Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kemasan Pangan dan Obat, Plastik PET Ada Zat Etilen Glikol

24 Oktober 2022   11:53 Diperbarui: 24 Oktober 2022   12:48 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Etilen Glikol (EG) adalah senyawa organik yang digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan fiber poliester, industri pabrik, serta polietilena tereftalat (PET) yang digunakan pada botol plastik." Wikipedia

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, untuk memberi label BisPhenol-A (BPA).

Khususnya yang akan disasar BPOM adalah pelabelan BPA pada Galon Guna Ulang (GGU) air mineral, namun hal ini terjadi pro-kontra karena dianggap belum ada penelitian yang komprehensif oleh BPOM.

Belum selesai isu BisPhenol-A (BPA) merebak di kalangan pengusaha air minum di Indonesia. Kini ramai lagi di dunia farmasi atas adanya zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG) pada obat sirup yang mengakibatkan gagal ginjal.

Sementara BPOM dalam pembahasan pelabelan zat BPA di GGU juga pihak terkait seperti Menkes, Kepala BKKBN, DPR minta BPOM lakukan penelitian dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

Kini muncul masalah baru lagi yaitu zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG) yang diduga mencemari obat-obatan berbentuk sirup. 

Ini belum diketahui sumbernya dari mana, apa berasal dari proses produksi obat sirup atau migrasi dari kemasannya.

Etilen glikol ini diketahui menyebabkan terjadinya penyakit ginjal akut pada anak-anak yang mengonsumsinya. Bisa jadi bukan hanya pada anak-anak, tapi juga pada orang dewasa.

Sebagaimana ditemukan zat Etilen glikol pada pangan dan obat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki risiko pada ginjal, seperti kasus yang terjadi di Gambia, Afrika Barat.

Informasi kepada pemerintah cq: Menteri Kesehatan dan BPOM bahwa sumber zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG) antara lain berasal dari kemasan PET (Polietilen Tereftalat), dimana plastik PET menggunakan senyawa Etilen Glikol sebagai aditif.

Etilen Glikol adalah senyawa pelarut organik dengan rasa manis yang bisa saja disalahgunakan untuk pelarut obat. Biasanya zat tersebut digunakan untuk mengganti propilen glikol atau polietilen glikol.

Maka harus ada cek dan rechek yang valid di laboratorium. Bukan hanya harus diteliti zat Etilen Glikol pada proses produksi obat itu saja, tapi perlu diperiksa wadah atau kemasan obat sirup tersebut, bila menggunakan kemasan berbahan baku PET.

Kalau menggunakan kemasan plastik PET, perlu diteliti ambang batas migrasi Etilen Glikol ke isi kemasan yang berupa cair atau sirup tersebut dengan beri label agar ada petunjuk pada konsumen (pemakai).

Adapun kemasan PET ini banyak digunakan pada wadah air minum, dan yang paling banyak beredar masif di pasaran saat ini adalah kemasan air minum (seperti botol bening).

Termasuk juga bahan baku dari Galon Sekali Pakai (GSP), ada mengandung senyawa Etilen Glikol, jadi harus diberi label bebas cemaran zat Etilen Glikol. Sebagaimana pada Galon Guna Ulang (GGU) yang mengandung zat BPA.

Diharapkan BPOM membuat penelitian yang komprehensif bahwa dari mana sumber Etilen Glikol yang ada dalam obat sirup tersebut, apa dari kemasan atau pada proses produksinya sudah mengandung Etilen Glikol, atau bukan migrasi Etilen Glikol dari kemasannya.

BPOM sekaligus memberikan peringatan atau petunjuk berupa pelabelan pada semua kemasan, baik pada makanan, minuman dan obat. Khususnya kemasan yang menggunakan plastik PET atau plastik sekali pakai (PSP).

Maka dapat disimpulkan bahwa bukan hanya GGU yang harus di label zero BPA, tapi juga GSP harus di label zero Etilen glikol. Intinya semua kemasan harus dijamin aman terhadap migrasi zat racun.

"Zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG), selain terdapat pada kemasan obat-obatan, ini juga terdapat dalam kemasan air minum yang menggunakan jenis plastik Polietilena Tereftalat (PET), salah satunya pada galon air mineral sekali pakai."

Kapolri Bentuk Tim Investigasi

Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) meminta pada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut dugaan tindak pidana pada kasus gagal ginjal akut pada anak, dengan menelisik penyebabnya.

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama mengakui ada berbagai kemungkinan penyebab gagal ginjal akut yang saat ini banyak ditemukan pada anak. "Bisa etilen glikol, bisa infeksi, bisa leptospira, bisa bakteri E.coli, bisa Covid-19," ujarnya, Minggu, 23 Oktober 2022. (Baca Tempo.Co)

Jadi para pihak, khususnya BPOM dan Menkes harus hati-hati dalam masalah zat racun ini, baik itu BisPhenol-A atau BPA maupun Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG), yang kesemuanya ada mengandung zat tersebut pada kemasan pangan (makan, minum) dan obat-obatan berbentuk cair dengan kemasan plastik PET.

Pelabelan Zat Racun dan Sampah

Untuk pelabelan zat-zat racun yang ada dalam kemasan pangan dan obat-obatan, BPOM sebaiknya koordinasi dengan Menko Maritim dan Investasi, untuk sekaligus pembahasan bersama pelabelan nilai ekonomi kemasan yang berahir menjadi sampah. Demi pencegahan sampah kemasan pangan dan obat.

Karena kedua masalah tersebut saling terkait, baik kesehatan manusia maupun lingkungan harus benar-benar dalam pengawasan yang serius dan komprehensif, jangan ada permainan karena resiko sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan.

Dalam pelabelan di kemasan, atas zat racun pada kemasan pangan dan obat. Presiden dan DPR jangan hanya melibatkan BPOM, jangan bekerja parsial.

Begitu juga pada pelabelan nilai ekonomi kemasan yang berahir menjadi sampah. Harus libatkan lintas stakeholder untuk mendapatkan keputusan yang win-win solusi.

Ref: satu] dua] tiga] empat]

Jakarta, 24 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun