Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Esensi Pemekaran Wilayah, Absolut Menggali Kearifan Lokal

14 Juli 2022   18:32 Diperbarui: 16 Juli 2022   09:30 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kantor Walikota Palopo. Sumber: Humas Pemkot. Palopo

"Ada fakta aneh yang belum banyak diketahui publik, yaitu Watampone ibukota Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dimana penulis lahir dan dibesarkan di daerah etnis Bugis itu, tahun 2002 menolak menjadi Daerah Otonom Baru - DOB - dalam kategori - Kota - atas peningkatan status dari Kota Administratif. Pemekaran dari Kabupaten Bone sebagai daerah induknya." H. Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.

Satu-satunya daerah otonom yang belum melakukan pemekaran sama sekali di Indonesia, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Justru malah menolak pemekaran itu, aneh kan?! Tapi itu nyata dan fakta terjadi. Maka menjadi wilayah terbesar saat ini di Indonesia.

Sedikit menarik perhatian untuk menulis peluang dan tantangannya atas pemekaran wilayah, ada beberapa hal yang penting diketahui bersama sebagai bahan acuan bagi daerah otonom yang ingin memekarkan wilayahnya. 

Sejak 1991, 11 tahun Watampone sebagai Kota Administratif. Pada tahun 2002 Kota Administratif Watampone seharusnya bersamaan beberapa Kota Administratif lainnya di Indonesia, seperti Kota Palopo di Sulawesi Selatan, Kota Baubau di Sulawesi Tenggara, diputuskan menjadi - status - Kota Daerah Otonom melalui UU No. 11 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002, pada masa Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Tapi status Kota Watampone dibatalkan oleh pemerintah, karena masyarakat dari daerah induknya, Bone "protes keras dan menolak keputusan pemekaran menjadi Kota Watampone dari pemerintah pusat" (ada pengerahan massa) diduga waktu itu berasal dari "keinginan" subyektif oknum elit eksekutif dan legislatif di Bone.

Ahirnya bumi Aru Palakka, Kabupaten Bone sebagai Kota Adat masih utuh tanpa pernah - disentuh - melakukan pemekaran wilayah, pasca penolakan Kota Watampone sebagai daerah atau kota otonom baru.

Sebagaimana pengamatan penulis, waktu itu diduga keras ada skenario politik kepentingan pragmatis oleh elit lokal untuk menolak pemekaran melalui peningkatan status Kota Watampone dari kota administratif. 

Penulis sempat tidak percaya penolakan itu, karena domisili di Kolaka Sulawesi Tenggara waktu itu, maka segera menuju Bone. Karena penasaran ingin mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada elit dan masyarakat Bone.

Sepertinya yang ada alasan klize, takut terjadi pemecahan anggaran dan mempersempit wilayah kekuasaan. Padahal kalau mekar dengan status Kota Watampone sebagai DOB dari pemekaran Bone, maka anggaran APBN ataupun bentuk lainnya dari pusat dan luar negeri bisa bertambah.

Termasuk investasi-investasi dalam dan luar negeri, dengan mudah masuk ke Watampone, misalnya investasi perkantoran, hotel, pasar modern, mal, kawasan industri, destinasi wisata dan lainnya.

Juga pagu anggaran periklanan dari perusahaan-perusahaan pengiklan bisa bertambah 2-3 kali lipat bila status "kota" sudah disandang oleh sebuah daerah otonom. Termasuk area penyaluran CSR akan lebih luas jangkauan untuk penerima manfaat dana CSR perusahaan multi nasional dan perusahaan produk impor.

Penulis dan Tim Yaksindo di Dataran Tinggi Dieng, Potensi DOB di Provinsi Jawa Tengah. Sumber: DokPri
Penulis dan Tim Yaksindo di Dataran Tinggi Dieng, Potensi DOB di Provinsi Jawa Tengah. Sumber: DokPri

Perjuangan Panjang Sia Sia

Kota Palopo pemekaran dari Kabupaten Luwu, berjuang dengan status Kota Administratif sejak 1986, sementara Kota Administratif Watampone sejak 1991, cukup lama perjuangan menuju status "kota". Tapi Kabupaten Bone menyia-nyiakan kesempatan besar itu.

