Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari Pilihan

Kemerosotan Integritas Organisasi Profesi Pasca Reformasi

3 Mei 2022   21:12 Diperbarui: 4 Mei 2022   15:10 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Integritas, Sumber: Bea Cukai.

"Nilai-nilai integritas sangat penting untuk diterapkan dalam sebuah organisasi atau perusahaan, agar semua orang di dalamnya bisa saling percaya dan pada akhirnya bisa lebih cepat untuk mencapai tujuan bersama" Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.

Benar bahwa dalam memenuhi hak Warga Negara Indonesia dalam berserikat dan berkumpul yang dijamin Pasal 28 UUD 1945 selaku konstitusi tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun perlu disikapi dengan bijak, jangan ditelan mentah-mentah sehingga terkesan bebas tanpa batas.

Pasca reformasi atau pemerintahan Soeharto, organisasi usaha, profesi, ormas dan lain sebagainya semakin tidak menentu keberadaannya baik untuk menjaga, memelihara, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.Terlebih sebagai mitra sejajar dengan pemerintah.

Indonesia sedang mengalami kemerosotan kultur dan budaya politik akibat ulah elit politik. Etika berpolitik sudah mulai ditanggalkan sehingga yang terjadi saat ini adalah politik tanpa keadaban. Pemerintah sebagai pembina utama organisasi seakan membiarkan terjadi resistensi. Tanpa memikirkan dampak negatif bila terjadi dualisme organisasi dalam satu bidang.

Memahami dan menjalankan amanat Pasal 28 UUD 1945 tentang berserikat dan berkumpul yang dijamin pemerintah semakin liar, artinya siapapun yang akan membuat perkumpulan bebas saja mendapatkan pengesahan dari Kemenkum dan HAM cq: Ditjen Administrasi Hukum Umum. Tapi janganlah diaplikasi atau ditelan mentah-mentah sehingga terkesan bebas tanpa batas.

Pemerintah diduga seakan membiarkan saja sebuah organisasi profesi "tandingan" yang baru bermunculan tanpa memikirkan dampak atau resistensi internal.

Bila organisasi menegakkan kedisiplinan terhadap anggotanya. Anggota yang berhadapan dengan disiplin atau pelanggaran organisasi, tidak segan-segan keluar tinggalkan organisasinya dan lalu mendirikan organisasi baru.

Semua nantinya akan disahkan oleh Kemenkum dan HAM dengan dasar utama UUD 1945, tanpa mempertimbangkan azas manfaat serta resistensi yang berpotensi muncul dikemudian hari. Seharusnya hal ini diatur dalam AD/ART organisasi tersebut yang diintegrasi dengan amanat undang-undang yang mengikat organisasi profesi tersebut.

Bila pemerintah membiarkan kebebasan tanpa batas toleransi, maka sangat berpotensi terjadi komplik horizontal dalam internal organisasi yang berkomplik.

Ujungnya masyarakat bisa menjadi bingung menghadapi kehidupan tidak menentu dalam organisasi yang berkait dengan kehidupan masyarakat dan dunia usaha, seperti kesehatan (IDI), pendidikan (PGRI), ekonomi (KADIN) dan hukum (Peradi).

Hampir pasti semua organisasi profesi di Indonesia mengalami perpecahan, lalu muncul organisasi baru sebagai tandingannya. Sebuah fenonena yang kurang elok di negara Panca Sila dan pasti ujungnya menghasilkan ketidakdisiplinan dalam berorganisasi.

"Integritas adalah kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Pikiran, hati  dan perbuatan harus sejalan seirama." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Sampah (PKPS) Indonesia.

PDSI Tidak Perlu Berdiri

Ikatan Dokter Indonesia atau The Indonesian Medical Association yang kemudian disingkat IDI didirikan sekitar 72 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1950. Sebuah organisasi yang sangat perlu solid, profesional dan disiplin tingkat tinggi, karena menyangkut pada kesehatan manusia itu sendiri secara langsung.

IDI yang dikenal sebagai organisasi profesi yang paling solid selama ini, juga ahirnya dapat angin "kebebasan atas reformasi yang kebablasan" juga terjadi perpecahan, seharusnya tidak terjadi. Jelas ini akibat daripada keputusan IDI yang mencabut atau memberi sanksi pada Dokter Terawan, sudah dapat diduga atau diprediksi asal muasalnya.

Lalu kemudian berdirilah Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) yang resmi dideklarasikan pada Rabu (27/4/2022). Entah mau kemana organisasi dokter ini, apa hanya sebagai organisasi paguyuban dokter atau memang ingin menjadi "tandingan IDI sebagai organisasi profesi" yang baru dan di inisiasi oleh mantan staf khusus (stafsus) dr Terawan Agus Putranto, yakni dr. Jajang Edi Priyatno.

Celaka bila PDSI ingin menjadi tandingan IDI, organisasi profesi jangan sampai terjadi dualisme, pemerintah harus tegas dan mencegah. Bila pemerintah cq: Presiden Jokowi tidak mencegahnya, maka bisa diduga perpecahan ini memang ada campur tangan atau dimanfaatkan oleh oknum pemerintah dalam memberi ruang gerak mafia farmasi, entahlah???

Seharusnya Dokter Terawan jangan membiarkan atau tidak seharusnya mensupport berdirinya PDSI kalau sebagai organisasi profesi, kecuali hanya paguyuban saja. Sebagai seorang perwira tinggi, Dokter Terwan harus berbesar hati menerima kebijakan atau sanksi dari IDI. Kalaupun merasa benar, silakan gugat IDI.

Pemerintah harus selektif disini, karena bisa berakibat negatif pada dokter sendiri yang dianggap tidak patuh pada organisasinya, yang akibatnya ke masyarakat sebagai pengguna atau pemanfaat dari profesi mereka.

Jelas pula bahwa PDSI ini dipastikan tidak akan sesolid dengan IDI, karena IDI sesungguhnya sepertinya ingin menegakkan kedisiplinan dalam organisasinya terhadap "etika" dari masalah dokter Terawan yang diduga itu menjadi sumber masalah antara IDI dan anggotanya dan wajarlah IDI menegakkan aturan tersebut. 

IDI patut diapresiasi dan pemerintah cq: Menkes harus dukung IDI karena penegakan kedisiplinan dalam organisasinya, demi menjaga profesionalisme IDI sebagai wadah para dokter yang menjalankan kewajibannya sebagai mitra sejajar pemerintah.

Semua Pecah dan Ambisius?

Sebelum IDI, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) organisasi profesi para pengacara ini juga pecah, Kamar Dagang dan Indonesia (KADIN) juga mengalami nasib yang sama, muncul Kadin tandingan. Yuk mari semua kembali belajar berorganisasi, sebagaimana masa Presiden Soeharto yang tegas dalam membina organisasi profesi.

Termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pecah. Ya, apa artinya semua, bila pemerintah tetap mengakui sebagai mitra hanya satu organisasi? Organisasi tandingan itu hanya labeling tanpa difungsikan sebagai partner pemerintah.

Begitu juga Kadin, seharusnya solid dalam satu organisasi, Kadin ini sangat penting bersatu menguatkan diri dan perlu mendapat dukungan dan dikuatkan oleh pemerintah. Kadin ini sangat penting keberadaannya sebagai induk organisasi pengusaha dan industri.

Pasca Kadin pecah, organisasi dibawah Kadin juga sudah tidak terkontrol lagi, semua organisasi pengusaha umumnya dualisme dan hampir pasti semua abai terhadap aturan mengikuti akreditasi sebagai anggota luar biasa dari Kadin, sebagai syarat anggota luar biasa Kadin untuk melakukan sertifikasi pada calon anggota biasa di Kadin. 

Makanya muncul dengan mudahnya organisasi-organisasi profesi usaha sejenis dibawah Kadin, maka jelas dengan kondisi tersebut terjadi di Indonesia dengan bebasnya. Terbaca pula bahwa umumnya pengurus organisasi usaha tidak lagi memahami keberadaan Kadin dibawah sebuah UU No. 1 Tahun 1987 Tentang Kadin, yang juga ikut terdampak pada UU. No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Semua organisasi tersebut diatas setidaknya ada beberapa organisasi profesi yang perlu dan harus solid, karena berdampak negatif pada anggota dan masyarakat. Misalnya IDI (kesehatan), Kadin (ekonomi dan industri), PGRI (pendidikan).

Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) juga pecah, ini juga parah karena berdampak negatif pada masyarakat perdesaan. Harusnya jangan ada ruang terjadi dualisme, pemerintah harus menjamin keutuhan mereka dan menjaga atas keutuhannya, ini semua menghadapi rakyat secara langsung. Perlu memberi panutan yang benar dan bertanggungjawab.

Paling krusial dan rawan dari ketiga organisasi tersebut adalah IDI, karena menyangkut kesehatan manusia. Organisasi IDI ini harus solid dalam satu organisasi sebagai mitra sejajar pemerintah. Jangan sampai terjadi dualisme.

Organisasi profesi ini memang sangat penting sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi Indonesia, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional. Pemerintah butuh "mitra sejajar" tersebut sebagai pelayan rakyat.

Memadukan secara seimbang keterkaitan antar-potensi nasional, dalam dimensi tertib hukum, aturan, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor usaha, dan hubungan luar negeri.

Pasuruan, 3 Mei 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun