Perlu Revisi UU. Pemilu dan Parpol
Pasal 222 UU. Pemilu berbunyi, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".
Secara perolehan suara sah nasional pada Pemilu 2019, Golkar memperoleh 12,31 persen, PAN 6,84 persen dan PPP 4,52 persen. Total, perolehan suara sah nasional koalisi mencapai 23,67 persen.
Sangat susah menemukan pemimpin atau partai politik yang berani mengajukan figur-figur pembaharu sebagai presiden dan wakil presiden. Pintu-pintu para capres terkunci, walau ada kader yang mumpuni. Bila sutradara merasa tidak cocok dengan selera koalisi dan kepentingannya, ya mundur saja. Walau punya integritas atau prestasi sebagai leader
Nampak sepertinya Indonesia ini sudah terkotak-kotak alias tertutup atau terkunci, masyarakat hanya jadi penggembira pesta demokrasi lima tahunan itu. Hasil survey bacapres tidak cukup signifikan, paling banyak lima figur dan itu-itu saja. Sungguh susah menemukan calon presiden yang bisa muncul secara alami (kader) yang belajar politik dan dilahirkan oleh parpol itu sendiri.
Karena parpol saat ini memang minim pengkaderan dan memaksakan koalisi karena adanya ambang batas 20% yang susah diikuti, satu parpol saja, PDIP. Tapi apakah Presiden Jokowi masih konsisten berada di pilihan Megawati sebagai pemain kunci di pemerintahan Jokowi pada dua periode. Kalau Presiden Jokowi ikuti "rasa", dipastikan akan mendukung pilihan Megawati.
Kenapa rasa? Jokowi masuk sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Presiden dua periode, serta Gibran Walikota di Solo (menggeser kader senior PDIP di Solo) dan Bobby Nasution Walikota di Medan, semua diusung oleh PDIP yang tentu Megawati sangat berperan di dalamnya, termasuk Prabowo Subianto. Tapi sepertinya dalam politik, rasa nomor seratus.
Jika ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau Presidential Threshold (PT) menjadi 0 persen maka ada dua pihak yang paling dirugikan. Mereka yakni pihak Istana dan PDIP sebagai partai politik pemenang pemilu.
Istana diprediksi pada Pemilu 2024 khususnya Pilpres akan menjadi King Maker. Jika ambang batas dihapus juga tidak punya pengaruh bagi PDIP. Namun ambang batas capres banyak yang gugat, karena dianggap memanipulasi hak rakyat sebagai pemilih.
Apa Kabar Kader Parpol?
Minus kader, sebuah fakta sejarah. Semalam (17 Juni 2022), Kongres Partai NasDem mengusung capres tiga orang di luar kadernya. Maka terbaca  Partai NasDem belum berani mengajukan capres dari kader sendiri, terpaksa ikuti irama calon koalisi. Tentu dalam politik, bukan lahir tanpa sebab.