Ribuan kali bencana datang, ribuan kali tubuhnya dipenuhi sampah . Bmi sudah mulai menangis pedih. Dirinya sudah tak kuat lagi. Andai aku bisa memohon, satu pintaku. Kembalikan aku seperti sedia kala.

"Sebentar lagi aku akan punah,"tukas bumi.

"Janganlah, kasihan umat manusia yang berada di bumi, mereka mau dikemanakan? Mereka juga butuh hidup,"tukas matahari.

"Persetan, mereka yang merusak tubuhku, Mereka juga harus tahu rasanya sakit." Bumi mulai marah. Marah pada orang-orang yang gak mau peduli dengan dirinya. Padahal dirinya sudah memberikan apa yang dia punya untuk manusia. Tapi mereka hanya bisa merusak saja.

"Sabar bumi. Mungkin masih bisa dicari solusinya. Aku lihat beberapa dari manusia bikin gerakan untuk menyelamatakan bumi."

"Tapi itu berapa orang? Dan hanya sporadis saja. Tak mungkin lagi, aku tak sanggup menerima beban bgitu besar. Pernahkah kau merasakan apa yang aku rasakan sekarang?" tukas bumi. Matahari menggelengkan kepalanya. Dirinya juga sudah mulai lelah. Tapi dirinya sumber kehidupan bumi. Dia tak mungkin berhenti karena lelah, harus terus bersinar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun