"Jokowi serta para tergugat lainnya, harus dan absolut hadapi penggugat di pengadilan, buktikan dan munculkan ijazah tersebut."
Sejak lama isu dugaan ijazah palsu yang dimiliki Presiden Jokowi itu jauh sebelum Bambang Tri Mulyono menggugat Presiden Jokowi.(Baca: Jokowi Digugat Ijazah Palsu, Gugatan Salah Alamat?), belum berahir juga, harusnya diahiri.
Selain Presiden Jokowi sebagai tergugat I, juga ikut digugat adalah; tergugat II Komisi Pemilihan Umum (KPU); tergugat III Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); serta tergugat IV Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti).
Gugatan itu didaftarkan dengan klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara: 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. (Baca: di SIPP PN Jakarta Pusat).
Lebih hebohnya, karena tidak beberapa lama Bambang Tri Mulyono telah mendaptarkan gugatannya di PN Jakarta Pusat, pada Senin (3/10/2022), malah ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap penggugat ijazah  pada Kamis (13/10/2022), terkait kasus ujaran kebencian dan penistaan agama.
Harus Hadapi di Pengadilan
Pernyataan dari Rektor UGM pun yang turut menegaskan bahwa keyakinan mereka adalah Ijazah Jokowi asli. (baca: Hot Isu: Rektor UGM tentang Ijazah Presiden Jokowi).
Ini bukan soal yakin dan tidak yakin, butuh dimunculkan atau dibuktikan secara nyata di pengadilan, karena kasusnya tengah di sidang oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jadi hanya satu jalan, Presiden Jokowi sendiri harus hadapi secara hukum di Pengadilan Negeri dimana digugat, disana harus diselesaikan dan bukan pernyataan di luar pengadilan.
Atau bukan dengan cara memunculkan dan bertemu teman-teman sekolah Presiden Jokowi di segala jenjang sekolah tersebut. Itu semua tidak ada gunanya di depan hukum.
Malah masyarakat atau publik bisa tambah menduga akan kepalsuan ijazah tersebut, bila para tergugat tidak menghadapinya di pengadilan yang sementara digelar.
Peristiwa hukum harus dipahami menjadi satu kesatuan peristiwa yang wujud nyata serta intelektual dan bukan liar di publik. Jangan mrnambah keraguan publik atau masyarakat.
Bukan menjadi satu keadaan yang dibuat-buat tapi kasus  ini sudah difasilitas negara sebagai negara hukum yang harus diprioritaskan dengan pendekatan secara ilmu hukum di depan pengadilan.
Bagaimana pendapat Anda
Jakarta, 26 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H