Sementara Kabupaten Luwu sebagai induk Kota Palopo, malah sudah memekarkan wilayanya beberapa kali, selain tetap pertahankan daerah induknya. Saat ini rakyat Luwu Raya berjuang dan berencana melakukan pemekaran DOB Provinsi Luwu Raya.

Semenjak penghapusan kota administratif atas dampak berlanjutnya Undang-undang Pemerintahan Daerah, sesuai PP No. 33 Tahun 2003, penatalaksanaan Kota Administratur Watampone dilakukan kembali oleh Kabupaten Bone. 

Dimana sampai sekarang Watampone hanya sebagai ibukota Kabupaten Bone, mundur 1000 langkah, karena tidak ada juga pembangunan yang monumental yang dilakukan oleh pemda disana.

Hanya memoles kota lama saja, dan malah merusak RTH Lapangan Merdeka yang saat ini ditanami rumput beton. Tidak ada pemikiran pemda untuk melebarkan pusat-pusat keramaian, ahirnya kota lama menjadi jenuh.

Di Indonesia, ada 41 (empat puluh satu) wilayah yang pernah menjadi Kota Administratif, dan beberapa diantaranya telah menjadi Ibukota Provinsi di Indonesia.

Sebagai contoh, Serang menjadi ibukota Provinsi Banten, Dili ibukota Provinsi Timor-Timur (kini Negara Timor Leste), Jayapura ibukota Provinsi Papua, Kendari ibukota Provisi Sulawesi Tenggara, Kupang ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur, Mataram ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sorong ibukota Provinsi Papua Barat, dan Ternate ibukota Provinsi Maluku Utara.

Sekitar Lapangan Merdeka Kota Watampone, Kab. Bone waktu malam. Sumber: TribunNews
Sekitar Lapangan Merdeka Kota Watampone, Kab. Bone waktu malam. Sumber: TribunNews

Cukup Bone Bernasib Sial

Diharapkan jangan ada  daerah otonom di Indonesia seperti Bone yang rakyatnya "dipolitisir" oleh kepentingan subyektif elit daerah. Sehingga pembangunannya sangat ketinggalan sampai sekarang dibanding saudaranya Kota Palopo yang jauh lebih berkembang.

Di Bone terjadi pembentukan paradigma negatif pada rakyat, bahwa "pemekaran dianggap bercerai-berai", alasan tersebut seakan rakyat ingin dipisahkan dengan cara tidak baik dari kabupaten induknya.

Pengalaman buruk kegagalan pemekaran wilayah di Indonesia, yang pernah terjadi 20 tahun lalu, di tanah kelahiran dan tempat dibesarkan Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Jokowi dua periode dan juga penulis sendiri.

Paradigma bercerai-berai itu yang dibesar-besarkan dalam memahami pemekaran, sehingga rakyat Bone pada menolaknya. Dianggap pemekaran akan terjadi seperti istilah di Kerajaan Bugis dulu adalah - Rumpa'na Bone - atau runtuhnya Kerajaan Bone.

Nah sekarang terbalik, kembali rakyat Bone seakan merengek minta mekar lagi untuk beberapa DOB dalam wilayah Kabupaten Bone. Karena sudah terbukti bahwa sampai saat ini tidak ada pembangunan yang signifikan, sebuah pemikiran mundur yang merugikan banyak orang atas penolakan tahun 2002.

Banyak warga Bugis Bone yang tinggal di luar baik dalam maupun luar negeri, menyesalkan Bupati dan DPRD Kabupaten Bone, termasuk penulis sendiri yang saat ini berpenduduk di Jakarta.

Potensi DOB Provinsi Sulawesi Timur

Kalau sekiranya Kota Watampone dimekarkan tahun 2002 dari induknya Kabupaten Bone, maka selanjutnya dapat dimekarkan lagi menjadi 2 DOB, Bone Selatan dan Bone Barat. Berarti ada 3 DOB dan 1 daerah induknya, Bone.

Maka bisa jadi Provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan menjadi 1 DOB Provinsi Sulawesi Timur, yang terdiri dari 4 wilayah di Bone Raya atau bisa disebut Provinsi Bone Raya. Tapi lebih tepat sebagai Provinsi Sulawesi Timur dengan menggandeng kabupaten sekitar Bone yaitu, Kabupaten Soppeng, Wajo dan Sinjai (Bosowasi).

Kerugian sangat besar bila terjadi seperti di Kabupaten Bone itu. Makanya kelihatan tidak ada pengembangan pembangunan yang signifikan terjadi di Bone, dibanding pengembangan Kota Palopo yang juga berada di Sulawesi Selatan. 

Banyak manfaat pemekaran DOB bila dibanding sisi negatifnya. Namun masih banyak daerah yang sudah lama mekar, tapi aset daerah induk yang berada pada wilayah pemekaran tidak ikut diserahkan.

Hal tersebut bisa menjadi pemicu resistensi antar daerah induk, artinya bisa dianggap daerah itu belum mampu sepenuhnya untuk mekarkan dirinya.

Dari beberapa DOB, misalnya satu contoh diantaranya, Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan di Provinsi Jawa Timur, beberapa aset kabupaten induk masih berada di daerah pemekaran.

Aset daerah tidak ikut dilepaskan. Seharusnya secara bertahap aset-aset tersebut diserahkan pada wilayah pemekaran (bisa tukar guling), agar tidak membingungkan masyarakat lokal dan pendatang, tinggal buatkan akses calon investor untuk masuk di wilayahnya.

Ilustrasi: Kantor Walikota Palopo. Sumber: Humas Pemkot. Palopo
Ilustrasi: Kantor Walikota Palopo. Sumber: Humas Pemkot. Palopo

Setop Raja-raja Kecil

Menyambung dan mengulangi penjelasan tentang peluang dan tantangan pemekaran wilayah di Indonesia, pernah penulis sampaikan di Kompasiana ini pada tahun 2010. (Baca:  Kegagalan Pembangunan Kab/Kota Pemekaran dan Otoda).

Karena menjaga kegagalan wilayah pemekaran yang perlu secara serius diperhatikan, menumbuhkembangkan kearifan lokal atau local wisdom yang sangat luar biasa kuat di Indonesia dan harus dieksplor untuk kepentingan rakyat.

Kearifan lokal menjadi kekayaan terbesar bangsa Indonesia yang belum di eksplorasi dengan baik. Karena itulah merupakan esensi dari pemekaran wilayah. Juga merupakan pertanda ikut mensejahterahkan masyarakat dari eksistensi dari DOB itu sendiri.

Kearifan lokal ini merupakan modal besar bagi sebuah DOB untuk mempercepat laju pembangunan dan pertumbuhan terhadap kesejahteraan rakyatnya, melalui pelayanan yang prima dan cepat akibat sisi positif dari pemekaran wilayah.

Tanpa mengangkat dan menggali kearifan lokal, masyarakat tidak akan merasakan sisi positif daripada pemekaran wilayah.

Artinya yang menikmati pemekaran hanya segelintir elit saja dan bukan rakyatnya.
Maka pemerataan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik menjadi tujuan pemekaran yang akan sia-sia.

