"Sangat setuju adanya lomba kebersihan Adipura ini, tapi rupanya hanya menjadi pembohongan dan pembodohan publik. Juga kenyataannya hanya dijadikan bancakan korupsi saja, karena hampir semua daerah tidak ada yang bersyarat ikuti lomba tersebut." H. Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Jakarta.
Maksud diadakannya Adipura untuk memacu semua daerah agar menjadi "kota bersih dan teduh". Ideal, namun dalam pelaksanaannya tidak ada yang benar, Â hanya jadi bancakan korupsi saja.
Program pemberian penghargaan Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986. Walaupun sempat terhenti pada awal era reformasi yaitu tahun 1998.
Namun akhirnya program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar Bali pada tanggal 5 Juni 2002 dan terus berlanjut hingga 2019 dan setop lagi akibat Pandemi Covid-19 dan terlebih penulis terus menyuarakan protes agar Presiden Jokowi melakukan moratorium.
Tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sector atau pengendali utama Penilaian Adipura akan menjalankan lagi Adipura.
Tapi penulis masih minta  setop dan jangan laksakan even Adipura sebelum ada sistem tata kelola sampah yang benar sesuai regulasi.Â
Terlebih sampai saat ini, 348 Tempat Pengolahan sampah Ahir (TPA) yang ada dari 514 kab/kota masih melakukan pengelolaan sampah di TPA secara open dumping.
Dimana seharusnya TPA open dumping harus ditutup sejak 2013, itu atas amanat UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Kapan Bisa Dimulai Adipura?
Adipura boleh kembali dilaksanakan bila pemda kab/kota sudah melaksanakan UUPS, khususnya Pasal 12,13,14,15,21, 44 dan 45. Itu pasal-pasal absolut untuk dilaksanakan, untuk membangun sistem tata kelola sampah yang baik dan benar.
Juga setiap kab/kota sudah tersedia atau membangun Tempat Pengolahan sampah Ahir (TPA) Control Landfil atau Sanitary Landfil sesuai kategori kotanya. Kab/kota inilah yang bersyarat ikut Adipura, sekarang tidak ada kab/kota yang full miliki TPA control dan sanitary landfil.
TPA Control Landfil untuk kab/kota kecil dan sedang, sementara Sanitary Landfil untuk kab/kota besar, metropolitan dan megapolitan. Karena TPA ini menjadi syarat utama Adipura penilaian Adipura, selain syarat lainnya.
Kriteria penilaian Adipura terdiri dari 2 indikator pokok yakni yang pertama indikator kondisi lingkungan perkotaan (fisik) dalam hal ini mencakup kebersihan semua wilayah dalam kota dan keteduhan kota yaitu kelestarian lingkungan dalam kota dengan representasi ruang hijau dan lainnya.
Lalu tujuan selanjutnya yakni indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, daya tangkap, manajemen, termasuk pola pengelolaan sampah yang harus sesuai aturan dalam regulasi.
Contoh Penerima Adipura Bermasalah
Penulis sebutkan dua contoh kasus saja, Kota Surabaya yang sudah beberapa kali mendapatkan Adipura dan bahkan telah mendapat Adipura Kencana. Serta Kota Bekasi, dimana Walikotanya di Tangkap KPK karena bermasalah dengan Panpel Adipura pada tahun 2010.
Namun apa yang terjadi pada pengelolaan sampah di Surabaya adalah senyatanya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan khususnya Panitia Pusat Adipura yaitu KLHK hanya bohongi rakyat dan menguras uang rakyat dalam penilaian Adipura tersebut.
Beberapa kejadian pengelolaan sampah di Surabaya (Baca: hampir sama di seluruh Indonesia) yaitu sampah masih di angkut ke TPA dan TPA masih status Open Dumping. Di Surabaya ada PLTSa Benowo, tapi juga tetap melanggar UUPS, karena sentralisasi.
Coba kita masuk lebih dalam lagi tentang prasarana dan sarana pengelolaan sampah di Kota Surabaya. Khususnya Komposter yang dipasang di ruas-ruas jalan, taman, median jalan di Kota Surabaya itu tidak sesuai standar komposter, hanya pajangan saja. Itu pada masa Walikota Surabaya Tri Rismaharini (sekarang Menteri Sosial, penulis).
Bisa disebut hanya sebagai hiasan yang ingin mengelabui publik bahwa telah melakukan pengelolaan sampah.Â
Itu komposter jelas diduga terjadi korupsi dalam pengadaannya, karena keluar dari tujuan daripada azas manfaatnya. (Perhatikan Dokumen Foto dibawah ini)
Melihat dan mencermati masalah Adipura ini, maka Adipura Kencana yang pernah diterima oleh Walikota Surabaya patut dicabut oleh Presiden Jokowi cq: Menteri LHK sebagai pelaksana Piala Adipura.
Jangan sampai terjadi lagi seperti Walikota Bekasi (tahun 2010) terjerat korupsi akibat ingin mendapatkan Adipura, ahirnya berurusan dengan KPK.
Hasil penelusuran KPK, Walikota Bekasi waktu itu diduga telah menyalahgunakan kas daerah kota Bekasi tahun anggaran 2010. Tidak hanya itu, Walikota Bekasi itu juga disangka telah memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara dalam rangka pemberian penghargaan Adipura kepada Kota Bekasi.
Piala Adipura untuk kategori kota Metropolitan dari KLHK diraih Kota Bekasi pada tanggal 4 Juni 2010.Â
KPK menjerat mantan Walikota Bekasi sebagai tersangka dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 5 ayat 1, Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Makanya demi menyelamatkan uang rakyat/negara, pejabat dan rakyat, setop Adipura, 514 kab/kota di Indonesia Tidak Ada Bersyarat Ikuti Adipura, sampai selesai pembangunan sistem atau supratruktur persampahan di Indonesia.Â
Jangan habisi uang rakyat untuk event pembohongan dan pembodohan publik. Rakyat sudah capek dibohongi oleh elit pemerintah dan pemda serta pengusaha konco-konconya yang kongkalikong dalam urusan sampah.
Bagaimana pendapat Anda?
Ref: [1]
Jakarta, 6 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H