Jadi perlu penulis sampaikan baik kepada Gubernur Jawa Barat dan Direktur PLN bahwa apa yang Anda rencanakan itu mustahil adanya, karena melanggar UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Selain melanggar UUPS ada yang paling krusial dan sangat rawan merugikan rakyat adalah pembayaran Tipping Fee atas pengelolaan  sampah di PLTSa tersebut nantinya.
Baca juga:Â Perpres Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Digugat ke MA
Ini juga yang menjadi hambatan PLTSa Benowo Surabaya dan PLTSa lainnya menjadi macet, karena tidak seimbang antara biaya operasional atau produksi daripada harga jual listriknya.
Juga yang paling mendasar di labrak PLTSa ini adalah pola penanganannya secara sentralisasi, sementara UUPS Â mengharuskan desentralisasi.
Karena banyak usaha-usaha sektor ril atau UMKM dan industri besar lainnya bergerak bila desentralisasi dalam urusan sampah tersebut. Kalau PLTSa ini berjalan, matilah usaha tersebut.
Jadi memang fakta PLTSa ini tidak dikehendaki berdiri di Indonesia karena mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Coba deh staf ahli Kang Emil dan pihak PLN baca UUPS.
Baca juga:Â Pengamat sebut solusi sampah plastik ada pada pengelolaan
Juga perlu diketahui oleh Gubernur Jawa Barat dan Dirut PLN, bahwa dasar utama PLTSa itu awalnya dengan Perpres 18 Tahun 2016 Tentang Pembangunan PLTSa 7 Kota, termasuk Bandung saat Kang Emil sebagai Wali Kota Bandung, tentu sudah baca berita itu.Â
Bahwa penulis bersama beberapa LSM pada tahun 2016 ahir telah menggugat Perpres 18 Tahun 2016 tersebut di Mahkamah Agung (MA) karena melanggar regulasi internasional dan nasional, termasuk yang telah disampaikan diatas tersebut.
Melalui artikel ini, untuk kesekian kalinya penulis dalam kapasitas sebagai Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya, meminta kepada Presiden Jokowi dan seluruh Kepala Daerah di Indonesia untuk kembali berpikir sehat dan jalankan UUPS. disana solusi sampah yang benar dan bertanggung jawab serta berkeadilan tanpa bancakan korupsi.