"Memenuhi sertifikasi organik, seluruh mata rantai proses suplai hulu-hilir harus disertifikasi, mulai dari lahan, bibit, pupuk, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, hingga tahap pemasaran dan distribusi."
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, produsen hanya boleh mencantumkan klaim organik atau label organik di kemasannya apabila produknya telah memiliki sertifikasi organik yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi, syarat sah pemasaran.
Standar produk di Indonesia, harus dibuktikan dengan pemakaian logo Standar Nasional Indonesia (SNI) Organik. Namun tidak boleh asal cetak atau tempel saja pada kemasan produknya, tapi harus melalui sertifikasi terlebih dahulu oleh lembaga yang berwenang.
Baca Juga:Â 2000 Desa Organik, Janji Jokowi Belum Terpenuhi
Kompos dan Pangan Organik
Masyarakat para pengelola sampah organik domestik atau sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di seluruh Indonesia yang mengolah sampah atau limbah pertanian dan perkebunan serta jenis residu sampah organik dari industri menjadi kompos, perlu memperhatikan standar industri yang dipersyaratkan.
Pemerintah mengeluarkan standar industri kompos dari sampah organik domestik dengan nomor Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-7030-2004 Spesifikasi kompos dari sampah organik. Karena begitu pentingnya SNI ini untuk produsen, konsumen dan terlebih demi keberlangsungan lingkungan yang sehat, khususnya untuk mem-backup syarat perolehan label produk organik.
Baca Juga:Â Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik
SNI 19-7030-2004 Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik, disusun dalam rangka pengaturan mutu produk kompos sehingga dapat melindungi produsen dan konsumen serta mencegah pencemaran lingkungan.Â
Jadi kebutuhan SNI Kompos sebenarnya untuk kebaikan bersama, termasuk melancarkan pemasaran. Artinya mutlak diperlukan, bila produknya ingin mendapat tempat di konsumen, bukan untuk mempersulit produsen atau masyarakat yang mengolah sampah menjadi pupuk kompos.