"Hanya Indonesia bila menghadapi hari raya maka harga kebutuhan pokok meningkat, akibat pembiaran impor bahan pangan. Sementara negara-negara lain justru menurunkan harga bila menghadapi hari raya." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.
Menyoal penjelasan Menteri Pertanian (Mentan) Prof. Dr. Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, di Senayan, Jakarta, Senin (11/4). Baca beritanya di DPR ke Mentan: Gila Negara Ini, Kalau Surplus Pangan dari Impor.
Alasan klize Mentan Prof. SYL, mengatakan "kurang anggaran" sehingga produksi pangan dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri, ahirnya impor meningkat. Tanpa orang sekolahpun bisa menjawabnya, harusnya mengajukan program kreatif untuk memampukan petani untuk membangun pertanian organik.
Sungguh sangat tidak cerdas dan kreatif Sang Komandan, panggilan akrab Mentan SYL, mantan Gubernur Sulawesi Selatan. Jelaslah butuh proses membangun ketahanan pangan Indonesia, harus didahului membangun pondasinya melalui pekerjaan yang berorientasi program. Tanpa pertanian organik, Indonesia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tanpa impor.
Selama ini, siapapun Menteri Pertanian, sama saja pola pikir dan pola tindaknya, dengan membiarkan impor bahan pangan. Karena hanya sibuk bagi-bagi alsintan tanpa perhitungkan azas manfaatnya. Bagaimana Indonesia bisa maju dan berdaulat pangan, kalau menterinya berpikir proyek saja, tidak ada yang berpikir untuk memulai pembangunan pertanian organik yang serius, karena banyak yang diuntungkan oknum pejabat dan pengusaha bila pembiaran impor.
Baca Juga:Â Dahsyat! Biaya Perjalanan Dinas Kementan Rp1,1 Triliun
Semua Menteri Pertanian dalam menghadapi sektor pangan, pasti dengan orientasi proyek, orientasi proyek jelas yang dipikiran adalah hanya semata kalkulasi anggaran yang ada sebagai biaya, bukan investasi. Maka mereka mengurus negara sama saja hitung dagang alias untung rugi semata yang dipikirkan, sepertinya akan berdagang dengan rakyatnya. Padahal pemerintah tidak boleh berdagang dengan rakyat.
Ngeri-ngeri sedap membaca penjelasan Mentan Prof. SYL, bahwa sebagai pemimpin ia ingin komoditas pangan tidak impor, namun hal itu sulit untuk dilakukan lantaran keterbatasan anggaran.Â
Alasan ini tidak akan berahir bila Indonesia tidak segera meninggalkan pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk kimia. Anggaran pasti bertambah, apalagi per 1 April 2022 pupuk subsidi diberlakukan PPn 11%.
Kutip kalimat Mentan SYL pada berita itu "Saya juga sama perasaannya. Kenapa harus impor kalo bisa disiapkan, cuma masalahnya di mana uangnya ini? Insyaallah, tapi ini enggak mudah dan butuh proses. Kita sudah terlanjur impor daging sapi 1,2 juta ekor per tahun dan kita tiba-tiba enggak impor, ya enggak bisa, kita butuh Rp. 30 triliun itu doang," katanya.