Perusahaan dipastikan tidak bisa menunjukkan transparansi atas keseriusan serta tanggung jawabnya dalam mengatasi sampah plastik kemasan yang diakibatkan oleh produksinya.
Baca juga:Â EPR Merupakan Investasi dan Menyelamatkan Bumi dari Sampah
Diduga perusahaan ikut dibantu oleh oknum KLHK dan kementerian serta lembaga lainnya, sengaja menghindari regulasi sampah untuk tidak mengembalikan dana konsumen yang telah membayar kemasan tersebut melalui kewajiban EPR. Dicatat bahwa EPR itu dibayar oleh rakyat (baca: konsumen).
Karena baik perusahaan maupun pemerintah sama-sama menghindar atau tidak mau menjalankan amanat UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) yang berlaku di Indonesia.Â
Jadi persoalan sampah di Indonesia disebabkan oleh oknum pemerintah dan perusahaan, sementara asosiasi tidak berfungsi sebagai mitra pemerintah dan pelindung konsumen. [4]
Terjadinya pencemaran atas kemasan plastik yang mengotori bumi, timbul karena Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, itu merupakan peta buta, tanpa rambu. [5]
Ayo ketahui, kenapa buta?
Baca juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Dalam Permen P.75/2019, produsen memiliki kewajiban untuk membuat dokumen peta jalan pengurangan sampah sampai 2030.
Sebuah perintah dari Pemerintah cq: Kenenterian Lungkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada perusahaan industri berkemasan melalui Permen P.75/2019, sangat keliru atau cacat hukum.