Maka sampah pasti mudah diatasi atau diselesaikan dengan win-win solusi.
Baca Juga:Â Mendagri Harus Segera Terbitkan Pedoman Pengelolaan Sampah
Persoalan pendanaan pengelolaan sampah termasuk yang paling dikeluhkan selama ini dan juga masalah plastik. Solusinya adalah jalankan mandat UUPS, yaitu Pasal 16 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) atas pelaksanaan Pasal 13,14 dan 15 UUPS, terhadap aplikasi program Extanded Producer Responsibility (EPR).
Celakanya, KLHK telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, ini jelas merupakan peta buta dan berpotensi merugikan perusahaan berkemasan/non kemasan, serta masyarakat sebagai pembayar EPR.
Baca Juga: Halusinasi Pelarangan Kantong Plastik dan Plastik Sekali Pakai (1)
Kepala Seksi Bina Peritel KLHK Agus Supriyanto mengungkapkan, bahwa Permen LHK No. P.75 tahun 2019 merupakan turunan dari UU No. 18 tahun 2008 pasal 14 dan 15 serta PP No. 81 tahun 2012 pasal 12 sampai 15 (Baca: KLHK Atur Pengurangan Sampah oleh Produsen Lewat Permen LHK No 75).
Penulis membantah pernyataan KLHK tersebut, perlu diketahui bahwa Permen LHK No. P.75 tahun 2019, bukanlah turunan UUPS yang sah, karena hanya dibuat dalam bentuk Peraturan Menteri, tapi harusnya pelaksanaan EPR harus berbentuk PP, sebagaimana amanat Pasal 16 UUPS, untuk menjalankan Pasal 13,14 dan 15.
Baca Juga:Â Pengamat sebut solusi sampah plastik ada pada pengelolaan
Artinya pelaksanaan EPR, kebijakannya harus dibuat dan diputuskan oleh lintas kementerian dan lembaga serta stakeholder lainnya. Lalu ketuk palu DPR RI dan di tanda tangani oleh Presiden Jokowi, bukan melalui Menteri LHK.
Pelaksanaan EPR (Pasal 15 UUPS), harus terlebih dahulu menyiapkan suprastruktur dan infrastuktur (sistem) pengelolaan sampah di sumber timbulannya (Pasal 13 UUPS), serta menentukan label nilai ekonomi kemasan produk yang berahir jadi sampah (Pasal 14 UUPS), itulah amanat Pasal 16 UUPS.
Baca Juga:Â Asrul Hoesein: Menteri LHK Siti Nurbaya Keliru Sikapi Sampah Plastik