Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cinta Laura Bisnis Sampah Gandeng Intec Jerman Investasi PLTSa Rp5,5 Triliun

12 November 2022   02:20 Diperbarui: 12 November 2022   02:44 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bert Hufener, Bobby Gafur Umar, M. Arsjad Rasjid; Menko Marinvest Luhut Binsar Panjaitan, di Bali, Jumat (11/11 - 2022), Sumber: Bisnis.com

Membaca berita online di Bisnis.com (11/11) dengan judul "Perusahaan Cinta Laura (OASA) Gandeng Investor Jerman Bikin PLTSA Rp5,5 Triliun di Jakarta". Perlu penulis tanggapi agar investor ini tidak rugi menanamkan investasi diatas pelanggaran regulasi sampah Indonesia.

Menurut pemberitaan tersebut, antar perusahaan sudah melakukan penandatanganan MoU antara PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA) dan Intec/SBW Jerman, untuk sebuah kerjasama aliansi strategis di bidang pengembangan proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia, di Bali, Jumat (11/11/2022).

Turut hadir dalam berita tersebut (sesuai foto diatas dari kiri ke kanan) adalah Bert Hufener, CEO/Authorized Signature SBW Energy yang sekaligus mewakili Intec Engineering GmbH; Bobby Gafur Umar, CEO/Presiden Direktur PT Maharaksa Biru Energi Tbk,  Ketua Umum KADIN Indonesia M. Arsjad Rasjid dan Menko Marinvest Luhut Binsar Panjaitan.

Baca juga: KADIN Indonesia Harus Akreditasi Asosiasi Bidang Persampahan

Seharusnya Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan pada investor perihal kegagalan PLTSa di Indonesia, bukankah Pak Luhut sudah pernah menyampaikan di Komisi IV DPR bahwa tidak akan bicara PLTSa lagi tapi mengganti ke RDF. 

Begitu juga kepada Ketum Kadin M. Arsjad Rasjid, tolong pelajari seluk beluk sampah ini, bisnis sampah ini beda dengan bisnis lainnya. Harap buat tim di Kadin untuk bahas soal sampah ini, penulis selaku Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) siap berdiskusi dengan pihak Kadin untuk mendapatkan informasi yang valid tentang industri bisnis sampah ini. 

Baca juga: Imposible Listrik Sampah PLTSa-PSEL di Indonesia

PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA), perusahaaan energi terbarukan yang salah satu komisarisnya adalah Cinta Laura Kiehl, menggandeng Intec Engineering GmbH / SBW Energy GmbH Jerman.

Penulis perlu jelaskan baik pada perusahaan PT Maharaksa Biru Energi Tbk serta partnernya yaitu Intec Engineering GmbH / SBW Energy GmbH Jerman dan Kadin Indonesia, bahwa apa yang direncanakan itu agar dipertimbangkan kembali.

Persoalan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) bukan barang baru di Indonesia, khususnya di Jakarta. Malah sudah ada dibangun PLTSa Merah Putih di TPST/TPA Bantargebang Bekasi dan PLTSa di TPA Benowo mangkrak, dan beberapa daerah lainnya belum tahu beritanya sampai sekarang. Semua PLTSa yang dibangun terkesan dipaksakan. Karena sangat jelas melanggar regulasi. 

Perlu penulis jelaskan bahwa, dasar awal daripada PLTSa ini adalah Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Dan Kota Makassar. Bahwa Perpres tersebut menilai peraturan itu bertentangan dengan UU terkait.

Baca juga: Lima Alasan Perpres Listrik Berbasis Sampah Digugat

Perpres No. 18 Tahun 2016 telah dicabut oleh Mahkamah Agung (MA) di tahun yang sama atas gugatan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan perorangan, termasuk penulis ada didalamnya sebagai penggugat. Permohonan uji materiil disampaikan pada 18 Juli 2016 dengan nomor register 27/P/HUM/2016. Sementara putusan MA keluar pada 2 November 2016.

Banyak pelanggaran yang ada atas proyek pembangunan PLTSa tersebut antara lain melabrak  UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,  UU No. 36 Tahun 2014  tentang Kesehatan, dan Ratifikasi Konvensi Stockholm, dan lainnya banyak dilanggar PLTSa ini. (Baca: Perpres Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Dibatalkan MA).

