Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

100% Kantong Plastik Berbayar Pemicu Darurat Sampah di Indonesia

26 April 2022   13:04 Diperbarui: 26 April 2022   13:05 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sampah plastik menyumbat pintu air irigasi, Sumber: DokPri.

"Tak ada orang yang akan sukses jika tidak siap menghadapi dan menanggulangi kesulitan-kesulitan dan mempersiapkan diri memikul tanggung jawab." Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.

Sejak munculnya penolakan keras oleh Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta, atas kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang diawali dengan Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 17 Desember 2015, pihak elit KLHK tidak pernah stabil mengeluarkan kebijakan dalam menyelesaikan masalah sampah.

Sekedar publik ketahui bahwa sebelum KPB diberlakukan oleh pemerintah. Pada tanggal 15 November 2015, penulis melalui GiF menemui Dirjen PSLB3 KLHK ibu Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, didampingi Direktur Pengelolaan Sampah PSLB3 KLHK Ir. R. Sudirman (saat ini menjabat Staf Ahli Menteri PUPR) dan stafnya. GiF menyampaikan solusi sampah dan meminta pada Dirjen PSLB3 agar ditunda untuk memberlakukan KPB, karena suprastruktur dan infrastruktur pengelolaan sampah terdepan (bank sampah) belum beres.

Setelah Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar melaunching KPB di Bundaran HI Jakarta, penulis terus menggugat pihak KLHK agar menyetop kebijakan tersebut sampai sekarang, karena sangat merugikan masyarakat dan juga tidak menyelesaikan masalah sampah. Malah diduga keras terjadi gratifikasi (korupsi) dengan memperkaya orang lain.

Baca Juga: Di Ambon, Kantong Plastik Berbayar Ditetapkan Rp 5.000

Setelah KLHK gagal mengantisipsi sampah melalui kebijakan tersebut, walau didukung banyak pihak. Termasuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), termasuk asosiasi-asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, (LSM) dalam dan luar negeri serta pihak-pihak lainnya. 

KLHK Merubah KPB Menjadi KPTG

Keinginan keras oleh pihak KLHK menutupi masalah atas kekeliruaan kebijakan yang sangat fatal itu, maka bukti kebingungannya, SE KPB-KPTG berulangkali berubah. Selanjutnya pada medio 2016 berubah menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) setelah SE ke-2 No : S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, yang diberlakukan sejak tanggal 21 Februari 2016 yang bertepatan juga dengan Hari Peduli Sampah Nasional.

Perubahan prasa KPB ke KPTG itu hanya pengalihan perhatian publik saja, artinya hanyalah permainan prasa kalimat dengan makna yang sama, agar kantong plastik yang di jual oleh toko ritel atas kebijakan berdasar SE KPB tersebut tidak "terkesan  atau terbaca" di jual. Padahal kata "berbayar" sama saja artinya "tidak gratis" alias kantong plastik tetap berbayar. Sungguh kejam permainan prasa kata atau kalimat ini oleh KLHK. karena teriindikasi pungutan liar (pungli), disebabkan hanya berdasar sebuah SE, seharusnya melalui peraturan pemerintah karena memungut uang di masyarakat, melalui toko ritel atau pasar modern.

KPTG, tidak selesai sampai disitu. Guna melindunginya, pihak PSLB3 KLHK terus mengangkat isu-isu baru yang seakan ingin menyelesaikan masalah sampah, khususnya sampah plastik. Misalnya masalah Isu Ramah Lingkungan, PPn Plastik Daur Ulang, Cukai Kantong Plastik, Aspal Mix Plastik, Kantong Plastik Ramah Lingkungan, Larangan Sedotan Plastik, Kampanye Masif Penggunaan Tumbler, PS-Foam, Pemberian DID pada Pemda yang melarang plastik, Mendorong Pemda menerbitkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik  atau plastik sekali pakai (PSP).

