"Semua Partai Politik (Parpol) pasti menunggu sikap politik Prabowo Subianto, artinya Pilpres 2024 dibawah kendalinya, efek positif dari tiga kali kalah kontestasi Pilpres (2009, 2014 dan 2019)."
Sedianya Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Gerindra yang semula dijadwalkan digelar pada Sabtu 30 Juli 2022, diundur jadi Sabtu 13 Agustus 2022 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat.
Sepertinya tidak masuk akal penundaan Rapimnas Partai Gerindra tersebut, karena alasan adanya agenda lain Prabowo Subianto, selaku Menteri Pertahanan. Sebab acara sebesar Rapimnas tersebut, tentu ada pengaturan schedule yang ketat, sebelum menentukan hari "H".
Tapi coba kita analisa dari sudut pandang yang berbeda, bukan karena adanya acara dadakan sehingga Rapimnas direschedule.
Baca juga:Â Kenapa Megawati Ragu Jagokan Puan Maharani sebagai Bacapres 2024?
Dasar analisa, Prabowo Subianto dengan strategi Rapimnas untuk deklarasi pasangan Capres 2024, sebenarnya hanya pancingan saja kepada Parpol yang digadang-gadang oleh Prabowo Subianto untuk berkoalisi dengan Partai Gerindra.
Strategi Sun Tzu "Menepuk rumput, agar ularnya keluar" strategi ini cukup ampuh untuk memancing harimau turun gunung.
Efek Strategi Prabowo:
Pertama:Â Prabowo Subianto batal umumkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai pasangannya, ya memang karena analisanya Cak Imin tidak menguasai full NU sebagai basis PKB. Walau Cak Imin, terbaca ingin sekali berpasangan Prabowo Subianto. [1]
Cak Imin agak tersumbat hubungan - kebatinan - dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Prof. Mahfud Md, apalagi Yenny Wahid, putri Presiden RI ke-4 Gus Dur, sangat anti dengan Cak Imin.
Bisa jadi Cak Imin akan digantikan oleh Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur) atau Mahfud Md sendiri. Walau biaya barternya kelihatan sangat mahal.
Partai Gerindra tentu telah berhitung, bahwa salah satu faktor kekalahan Prabowo Subianto di Pilpres 2014 dan 2019 karena terjadinya defisit dukungan di wilayah Jawa Timur.
Karena itu, penguasaan wilayah Jawa Timur diharapkan bisa menjadi faktor penentu kemenangan di Pilpres 2024, bila Prabowo Subianto menggaet tokoh Jawa Timur, selain Cak Imin.
Baca juga:Â Prabowo-Puan Pasangan Paling Berpeluang di Pilpres 2024
Kedua:Â Ada kode dari Ketua Umum PDI-P Megawati ke Prabowo Subianto, bisa jadi akan reuni sesuai rencana awal di tahun 2019 yaitu Prabowo-Puan.
Kalau ini terjadi maka peta koalisi akan berubah menjadi tiga kelompok pencapresan, yaitu Kubu NasDem cs, Kubu Golkar cs, dan Kubu Gerindra cs. Ideal tiga pasang di Pilpres 2024. [2]
Ketiga: Signal dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto untuk posisi Ganjar Pranowo yang terdepak dari PDI-P. Karena dalam posisi terdesak, bisa saja Ganjar Pranowo bersedia sebagai Cawapres dari Prabowo Subianto.Â
Parpol koalisi dari mana? Tidak jadi soal bagi Presiden Jokowi. Karena Partai Gerindra hanya butuh satu Parpol saja, di mana Prabowo Subianto luwes, semua Parpol bisa menerimanya. [3]
Keempat: Malah ada rencana hari ini, Minggu (31/2) Sekber Prabowo-Jokowi akan deklarasi di Bundaran HI, Wow... Ada strategi apalagi rencana ini.
Mungkin sekedar basa-basi politik saja, karena sepertinya tidak mungkin Presiden Jokowi berpikir seperti itu. Tapi entahlah, namanya juga politik. Tidak ada lawan dan kawan yang kekal, kecuali kepentingan. [3]
Baca juga:Â Puan Maharani Capres, PDIP Potensi Kalah Pilpres 2024
Sekedar cacatan bahwa memang Prabowo Subianto menjadi pemegang kartu "As" atau memiliki peran penting pada proses koalisi atau kandidasi untuk semua Parpol pada Pilpres 2024.
Bila Prabowo Subianto telah menentukan arah koalisinya, disanalah semua Parpol akan seperti cacing kepanasan mencari partner. Sebuah pertanda bahwa Pilpres 2024 akan dimenangkan Prabowo Subianto.
Semua Parpol pasti menunggu sikap politik Prabowo Subianto, artinya Pilpres 2024 dibawah kendalinya, efek positif dari tiga kali kalah kontestasi Pilpres (2009, 2014 dan 2019).
Semua ada baiknya pada tiba masanya. Maka kalau gagal, jangan bersedih. Karena kegagalan pasti baik, namun kesuksesan belum tentu baik. Tergantung cara memaknai kondisi yang dihadapi. [4]
Bagaimana analisa Anda?
Jakarta, 31 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H