Tanpa melaksanakan Pasal 13 dan 14 UUPS, maka otomatis Pasal 15 UUPS tidak bisa dilaksanakan oleh stakeholder. Malah hanya berpotensi dan diduga menjadi bancakan korupsi yang bisa dilakukan oknum penguasa dan pengusaha. Buntutnya akan menyerap dana rakyat serta berpotensi menjadi bancakan korupsi gratifikasi, dari pengusaha induatri produk ke oknum birokrasi.
Maka Permen LHK No. P.75 tahun 2019, wajib diabaikan atau dibatalkan demi hukum, karena sama saja seperti peta buta yang tidak mempunyai rambu dan segera diganti menjadi PP EPR dan juga didalamnya mengatur insentif bagi pengelola sampah dan EPR.
PP EPR dan Biaya Sampah
Penulis bersama atau masuk dalam Tim Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya dan Green Indonesia Foundation (GIF) Jakarta sejak 2020,Â
telah menyusun Drafting PP EPR dan juga telah dikirim ke Baleg DPR RI (Juni 2022), termasuk kepada Presiden Jokowi dan lintas kementerian terkait. Diharapkan Baleg DPR RI membahas drafting PP EPR, guna mengaplikasi Pasal 13,14 dan 15 UUPS dengan jujur dan berkeadilan bagi para pihak.
Sedianya EPR dilaksanakan pada tahun 2022, dimana saat Meneg LH Prof. Dr. Kambuaya menunda pelaksanaan EPR selama 10 tahun sejak 2012, dimana saat itu Meneg LH ingin persiapkan suprastruktur dan infrastruktur Pasal 12,13 dan 45 UUPS, dengan menerbitkan Permen LH No. 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah 3R melalui Bank Sampah.
Baca Juga:Â Sikapi Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik - Pegiat Lingkungan Tuntut Keterbukaan Informasi
Artinya tanpa mendorong pengelola sampah kawasan dan semua desa dan kelurahan membentuk komunitas pengelola sampah atau bank sampah sesuai UUPS, maka dipastikan bahwa Program EPR di Pasal 15 UUPS mustahil dijalankan.
Lebih celaka lagi Menteri LHK telah melakukan revisi Permen LH 13/2012 menjadi Permen LHK No. 14/2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah, dimana Permen LHK 14/2021 ini malah diduga akan mengaburkan pelaksanaan EPR dan semakin membuat kacau balau sistem pemilahan dan pengumpulan dan substansi kelembagaan.Â
Termasuk akan merugikan posisi bank sampah dengan bank sampah induk (BSI). Dimana BSI pada Permen LHK 14/2021 seakan 'dipaksa' diberi ruang untuk berbisnis, padahal BSI bukan lembaga bisnis yang sah di NKRI (Baca: Presiden Jokowi Absolut Melakukan Transformasi Bank Sampah dan TPS3R)
Baca Juga:Â Sinergi Program Vokasi dan Tematik dalam CSR Sampah