Baca Juga: Kantong Plastik Berbayar Digugat ke MA

Ilustrasi: Stop jual kantong plastik di Ritel dan Pasar Modern, Sumber: DokPri.
Ilustrasi: Stop jual kantong plastik di Ritel dan Pasar Modern, Sumber: DokPri.
Misteri Kantong Plastik

Ironinya, bukan hanya kantong plastik yang masuk kategori PSP, tapi hampir semua kemasan berkategori PSP. Tapi yang menjadi sorotan KLHK dan ikut K/L lainnya, hanya PSP tertentu dan lebih menyorot pada kantong plastik. Hanya sedikit dimunculkan PSP lainnya misalnya sedotan plastik, botol air mineral. Ahirnya muncul redesain botol air mineral tanpa label, tapi juga produk tersebut tidak dijual bebas di pasar umum, diduga kamuflase saja.

Malah karena seriusnya Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membentuk tim hhusus yang berlabel Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Tingkat Nasional melalui Surat Keputusan (SK) No. 536/Menlhk/Setjen/PLB.0/7/2016. Namun ahirnya stag juga dewan ini, yang hanya bekerja beberapa bulan. Padahal KLHK mengumpulkan semua ahli termasuk K/L dan akademisi, artis, LSM, asosiasi, sosiolog di dalam dewan tersebut.

Baca Juga: Ahok: Aturan di DKI Lebih Maju Ketimbang Surat Edaran Kantong Plastik Berbayar

Dewan ini tentu KLHK harapkan bisa membendung koreksi atau gugatan GiF, agar dapat memberikan pertimbangan solusi, meningkatkan komunikasi, menyiapkan instrumen pengawasan, melakukan advokasi, mendukung kampanye dan membantu evaluasi program pengelolaan sampah di Indonesia. Tapi ahirnya lumpuh juga, dan tidak tahu kemana orang-orangnya saat ini. Baca beritanya di "Pemerintah Bentuk Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional"

"Saya hanya bertanggung jawab atas apa yang saya katakan tidak untuk apa yang kamu mengerti." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) di Indonesia.

Baca Juga: "Kresek" Berbayar, Ini Tanggapan Industri Plastik

Padahal sangat nyata bahwa dewan tersebut semata ingin menghambat koreksi GiF atas KPB-KPTG. Dengan alibi GiF tidak masuk dalam struktur dewan, sementara pada saat yang bersamaan GiF di undang oleh Direktur Pengelolaan Sampah PSLB3 KLHK untuk membicarakan solusi KPB-KPTG. Padahal sangat nyata GiF ingin memberikan solusi, bukan mencari masalah. Tapi pihak KLHK tidak merespon positif dan malah menciptakan resistensi terhadap kehadiran GiF di tengah masalah KPB-KPTG.

Berulang kali penulis selaku Founder GiF Jakarta yang sekaligus sebagai Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya, meminta pada PSLB3 KLHK agar diberi kesempatan menjelaskan hal KPB-KPTG pada rapat dewan pengarah sampah nasional tersebut, namun ruang itu tertutup rapat pada GiF, ahirnya GiF mengirim solusi tersebut ke berbagai K/L terkait. Termasuk pada Ombudsman RI.

Ahirnya juga dewan pengarah sampah nasional yang di SK kan oleh Menteri LHK dan di ketuai oleh Nabiel Makarim, Dipl. Eng. Chem, MSM, MPA, Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Gotong Royong, tidak bisa berbuat apa-apa. Begitulah kalau memang hanya ingin menutup masalah dan bukan niat ingin menyelesaikannya. Padahal masalah KPB ini sangat mudah diselesaikan bila KLHK dan stakeholder lainnya terbuka dan jujur apa adanya, jangan malah menghindari GiF sebagai pemberi solusi.