Penulis memberi edukasi kepala desa untuk penyusunan Perdes Pengelolaan Sampah di Wonosobo. Sumber: DokPri
Penulis memberi edukasi kepala desa untuk penyusunan Perdes Pengelolaan Sampah di Wonosobo. Sumber: DokPri

Grand Design Wilayah

Jangankan DOB, kabupaten dan kota lainnya di 514 wilayah daerah otonom di Indonesia, umumnya belum memiliki master plan. Sehingga terjadi kesenjangan pembangunan yang sangat besar. Daerah hijau dibuat kawasan industri dan lain sebagainya.

Master plan sangatlah penting, baik untuk daerah itu sendiri maupun untuk investor. Artinya daerah itu memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), merupakan produk dari hasil Rencana Tata Ruang di mana jika dilihat dari ruang lingkup materinya tergolong dalam Rencana Umum Tata Ruang, menjadi pedoman utama pembangunan dan investasi.

Perlu adanya grand design penataan wilayah yang dipersiapkan pemerintah ke depan sebagai pra syarat dalam pembentukan atau pemekaran DOB baik provinsi maupun kabupaten/kota, dengan dua pendekatan. Yaitu:

Pertama, membentuknya dengan menggunakan perhitungan berdasarkan parameter geografis, demografis, dan ke-sistem-an sesuai kerangka berpikir dalam pembentukan DOB.

Kedua, menggunakan pertimbangan realita aspirasi yang ditarik dari dinamika usulan pembentukan daerah baru yang berkembang hingga saat ini.

Pemekaran daerah merupakan cara atau pendekatan untuk mencepat akselerasi pembangunan daerah dan memperlancar pelayanan masyarakat.

DOB yang terbentuk itu merupakan entitas baik sebagai kesatuan geografis, politik, ekonomi, sosial dan budaya berbasis kearifan lokal.

Pada prinsipnya, kebutuhan pemekaran daerah harus dilandasi adanya keinginan bersama untuk peningkatan pelayanan masyarakat tersebut dan pemerintah daerah induk yang telah sepakat adanya pemekaran, harus benar-benar mendukung hasil pemekarannya.

Namun, apabila pemekaran hanya berdasarkan atas adanya keinginan sekelompok dan orang-orang tertentu hanya untuk perebutan kekuasaan, maka sebaiknya tidak perlu dilakukan pemekaran daerah itu. Faktor-faktor tersebut harus menjadi perhatian oleh pemerintah pusat dalam memberi persetujuan DOB.

Tim Yaksindo memberi pelatihan olah sampah menjadi pupuk pada petani Wonosobo. Sumber: DokPri.
Tim Yaksindo memberi pelatihan olah sampah menjadi pupuk pada petani Wonosobo. Sumber: DokPri.

Kesimpulan dan Saran

Memaksimalkan atau mempercepat pembangunan daerah pemekaran wilayah, sangat perlu diperhatikan adalah:

Pertama, maksimalkan peran serta masyarakat terdepan (akar rumput) dan pengusaha daerah untuk menghindari hambatan pengelolaan SDA dan SDM yang maksimal, akibat kepentingan person dan kelompok tertentu.

Kedua, perlu kembali dievaluasi daerah yang sudah mekar, bila gagal kembangkan diri, beri sanksi untuk bergabung saja ke induknya kembali. Bila dibiarkan akan terjadi pemborosan anggaran negara untuk biaya rutin dan belanja pegawai, kesempatan korupsi menganga lebar di daerah. Fakta banyak kepala daerah di OTT KPK karena potensi korupsi sangat besar.

Ketiga, sesungguhnya kegagalan pembangunan wilayah pemekaran bukan karena minimnya anggaran yang turun ke daerah, tapi anggaran terlalu banyak disektor pengadaan barang dan jasa (ini rawan korupsi), dan yang terheboh adalah, hampir setengah anggaran (APBN/APBD) masuk ke sector pengaturan (korupsi).

Diharapkan kedepan, untuk lebih mensukseskan wilayah pemekaran, maka otonomi daerah harus lebih mengerucut lagi ke otonomi desa. Desa harus dikuatkan untuk membangun Indonesia di mulai dari desa dan disiplinkan desa agar mencegah korupsi.

Diperlukan UU baru tentang Otonomi Desa Mandiri (berbasis komunal). Artinya otonomi daerah jangan terputus sampai di tingkat kab/kota saja, tapi sampai di desa, berdayakan desa. 

Edukasi rakyat desa melalui Aparat Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Bumdesa, dalam menguatkan dirinya melalui pembentukan peraturan-peraturan desa untuk backup kreatifitas dan kemandirian serta kesejahteraan masyarakat desa.

Bila tidak demikian, mustahil otonomi daerah dengan wilayah pemekarannya - DOB - bisa berjalan sesuai dengan harapan bersama. Karena akan tercipta raja-raja kecil "tanpa kerajaan" di daerah saja. Kepala daerah dan perangkatnya semakin mudah korupsi, kolusu dan nepotisme (KKN) bila rakyat tidak dicerdaskan.

Terbentuk karena egoisme, ini merupakan fenomena yang terjadi atau hambatan tumbuh berkembangnya cita-cita otonomi. Karena masyarakat desa (akar rumput), dilibatkan semata hanya formalitas belaka, hal ini harus dihindari.

Kemunculan raja-raja kecil otonomi daerah itu dampak dari ketidaktahuan kepala daerah terhadap aturan dan cara bersikap dalam birokrasi. Kita adalah NKRI, jadi tetap regulasi dan aturannya terkait dan terhubung pemerintah pusat.

Indonesia bukanlah negara federal atau persemakmuran yang masing-masing memiliki kekuasaan sendiri sehingga bisa berbuat sesuka hati, otonomi hanya memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mandiri, sementara pemda tetaplah menjadi bagian tak terpisahkan dari pemerintahan pusat.

Hal tersebut karena setiap kepala daerah yang terpilih dari pilkada langsung belum tentu dari figur yang benar-benar memiliki kompetensi. Pilkada membuka peluang bagi siapapun bisa terpilih jadi kepala daerah, bahkan untuk orang yang tak memiliki kecakapan sekali pun bisa menjadi kepala daerah.

Melihat kondisi demikian, ada beberapa persoalan penting yang harus segera dibenahi, yaitu:

Pertama, Kementerian Dalam Negeri perlu melakukan pembinaan lebih terhadap kepala daerah soal hubungan komunikasi, kepemimpinan dan aturan.

Kedua, sudah saatnya bagi pemerintah pusat mengkaji ulang undang-undang otonomi daerah.

Ketiga, Perlu membenahi aset-aset DOB antara daerah induk dan wilayah pemekarannya dan diselesaikan atau penyerahan aset daerah pada awal peresmian pemekaran.

Keempat, kepala daerah harus taat pada pemerintah pusat dan mendorong para kepala desa agar meningkatkan kreatifias sebagai pusat kekuatan otonomi daerah.

Diharapkan Kemendagri setiap tahun mengevaluasi seluruh daerah pemekaran dengan memberikan penguatan kapasitas dalam hal menjalankan roda pemerintahan di daerah.

Agar dapat terwujud cita-cita otonomi atau pemekaran daerah dalam mendekatkan pelayanan negara kepada masyarakat. 

Diharapkan agar masyarakat dan elit, baik yang ada di daerah maupun di luar Bone. Bisa membaca tulisan ini, sebagai alat bantu introspeksi menuju Bone lebih maju dan dinamis, sayang bila Bone stag dalam pembangunannya.

Mari kita sukseskan pemekaran wilayah, untuk mempercepat pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik, mempercepat kesejahteraan dan mengangkat harkat martabat masyarakat.

Negara harus hadir di tengah semangat dan geliat rakyat membangun kearifan lokalnya. Usaha rakyat harus mendapat proteksi dari negara agar berkelanjutan.

Jakarta, 14 Juli 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun