Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sumpah, Sampah Mampu Biayai Dirinya Sendiri

25 Maret 2022   10:07 Diperbarui: 25 Maret 2022   10:19 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ketidaktegasan Pemerintah Pusat dalam menerapkan regulasi sampah menjadikan Pemerintah Daerah (Pemda) ikut tidak disiplin dalam mengelola sampah di daerah, maka terjadinya Indonesia darurat sampah bukan karena masyarakat yang tidak sadar, tapi elit stakeholder sampah yang tidak peduli pada bangsanya." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.

Kenapa Indonesia Darurat Sampah? Fakta selama kurun waktu 2015-2022, dalam perjalanan empiris, penulis mengamati secara langsung di hampir semua daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah dan pemda acuh tak acuh menjalankan UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), ahirnya Indonesia terjadi darurat sampah.

Coba baca UUPS dan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012, sangat jelas bahwa TPA open dumping harus alias wajib di setop tahun 2013 dan fakta sampai hari ini, sekitar 438 TPA di seluruh Indonesia masih open dumping. Jadi semua TPA di Indonesia wajib dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh aparat hukum Polisi dan Jaksa serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan membagi bobot masalahnya.

Alasan pemerintah bahwa tidak ada biaya, itu alasan omong kosong dan sangat imposible alasan klasik itu, baca deh Pasal 15 UUPS, industri produk berkemasan yang menjadi sumber utama pabrik sampah, wajib menarik kembali sisa produknya alias sampah produknya.

Baca Juga: Apa Kabar Usia 12 Tahun UU Sampah?

Ulah Oknum Pemerintah

Memang berat terlaksana pengelolaan sampah di Indonesia tertata baik sesuai regulasi sampah, karena Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marives) sebagai Kordinator Nasional Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah) tidak mengagregasi lintas kementerian yang ada dalam Jaktranas Sampah, sementara itu merupakan tugas pokoknya sebagai kordinator nasional. Pemerintah pusat hanya mendorong daerah melaksanakan Jaktranas melalui Jakstrada, tapi justru dilepaskan saja tanpa memberi panutan kedisiplinan yang tegas dari pemerintah pusat.

Nampak nyata Kemenko Marves banyak bicara tentang ke arah teknis pengolahan sampah, seharusnya bicara atau manage non teknis  atau lebih ke arah harmonisasi antar pemangku kepentingan (stakeholder) dengan membahas sisi pengelolaan (managemen) sampah dalam hal ini membahas suprastruktur atau membangun sistem persampahan yang terang benderang.

Diperparah lagi bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai Dewan Pengurus Harian Jaktranas Sampah, juga abai pada UUPS. Maka jangan heran bila Indonesia tidak menemukan solusi yang benar dan bertanggungjawab.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Seperti contoh penulis kemukakan bahwa KLHK menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen (Permen LHK P.75) untuk menjalan Pasal 15 UUPS itu sangat jelas keliru besar dan melabrak regulasi sampah UUPS.

Kenapa keliru ?

Ya.... Karena Permen LHK P.75 itu melabrak UUPS ahirnya hanya menjadi permen lelucon saja alias  peta jalan yang buta dan sangat buta.

Karena pemerintah cq: KLHK dibawah kordinasi Menko Marves dalam menjalankan Pasal 15 UUPS bukan melalui Permen LHK tapi melalui Peraturan Pemerintah, sebagaimana amanat Pasal 16 UUPS, yaitu menerbitkan PP untuk pelaksanaan Pasal 13,14 dan 15 UUPS. Menjalankan Pasal 15 UUPS, KLHK tidak boleh tunggal membicarakannya, tapi harus melibatkan seluruh stakeholder dan keputusannya tertuang dalam peraturan pemerintah dengan cap stempel dan tanda tangan Presiden Jokowi, bukan menteri KLHK yang bertandatangan.

Contoh Kasus Tanpa Regulasi  

Berdasarkan pemberitaan media online MataExpose (Ketua YAKSINDO: Pengelolaan Sampah Kawasan Harus Berdasar UUPS) dimana penjelasan Rita Ningsih, sebagai Kepala Seksi Pengangkutan Sampah Dinas LHK Provinsi DKI Jakarta, bahwa adanya angkutan sampah dari kawasan ke TPA Bantargebang milik Pemrov. DKI Jakarta masih berdasar Peraturan Daerah (Perda) Prov. DKI Jakarta No.3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah (Pergub Sampah Jakarta).

Penjelasan Rita tersebut sangat jelas tidak memahami bahwa Pergub Sampah Jakarta melanggar UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), yang sangat terang benderang pada Pasal 44 UUPS untuk membuat perencanaan penutupan TPA sejak 2009, karena terhitung tahun 2013 TPA Open Dumping harus ditutup, dengan mengganti Control Landfill atau Sanitary Landfill.

Baca Juga: Ketua YAKSINDO :  Pengelolaan Sampah Kawasan Harus Berdasar UUPS

Sejalan dengan pernyataan Nur Rahmad Ahirullah atau Nara (Ketua Yaksindo) yaitu "Coba baca UUPS pasal 13 UUPS tentang kewajiban pengelola sampah yang ujungnya adalah menghentikan kawasan buang sampah ke TPA.

Artinya Ketua Yaksindo tersebut menyesalkan Rita Ningsih yang sebaiknya tidak mendukung pelanggaran dalam pengelolaan sampah di kawasan, tambah Nara pada Media Mata Expose.

Apa yang dilakukan oleh DLH Pemprov. DKI Jakarta tersebut, sama saja yang di jalankan oleh hampir seluruh daerah dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia. Menurut penulis pemerintah pusat yang harus bertanggungjawab, karena membiarkan masalah tersebut berlarut-larut.

Sangat miris melihat dan menyaksikan kinerja oknum-oknum elit Kemenko Marves dan KLHK dalam menjalankan tupoksinya. Nampah nyata tidak ada niat menyelesaikan masalah sampah di Indonesia. Malah diduga terjadi intimidasi pribadi, karena hanya ingin mendengar yang sepaham (baca: subyektif) dengan mereka pada khususnya itu terjadi pada tingkat elit kementerian dan pemda seluruh Indonesia.

Sebagai kesimpulan bahwa apa yang penulis ungkap diatas itu sangat mampu dibuktikan kesalahan dan kebenarannya. Termasuk sudah banyak penulis tuangkan dalam berbagai media elektronik, cetak dan online. Termasuk penulis terbitkan buku "Bank Sampah, Masalah dan Solusi" silakan download e-Booknya di Sini.

Surabaya, 25 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun