Baca juga:Â Setop Polemik: Aman BisPhenol-A Galon Air Minum Kemasan
Intensifikasi cukai melalui penyesuaian tarif cukai dan ekstensifikasi cukai melalui penambahan barang kena cukai baru berupa produk plastik dan MBDK yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.Â
Pemerintah harus memilih instrumen mana yang paling make sense untuk tetap di satu sisi mencegah konsumsi yang berbahaya seperti minuman berpemanis, plastik, hasil tembakau, itu semua dianggap memiliki aspek negatif dan berbahaya.Â
Di sisi lain, juga harus diperhatikan dampak terhadap ekonomi secara keseluruhan dan dalam hal ini masalah kesehatan dan lingkungan, khususnya penanganan sampahnya.
Baca juga: Setop Kampanye Bahaya Bisphenol A, Itu Hoaks! Galon Isi Ulang Aman, Simak Apa Kata Ahli?
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pengenaan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan akan memperhatikan berbagai hal. Mulai dari melihat momentum pemulihan ekonomi, hingga memperhitungkan dampak kepada kesehatan dan lingkungan.
Paling urgen diperhatikan oleh Pemerintah dan DPR sebelum pengenaan cukai pada plastik kemasan, adalah menerbitkan aturan extanded produser responsibility (EPR).
Karena tanpa mengatur EPR dari kemasan tersebut, akan menemui kendala. Semua akan rugi, pemerintah akan sulit menentukan tarif cukai dan perusahaan akan rugi beberapa kali.
Baca juga:Â Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR
Karena tanggungjawab EPR juga harus dipenuhi oleh perusahaan, untuk menarik sisa kemasannya yang berahir menjadi sampah.
Jadi harus ada sinkronisasi antara cukai kemasan dan tanggungjawab EPR, karena perusahaan juga akan mendapat insentif bila telah melaksanakan EPR. Bisa jadi insentifnya berupa substitusi cukai, tergantung kesepakatan stakeholder yang akan diatur dalam PP EPR atau turunan dari PP.