Jadi menohok presiden berkuasa atau presiden sebelumnya (saling menohok), atau saling membuka aib, itu sama saja menohok diri sendiri alias dongo (Baca: bodoh) atau sama bodohnya.
Marilah berpolitik santun, politik itu suci. Jangan nodai politik itu dengan cara culas, politik menginginkan etika dan profesionalisme. Bila ingin dihargai dan berkharisma. Serta disukai oleh rakyat.
Kalau ada pekerjaan yang ditinggalkan presiden sebelumnya, maka bersyukurlah presiden baru. Bisa perlihatkan kemampuannya untuk memperbaiki atau menyelesaikannya.
Atau jangan sampai program itu masuk program jangka panjang bagi presiden lama, maka presiden yang baru harud lanjutkan tanpa harus memaki pejabat lama.
Walau kita sadari bersama bahwa memang hanya Ir. Soekarno atau Bung Karno yang tidak pernah menyalahkan presiden sebelumnya. Enam presiden sesudah Bung Karno sama saja qualitasnya, saling menohok yang tidak perlu.
Artinya cara pandang atau sikap berpolitik bamgsa Indonesia masih tradisional atau konvensional di era yang serba modern. Seharusnya tidak demikian lagi.
Artinya kita di Indonesia, semuanya masih perlu belajar berpolitik. Kita masih kolot dan bodoh dalam sikapi politik yang sesungguhnya. Seperti politik kampungan alias konvensional pada umumnya
Kenapa kelihatan bodoh berpolitik, karena akibat pemikiran yang kotor atau koruptif. Maka baik birokrasi maupun legislator, sama harus belajar produktifitas agar bisa memahami kelebihan dan kekurangannya.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 29 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H