"Pemerintah perlu pertimbangkan untuk melakukan lokalisasi terisolir yang susah terjangkau dengan bebas, misalnya di pulau-pulau terluar yang tersebar."
Menyambung artikel sebelumnya "Pulau Seks dan Judi" penulis menyarankan untuk dipertimbangkan pembangunan lokalisasi wisata judi dan seks di pulau-pulau terluar, agar bisa terarahkan dan terkontrol oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Mudaratnya bisa diminimalisir daripada dibiarkan bebas di dalam kota, wisata yang mengotori iman dan kota itu sendiri.
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) sangat rawan terganggu bila "wisata birahi alias seks"Â ini dibiarkan tumbuh subur berkeliaran, tanpa batas toleransi lagi.
Serba salah sebenarnya, ada satu kebijakan yang mengatur industri bisnis seks itu sendiri. Karena selayaknya dilarang, perbuatan seperti ini sangat merusak.Â
Tapi susah dihindari pula, karena ada kekuatan yang membackup, diduga industri seks, judi ini di backup oleh oknum Polri dan TNI. Lebih baik pilih dikordinir saja.Â
Industri birahi ini, sangat identik dengan minuman keras (miras), estasi atau narkoba.
Coba perhatikan penyedia bermacam "kebutuhan" hiburan malam dan bisa saja disebut "wisata birahi seks" di sekitar kota tua Jakarta, tidak jauh dari Istana Negara, dimana Presiden Jokowi berkantor dan juga Balai Kota DKI Jakarta, tempat Gubernur Anies Baswedan berkantor, sebagai pengendali Jakarta.
Bisa diperhatikan, pejabat-pejabat daerah yang datang ke ibukota, malam hari coba intip dan jumpai ditempat wisata birahi tersebut, atau di karaoke.Â
Hampir dengan mudahnya mendapat pelayanan seks. Ini semua menjadi pendorong pejabat datang ke Jakarta dan membelanjakan uang haram korupsi pula di/dari daerahnya.
Di satu sisi, pilih lokalisasi dibubarkan dan ditutup, di sisi lain, praktik industri seks yang dijajakan di tempat karaoke, panti pijat, hotel atau sauna, tetap beroperasi dari hari ke hari semakin bertambah dan bertambah, disana pula bersarang peredaran narkoba.
Di tempat hiburan - bagaikan wisata birahi - ini tempatnya beredar minuman keras impor, seks bebas, narkoba, judi berbaur jadi satu. Itu bukan hanya di Jakarta, tapi hampir terjadi di kota metropolitan lainnya seluruh Indonesia.
Yang pasti semua ada secara semi terbuka dan tertutup, sebut misalnya beberapa kota metropolitan di Indonesia. Surabaya, Medan, Makassar, Semarang, Batam, Palembang, Jabodetabek dan lainnya, jumlahnya selalu bertambah.Â
Itulah fakta dan potret eksistensi wisata birahi alias seks bebas sesungguhnya yang terjadi di Indonesia.
Apalagi Jakarta yang masuk kategori kota megapolitan, lebih besar perkembangan dan kegiatannya, walau tidak nampak dilindungi.Â
Namun sesungguhnya ada yang lindungi dan diduga aparat hukum ada didalamnya, ada oknum Polisi dan TNI.
Bisnis hiburan malam atau wisata birahi itu seakan berlomba membuka pintu dengan aneka menu seks spesial yang menggoda birahi lelaki hidung belang: dari kafe, bar, pub, karaoke, sampai klub.
Pub dan diskotek sudah menjadi ajang untuk kenikmatan semu "surga ekstasi, narkoba dan seks".Â
Karaoke sudah jadi private room untuk mendapatkan layanan spesial dari penari striptis, kencan seks one short time.
Wanita penghiburnya juga tidak tanggung-tanggung, ada perempuan pribumi dan impor.Â
Menjamurnya gadis-gadis impor adalah salah satu kiat sukses dan strategi yang dipergunakan tempat hiburan wisata birahi seks untuk memanjakan tamu-tamunya.
Kalau dilihat dari kacamata industri, kota metropolitan di Indonesia saat ini tak ubahnya sebuah wisata birahi yang tiap hari, bahkan tiap jam, selalu berdenyut oleh banyaknya transaksi seksual dan narkoba yang susah dikendalikan.
Sangat besar industri wisata birahi seks yang ada di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.
Ada penelitian Moammar Emka (2009), Emka sampai berani membuat kesimpulan bahwa Jakarta sudah menjadi medan sex show supermarket.
Walaupun secara hukum dan agama dilarang, tapi dalam praktiknya mengalami pertumbuhan sangat pesat. Berulangkali ditertibkan, tapi tetap ada.
Maka perlu pertimbangan untuk melakukan lokalisasi terisolir yang susah terjangkau dengan bebas, misalnya di pulau-pulau terluar yang tersebar.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 30 Aguatus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H