PLTSa bertentangan dengan asas dan tujuan UU Pengelolaan Sampah, yang secara eksplisit menghendaki perubahan paradigma pengelolaan sampah ke arah pengurangan, komprehensif dan tidak hanya berfokus pada timbunan sampah di hilir, tapi harus fokus pengelolaan dan pengolahan di hulu (pola plasma inti). 

Baca juga: Mati Hidup Perpres Listrik Tenaga Sampah

Setelah dibatalkan Perpres 18 Tahun 2016 diatas, berbagai upaya KLHK dengan melibatkan hampir seluruh menteri dan para menteri koordinator (kecuali Menteri Pertanian karena tidak dimasukkan) telah menerbitkan lagi Perpres No. 97 Tahun 2017 Kebijakan dan Strategi Nasional - Jaktranas - Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Tanggal Pengundangan (24 Oktober 2017), tapi terselip program PLTSa di dalamnya. Sungguh hebat akal konseptor Jaktranas Sampah untuk mengelabui masyarakat.

Tidak puas dengan Perpres No. 97 Tahun 2017, muncul lagi Perpres No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PLTSa) pada 12 April 2018. Untuk membangun PLTSa di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado (tambahan Medan dan Bali).

Pada prinsipnya Perpres No. 35 Tahun 2018 merupakan reinkarnasi Perpres No.18 Tahun 2016, karena hanya berbeda sedikit judulnya dan pada perpres baru tersebut tidak eksplisit menyebut teknologi termal tapi hanya diganti teknologi ramah lingkungan. Pada perpres lama yang telah dicabut memang sama sekali tidak ada kalimat teknologi ramah lingkungan.

Baca juga: Pro Kontra PLTSa dalam Penanganan Sampah di Indonesia

Tidak mungkin pembakaran sampah dapat dilakukan sesuai peraturan teknis tanpa  menambahkan bahan bakar fosil dan proses pengeringan yang memakan biaya yang cukup signifikan dan memboroskan energi.

Terlepas daripada resistensi yang muncul dalam PLTSa tersebut, juga akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit yaitu pembayaran Tiping Fee dari Pemerintah ke Pengelola PLTSa.

Ini akan menjadi bancakan korupsi yang luar biasa. Maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak merekomendasi PLTSa ini sebagai sebuah solusi penanganan sampah di Indonesia.

Baca juga: KPK Harus Tegas Sikapi Pembangunan Listrik Sampah

Karena tingginya pembayaran Tiping Fee tentu akan berdampak pada harga jual listrik dari PLTSa ini ke PLN menjadi mahal, maka secara ekonomi juga proyek PLTSa ini memang tidak layak dibangun di Indonesia.

Kepada Ketua Umum KADIN Indonesia M. Arsjad Rasjid dan Menko Marinvest Luhut Binsar Panjaitan, agar segera memahami dan menaati apa yang penulis sampaikan ini. Jangan memaksa kondisi ini, semua akan rugi. Termasuk investor akan menghadapi masalah kerugian investasi bila kelak mendapatkan penolakan. 

Juga kepada calon investor dari PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA), yang menggandeng Intec Engineering GmbH / SBW Energy GmbH Jerman, agar meninjau kembali rencana tersebut dan jangan dilanjutkan, silakan pelajari regulasi sampah di Indonesia bila ingin investasi dalam bidang sampah.

Baca juga: Indonesia Finlandia Bahas Kerjasama Pengolahan Sampah Menjadi Energi

Intinya bahwa bukan perusahaan PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA) ini yang pernah atau bakal gagal membangun PLTSa di Indonesia, sudah banyak investor yang tandatangani MoU dan PKS, namun belakangan mereka mundur karena tidak diberitahu permasalahan sampah Indonesia.

Juga pernah ada perusahaan dari Finlandia pada tahun 2017 Fortum Corporation yang merupakan perusahaan energi Finlandia, telah terpilih sebagai mitra investasi dan joint venture dengan Jakarta Metropolitan dalam pembangunan pabrik limbah untuk energi Indonesia (WtE) pertama yang akan dibangun di Sunter, Jakarta Utara. Rencana akan dapat memproses 2.220 ton sampah padat per hari, atau sekitar 25% dari sampah padat Jakarta, tapi juga mundur karena melanggar regulasi.

Bagaiman pendapat Anda?

Jakarta, 12 November 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun