Artinya pupuk organik subsidi tersebut, hanya jadi bancakan korupsi saja. Maka lebih baik dicabut. Namun disarankan untuk membantu petani dalam penyediaan pupuk organiknya, sebaiknya petani difasilitasi dengan regulasi serta instalasi olah sampah organik menjadi pupuk organik. Jadi dana subsidi di konversi ke prasarana dan sarana produksi pupuk kompos organik.
Termasuk dampak positif pencabutan subsidi pada petani, karena memang pupuk organik yang disubsidi itu, diduga keras tidak ber SNI. Sehingga petani tidak merasakan sisi baiknya atas fungsi daripada pupuk organik.
Fungsi utama pupuk organik adalah mengurangi biaya operasional, memperbaiki unsur hara tanah, sekaligus meningkatkan hasil panen dan produknya mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Kesalahan mendasar selama ini dari pemerintah dalam melayani subsidi pupuk organik bagi petani, tidak disertai dengan edukasi yang benar tentang manfaat dan cara penggunaan pupuk organik.
Fakta yang terjadi dalam menggunakan pupuk organik jenis kompos adalah hanya menabur saja. Sangat keliru dan disamping volume kebutuhan per hektar (5-10 ton/ha) juga tidak mencukupi untuk dimix pada tanah pertanian, itu kesalahan mendasar. Maka sangat patut dan benar dicabut subsidi itu.
Baca juga:Â Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik
Dampak positif pencabutan subsidi pupuk organik adalah sebagai berikut:
- Pemerintah daerah (pemda) berkesempatan mendorong masyarakat kota dan desa untuk melakukan produksi kompos dan pupuk organik granular sesuai kebutuhan petani, dengan memanfaatkan sumber daya sampah organik yang melimpah di Indonesia.
- Petani bisa memproduksi sendiri kebutuhan kompos dan granular dari limbah pertanian dan sampah rumah tangga, ahirnya berfungsi ganda menciptakan lungkungan yang sehat atau pembangunan pertanian organik berbasis sampah.
- Petani dan masyarakat perkotaan akan memiliki usaha produksi atas kebutuhannya, maka pada ahirnya, petani bisa segera mengaplikasi sesuai anjuran pemakaian pupuk kompos, yaitu 5-10 ton/ha.
- Petani melalui kelompoknya, segera meminta kepada pemerintah untuk diberi pelatihan dalam memproduksi pupuk organik berbasis sampah di wilayahnya masing-masing.
- Peluang bagi Bumdes ataupun UMK dan Koperasi untuk melakukan usaha produksi pupuk organik dan pendampingan dalam produksi pupuk organik.
- Tercipta lapangan kerja baru dalam memproduksi pupuk organik kompos dan granular ataupun NPK Tablet organik berbasis sampah dan limbah pertanian dan peternakan dengan integrasi masyarakat kota dan desa.
- Pemda berpotensi mendapatkan sumber PAD baru sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengolahan sampah, baik dari pengelolaan dan produksi serta pemanfaatan pupuk organik yang di produksi sendiri dan tidak ada lagi ketergantungan.
- Mendorong pemda untuk segera mengelola sampah organiknya menjadi pupuk organik dan sekaligus mengurangi beban TPA sampahnya, ahirnya secara tidak langsung TPA di tutup untuk sampah organik.
- Untuk menjaga standar pupuk organik ber SNI dan masuknya mafia dalam satu kabupaten/kota, maka pemerintah daerah (pemda) harus memasukkan produk pupuk organik (produksi lokal) ke e-Katalog lokal, untuk proteksi produk lokal dengan peraruran daerah (Perda) dan peraturan desa (Perdes).
- Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani, harus sesuai fakta dan terbuka untuk umum ketahui. Karena pada RDKK ini sering terjadi permainan oknum pejabat dan pengusaha, RDKK harus terbuka dan terpasang di masing-masing website pemerintah daerah atau pemerintah desa dan lintas kementerian terkait dan juga distributor harus profesional dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Baca juga:Â Pemerintah Gagal Bangun Desa Organik dan Subsidi Pupuk Organik
Petani Menembus Batas Juang
Masih pada era Sby-JK, dengan Menteri Pertanian Anton Apriantono sampai pada era Jokowi-JK dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, penulis selalu mengusulkan untuk mencabut subsidi pupuk organik dan konversi ke alat produsi sampah organik menjadi pupuk organik, namun selalu saja batal di tingkat DPR RI.