Justru dewan itu mati suri dan tidak kedengaran dan terlihat solusi apa yang telah dihasilkannya sampai sekarang. Sebaiknya Menteri LHK membubarkan dewan itu, namun sebelumnya memberi laporan pertanggung jawaban, karena telah menggunakan uang negara dalam keberadaannya yang banyak diikuti atau dimasukkan unsur luar dari KLHK, seperti asosiasi, LSM, lintas K/L, perorangan dan lain sebagainya.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang EPR sesuai Pasal 16 UUPS, Sumber: Dokpri.
Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang EPR sesuai Pasal 16 UUPS, Sumber: Dokpri.

Strategi KLHK Mati Akal

Strategi pihak KLHK dengan mengikutkan lintas K/L, sesungguhnya sangatlah keliru dan mati akal, terbaca ingin menutup KPB-KPTG yang memang diduga keras terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang (abuse of power) oleh Dirjen PSLB3 KLHK yang waktu itu dijabat oleh ibu Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, yang saat ini menjabat Dewan Pengawas Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Klik Ig.Adupi di Sini.

Padahal semestinya pihak Ditjen PSLB3 KLHK setelah menerima penjelasan dan analisa serta solusi tertulis KPB-KPTG dari GiF, segera membawanya ke rapat dewan pengarah sampah nasional. Agar dibahas lintas stakeholder, tapi malah solusi itu diabaikan tanpa membahas secara serius oleh KLHK sampai sekarang, setelah terjadi pergantian pejabat dirjen dan direktur-direktur di Ditjen PSLB3 .

Pada fakta dan analisa sederhana dari kejadian atau progres tersebut, penulis berkesimpulan memang KLHK tidak berniat menyelesaikan KPB-KPTG yang telah menjadi misteri, hanya ingin mencari celah untuk menyembunyikan masalah tersebut. Tentu semuanya ini akan berdampak negatif, dan menghambat penanganan sampah secara umum di Indonesia. 

Presiden Jokowi, DPR RI, ataupun Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa atau KPK), turun tangan menyelesaikan masalah ini, berapa banyak uang rakyat terserap dari KPB-KPTG tersebut sejak 2016 sampai sekarang 2022. Mungkin sudah mencapai puluhan triliun rupiah mengendap pada pengeksekusi kebijakan tersebut yang turut diduga terjadi gratifikasi korupsi.

Baca Juga: Kantong Plastik Berbayar

Sebagai kesimpulan adalah, segera Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Bali serta Bupati/Walikota mencabut kebijakan larangan kantong plastik atau PSP. Karena kebijakan tersebut, sama saja menyuruh pedagang melanggar aturan agar lalai dari tanggungjawabnya.

Juga kepada Toko Ritel dan Modern agar segera kembali ke jalan yang benar, dengan menghentikan penjualan kantong plastik dan memberi gratis kantong plastik atau wadah belanjaan sebagai kewajiban untuk memenuhi hak konsumennya, sebagai mana amanat Pasal 612 dan Pasal 1320 KUH Perdata, baca somasi di STOP Kantong Plastik Berbayar, Dukung Uji Materil ke Mahkamah Agung RI.

Hentikan KPB-KPTG, karena bukan dengan kebijakan "menjual dan melarang" penggunaan kantong plastik atau PSP tersebut untuk menyelesaikan masalah sampah di Indonesia, tapi dengan melaksanakan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), khususnya laksanakan Pasal 12,13,14,15,21, 44, 45 serta khususnya segera laksanakan Pasal 16 UUPS.

Karena Ditjen PSLB3 KLHK sangat keliru besar, membiarkan penjualan kantong plastik dan di lain sisi melarang menggunakannya. Kebijakan yang kontra produktif. Kebijakan tumpang-tindih tanpa nalar dan rasa, hanya mendahulukan dan mempertahankan egoisme serta adanya faktor suka dan tidak suka saja sehingga masalah sampah Indonesia jauh dari solusi yang jujur dan berkeadilan pada semua pihak.

Deli Serdang, 25 April 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun