Hari ini 28 Oktober 2022 adalah hari peringatan pembacaan ikrar Sumpah Pemuda oleh pemuda-pemudi dari seluruh Indonesia (waktu itu masih bernama Hindia Belanda) yang tergabung dari berbagai kelompok di Jakarta pada 28 Oktober 1928.
Para pemuda dan pemudi mengucapkan ikrar yang berisi tiga poin penting, yaitu: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia. Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Dengan momen bersejarah tersebut, semangat bangsa Indonesia diharapkan akan terus bergelora semangatnya untuk memajukan bangsa Indonesia yang tercinta, tanpa harus takut dengan politik identitas, karena perbedaan itu mutlak adanya dan Sumpah Pemudalah menjadi benteng pertahanan.
Hanya saja perlu menjaga politik identitas itu ke arah yang tidak benar. Caranya, cerdaskan masyarakat agar kritis dan tidak apatis pada setiap masalah yang muncul.
Jangan Takut Politik Identitas
Sumpah Pemuda merupakan benteng untuk menjaga politik identitas ke arah yang negatif, agar tetap selalu segar dan positif. Karena politik identitas tidak bisa dihindari, perbedaan adalah sebuah keniscayaan.
Sekali lagi bahwa dengan napas Sumpah Pemuda, bangsa Indonesia tidak perlu ragu dan takut serta alergi untuk menghindari atau berhadapan pada pelaku politik Identitas. Karena bisa jadi kita adalah pelaku politik identitas itu.
Sebenarnya politik identitas tidak perlu ditakuti atau semacam trauma di dalam Pemilu, Pilpres ataupun Pilkada. Sadarkah kita bahwa partai politik (parpol) sendiri sudah praktekkan politik identitas dengan azasnya yang berbeda.
Orang atau kelompok yang berintegritas, yang selalu bekerja atau bertindak jujur tidak akan pernah ragu dan takut sedikitpun terhadap strategi politik identitas oleh para politikus yang dilemparkan oleh kompetitornya.
Penulis paham, mulai presiden, menteri, tokoh dari berbagai kalangan selalu menyerukan hindari politik identitas. Heran juga, kenapa alergi politik identitas.
Sebuah pola hidup yang tidak perlu ada pelarangan, karena tetap dilakukan juga oleh manusia dari masa ke masa dan itu akan berlaku sampai ahir zaman, itu natural saja.
Kita, bangsa Indonesia dan bahkan bangsa diberbagai benua, sudah memiliki kecenderungan dalam menentukan pilihannya berdasarkan kesamaan.
Baik itu kesamaan agama, tujuan atau target, kelompok, institusi, agama, suku, ras maupun komunitas. Itu sudah menjadi standar hidup yang normal alias lumrah.
Artinya tidak bisa diseragamkan keinginan, apalagi dalam memilih pemimpin, sebutlah dalam menghadapi Pemilu dan Pilpres 2024.
Hal tersebut sekaligus menunjukkan sebuah praktik politik identitas yang menjadi hal lumrah dalam perjalanan politik demokrasi di tanah air kita Indonesia.
Kalau kita mampu kelola dengan cerdas aroma dari politik identitas itu, bisa tidak akan menimbulkan gejolak permasalahan yang akan diragukan mengancam kesatuan dan persatuan bangsa serta kelangsungan demokrasi itu sendiri.
Justru yang harus dicerdaskan dalam menghadapi politik identitas adalah masyarakat. Publik atau masyarakat harus dimotivasi untuk kritis.
Cegah Praktek Negatif Politik Identitas
Kita di Indonesia memang aneh, seakan trauma pada politik identitas, tapi abai didepan matanya sendiri terjadi korupsi. Korupsi itu bukankah sebuah praktek busuk dari politik identitas itu sendiri?
Korupsi, terjadi karena adanya kesamaan pikiran dan perbuataan negatif, yang akan memaksa terjadinya kesamaan sikap ingin menguasai atau merampok uang rakyat.
Bukankah itu masuk kategori politik identitas dengan praktek tersembunyi, dibanding takut pada politikus yang kampanye dengan strategi politik identitas, yang dilakukan secara terbuka.
Ini korupsi yang harus lebih ditakuti dan dihentikan, karena sebuah praktek politik identitas yang dilakukan secara sembunyi bersama satu kesatuan yang saling terhubung dalam sebuah pekerjaan.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 28 Oktober 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI