Pemilu 2014 diikuti oleh 12 Parpol dan Pemilu 2019 naik lagi menjadi 14 Parpol. Baca Kompas  [2], Jumlah Partai Politik Peserta Pemilu dari Masa ke Masa. Sekarang di Pemilu 2024 naik lagi, berarti yang menonjol kepentingan pribadi, itu menjadi tolak ukur penilaian.
Baca juga:Â Survei Indopol, Lebih dari 35 Persen Responden Tak Percaya Parpol
Tidak Mencerna Tujuan Ambang Batas
Padahal maksud kebijakan atas adanya aturan ambang batas adalah memperbaiki kualitas, baik itu pada ambang batas atau parliamentary threshold untuk parlemen di Pemilu berkualitas ataupun presidential threshold untuk Pilpres berkualitas. [3]
Ujung daripada Pemilu untuk menemukan pemimpin melalui Pilkada dan Pilpres yang berkualitas. Artinya Pemilu harus efisien dan efektif, agar terpilih legislator yang berbobot dan berpikir serta bekerja untuk perut rakyat, bukan mendahulukan perut diri dan partainya
Tapi senyatanya para legislator kita di parlemen, setali tiga uang. Masih berpikir subyektif untuk perut sendiri daripada perut rakyat. Belum mendekati negarawan yang dikehendaki rakyat dan negara agar menjadi panutan di tengah masyarakat yang dinamis.
Kenapa?
Ujungnya pada saat Pilkada dan Pilpres itu diharuskan bersatu atau berkoalisi untuk mencapai ambang batas pencalonan pada Pilkada ataupun Pilpres.
Jadi buat apa banyak Parpol kalau tidak profesional alias tidak berpihak pada rakyat. Akan semakin sulit Parpol itu menemukan calon-calon pemimpin handal.
Semakin banyak Parpol semakin mudah gugur suara rakyat yang diwakili oleh Parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Coba perhatikan, sudah berapa banyak pemimpin daerah, menteri, anggota DPR/D yang terjaring masalah korupsi. Awal pencegahan korupsi dari Pemilu, Pilkada dan Pilpres.