"Masuknya pasukan Rusia dengan dalih operasi militer khusus dan menjaga stabilitas di wilayah Timur Ukraina memunculkan kekhawatiran baru, tidak saja bagi Ukraina dan Eropa, tetapi juga negara-negara lain di dunia. Termasuk di Indonesia, ikut merasakan."
Dunia tengah dihadapkan pada ketidakpastian dan krisis pangan, energi dan keuangan. Tentu semua itu dipicu oleh pandemi Covid-19 yang menerpa seluruh dunia, bisa disebut sakit bersama.
Sudah 2,5 tahun si Corona belum total pergi dari bumi, dan baru memasuki masa pemulihan Covid-19, muncul lagi perang antara Rusia dan Ukraina. Dunia tidak berada dalam posisi baik baik saja. [1]
Tentu bukan hanya kedua negara berseteru itu yang merasakan dampak buruk atas perseteruan mereka, namun semua negara dan termasuk Indonesia ikut kena dampaknya.
Sampai ahirnya Presiden Jokowi, satu satunya Kepala Negara di Asia yang berani datang berkunjung ke Rusia dan Ukraina dalam suasana perang. Semua itu hanya semata memulihkan jaringan ekonomi dan stabilitas keamanan dan keuangan dunia.
Baca juga:Â Invasi Rusia ke Ukraina Mengancam Ketahanan Pangan Global
Pangan Indonesia Masih Stabil
Bagi Indonesia, tidak perlu gelisah terhadap krisis pangan dunia. Kita bukan pemakan gandum, makan pokok kita adalah beras. Beras masih stabil, energi juga masih mampu diatasi dengan subsidi.
Umumnya negara di dunia, menjadikan gandum sebagai makanan pokoknya. Sementara hampir semua negara impor gandum dari Rusia dan Ukraina. Itulah akibat negatif perang, sehingga di dunia terjadi krisis pangan. Â
Sementara Rusia dan Ukraina, sebagai produsen gandum terbesar di dunia, menyetop ekspor ke seluruh negara. Mereka melakukan stok gandum. Termasuk tidak ada ekspor ke Amerika dan Eropa, termasuk ke Asia.
Presiden Jokowi dalam pidatonya pada acara Zikir dan Doa Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka, yang digelar di Halaman Depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (01/08/2022), menyampaikan bahwa Indonesia masih dalam kondisi pangan yang terkendali. [2]
Menurut Informasi Presiden Jokowi atas pembicaraannya bersama kedua Kepala Negara pada bulan Juni 2022. Bahwa Rusia dan Ukraina masing-masing negara tersebut memiliki stok gandum yang cukup besar. Tapi mereka menyetop ekspor.
Ukraina menyimpan stok gandum sebesar 77 juta ton, sementara Rusia sebanyak 130 juta ton. Total volume gandum kedua negara yang sementara posisi stok atau setop ekspor sebesar 207 juta ton.
Diperkirakan akibat disetopnya ekspor oleh Rusia dan Ukraina ke berbagai negara, menyebabkan sekitar 330 juta jiwa di dunia kelaparan, kecuali Indonesia. Diprediksi kedepan bisa mencapai 800 jiwa yang akan merasakan kelaparan akibat kekurangan gandum. [3]
Baca juga:Â Krisis Pangan dan Energi "Hantui" Dunia, Mentan SYL Apresiasi Kontribusi Pupuk Indonesia untuk Pertanian RI
"Diharapkan seluruh pemda di 514 kabupaten dan kota Indonesia, termasuk para pengusaha dan/atau pengelola sampah di daerah-daerah agar menangkap peluang besar ini untuk melakukan produksi pupuk organik berbasis sampah." H. Asrul Hoesein, Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Jakarta.
Beras Indonesia Aman
Secara langsung Indonesia tidak berdampak terhadap distoknya gandum tersebut, namun secara tidak langsung tetap berdampak negatif adanya perang di Rusia dan Ukraina pada pasokan lainnya.
Tentu ikut menghantam sektor pertanian, karena Indonesia juga tidak bisa mengimpor bahan baku produksi urea dari kedua negara yang berperang, Rusia dan Ukraina. Negara-negara ini menjadi importir terbesar bahan baku urea ke Indonesia.
Tapi Indonesia tidak perlu bingung. Justru ada sisi positifnya yaitu mengurangi impor beras dari negara eksportir ke Indonesia, karena negara eksportir ke Indonesia juga kekurangan urea.
Beras Indonesia turun pamor akibat beras impor, dengan adanya perang Rusia dan Ukraina tentu impor beras berpengaruh, ya biar saja, Indonesia diuntungkan.
Sisi positif lainnya bagi Indonesia, bisa lebih termotivasi mengembangkan pertanian organik berbasis sampah, akibat kurangnya produksi pupuk urea dan setop distribusi pupuk organik subsidi ke petani oleh Holding PT. Pupuk Indonesia.
Baca juga:Â Pemerintah Cabut Subsidi Pupuk Organik, Ini Solusi Petani?
Bangun Pertanian Organik
Hanya Indonesia perlu segera berpacu dengan waktu untuk mengembangkan pertanian organik, dalam rangka meningkatkan produksi beras yang berkualitas. Serta tidak bergantung lagi dengan pupuk kimia.
Sebuah kode keras kepada pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) serta seluruh masyarakat, bahwa adanya kelangkaan urea, pertanda Indonesia "dipaksa" segera meninggalkan pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk kimia.Â
Perlu diketahui bahwa pertanian konvensional sangat tinggi biaya operasional dan hasil produksinya sangat rendah, juga pupuk kimia sangat merusak struktur tanah, menghilangkan unsur hara tanah. Tanah pertanian Indonesia sudah jenuh dengan pupuk kimia.
Baca juga:Â Sinergi Program Vokasi dan Tematik dalam CSR Sampah
Alhamdulillah Presiden Jokowi, melalui Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo sudah mencabut subsidi pupuk organik, penulis sudah lama berjuang untuk meminta pada pemerintah, agar mencabut subsidi pupuk organik tersebut.
Artinya dengan dicabutnya subsidi pupuk organik itu, maka peluang untuk seluruh daerah di Indonesia melakukan produksi pupuk organik sesuai kebutuhannya.
Tinggal petani ataupun masyarakat kota dicerdaskan dalam memproduksi pupuk organik berbasis sampah dan petani di edukasi cara menggunakan pupuk organik tersebut dengan benar.
Diharapkan seluruh pemda di 514 kota dan kabupaten Indonesia, termasuk para pengusaha dan/atau pengelola sampah di daerah-daerah agar menangkap peluang besar ini untuk melakukan produksi pupuk organik berbasis sampah.
Jakarta, 2 Agustus 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI