Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Kehalalan Logo Halal Indonesia

20 Maret 2022   19:40 Diperbarui: 21 Maret 2022   05:52 2074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masih menyimpan pertanyaan besar kemana dana sertifikasi dan pelabelan halal selama dikelola Majelis Ulama Indonesia (MUI), bagaimana pengaturan antara MUI dan Pemerintah cq: Kementerian Agama, karena MUI adalah organisasi massa (ormas)? Kalau ada dana itu, lalu siapa yang menyimpan dan mengelolanya?" Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo).

Banyak kalangan menganggap Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas melakukan langkah kontroversi mengambil alih dan merubah logo halal dari MUI yang diganti dengan logo halal berlambang Gunungan Wayang. Termasuk Wakil Ketua Majelis Ulama (MUI) Anwar Abbas blak-blakan mengaku heran dengan kebijakan Menag Yaqut tersebut.

Penulis menilai langkah Menag Yaqut ini sangat tepat pemerintah mengambil alih pelabelan logo halal karena dana-dana yang muncul dari kebijakan tersebut bisa tertata atau diatur penggunaannya dengan jelas dan terbuka. Sebenarnya sejak dari dulu pemerintah harus ambil alih dari MUI.

Penulis menyarankan pada MUI bahwa tidak perlu kecewa dengan keputusan pemerintah ini, didukung saja dan MUI jelas pantas masuk Tim Penilai Halal BPJPH.

Karena kalau MUI terus menohok Meneg Yaqut, bisa panjang masalahnya dan akan bergeser ke masalah lainnya yang bisa saja terkait masalah pelabelan masa lalu. Jadi sudahlah ihlas saja.

Sudah benarlah Menag Yaqut. Walau memang bisa saja dianggap kontroversi karena ini sebuah langkah berani atau terobosan yang perlu diapresiasi dalam merubah penanggungjawab pelabelan logo halal dari MUI (sebagai ormas) ke pemerintah, yang memang sejak lama harus atas nama pemerintah yang megeluarkan sertifikasi dan logo halal.

Baca Juga: Baca Juga: Kemenag Tetapkan Logo Halal Baru, Wajib Dipakai Secara Nasional

Sehat dan Halal

Paling penting bagi masyarakat adalah produk itu sehat dan halal saja untuk di konsumsi, konsumen percaya saja pada penentu kebijakan pelabelan. Toh yang bertanggungjawab pada negara dan Tuhan Ymk kembali pada pemberi logo ataupun sertifikat halal.

Namun janganlah pemerintah membuat intrik ditengah masalah ini. Karena kelak akan terbongkar juga pada masanya, apalagi soal produk halal sangat bersentuhan dengan agama. Kerjalah yang halal, apalagi soal logo dan sertifikasi halal.

Baca Juga: Diambil Alih Menag Yaqut Cs, Berikut Besaran Ongkos Sertifikasi Halal, Duh Selih Biayanya Jauh Banget Sama MUI.

Opini ini ditujukan pada si penanggungjawab atau si penilai kehalalan itu, termasuk perusahaan produk yang akan diberi label halal. Apakah sudah bekerja dengan jujur berintegritas (Baca: Halal) pula sesuai tupoksi para pihak.

Perlu diketahui bahwa perusahaan dan penilai kehalalan (baca: Kepala BPJPH Kemenag) perlu memperhatikan standar operasional prosedur (SOP) penilaian lalu memutuskan sebuah produk dapat dan/atau halal tidaknya dan tanpa konspirasi pada perusahaan pemilik produk didalam pemberian sertifikasi dan logo halal. Sepertinya perlu ada institusi independen antara pemberi dan penerima kebijakan.

"Janganlah kita membahas Logo dan Sertifikasi Halal, tapi kerja dan keputusan jauh dari kehalalan, efeknya akan merugikan orang banyak, apalagi uang sertifikasi dan logo halal janganlah di korupsi."

Baca Juga: MUI Tanggapi Perbandingan Tarif Sertifikasi Halal 4 Juta Vs 650 Ribu, Jangan Pakai Kaget!

Polemik Logo Baru Halal

Ahir-ahir ini terjadi polemik tentang logo baru "label halal", sampai memperbandingkan logo halal negara lain yang justru bernuansa Islami dibanding logo halal baru Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam.

Dimana negara-negara yang minoritas Islam malah lebih menampakkan Islamnya. Ya wajar juga protes atau kritisi publik begitu keras.

Sebaiknya Pemerintah cq: Kemenag yang diberi kewenangan, agar ikut mendengar koreksi dan pendapat tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, budayawan dan lainnya yang banyak muncul di media dan warung-warung kopi.

Tangkaplah suara-suara itu, lalu adakan perubahan yang perlu. Jangan alergi menerima koreksi. Karena selama ini, kekurangan elit pejabat adalah menolak koreksi dan saran.

Yakinlah rakyat akan patuh bila pemerintah mengikuti norma yang adil dan bijaksana. Rakyat akan melawan bilamana terjadi penyimpangan oleh pengelola negara.

Baca Juga: Label Halal Harus Melalui Peraturan Pemerintah Bukan SK BPJPH

Pesan Kepada Menteri Agama

Agar terjadi paripurna kebijakan dan halalnya pe-"Label"an dan Sertifikasi Halal, kepada Menag Yaqut agar pertimbangkan saran sebagai berikut:

  1. Sesuaikan bobot regulasi dan bawaan atau bobot kebijakannya, agar nilai kehalalan dari kebijakan tersebut memenuhi standar atau norma hukum tata negara dan pemerintahan serta agama.
  2. Segera mencabut Keputusan Kepala BPJPH No. 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan mengusulkan pada Presiden dan DPR-RI untuk dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Sertifikasi dan Label Halal atau Jaminan Produk Halal sebagai pengganti PP No. 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU. No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
  3. Desain beberapa logo halal lalu minta persetujuan rakyat (menghindari polemik) melalui DPR-RI dan dituangkan dalam PP tentang Sertifikasi dan Label Halal.
  4. Diharapkan Kemenag dan seluruh jajaran yang menangani pelabelan halal ini agar bekerja dengan jujur dan adil, agar kehalalan dari pelabelan halal tersebut bisa dinikmati oleh para pihak.

Seperti itulah saran penulis bahwa kebijakan atas pelabelan halal ini harus dikeluarkan melalui Peraturan Pemerintah (PP), bukan melalui SK BPJPH, karena SK BPJPH ini sangat lemah Pak Menteri, ingat ini menyangkut duit besar dalam pelabelan. Harus ditata dan diurus berdasarkan PP, bukan berdasar kebijakan yang labil atau lemah seperti SK BPJPH.

Bisa menjadi bancakan korupsi yang lebih besar masalahnya dikemudian hari bila pemerintah tidak berhati-hati dalam keputusan sertifikasi dan label halal ini.

Baca Juga: Blak-blakan Orang MUI: Siapa Sebenarnya Menteri Agama Ini...

Halalnya Label Halal

Bila pengusaha dan pejabat yang berwenang pemberi label dan sertifikat halal tidak bekerja sesuai norma. Apakah bisa dikatakan bahwa logo halal dan sertifikat halal itu menjadi tidak halal.

Maka demi menjaga produk halal menjadi halal sepenuhnya, hindarilah perbuatan curang dan termasuk hindari korupsi dalam pelaksanaan mulai dari penilaian sampai pada tahap pemberian label dan sertifikat halal.

Masyarakat Harus Kawal

Dalam mencegah menyimpangan pelabelan (Baca. Korupsi), masyarakat dan/atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus ikut cerdas dan peduli serta ikut serta mengawasi atau memantau perusahaan yang ada disekitarnya termasuk ikut memantau pejabat yang diberi kewenangan untuk mengeluarkan keputusan pelabelan.

Bangsa Indonesia lagi sakit moral alias mental lagi bermasalah, korupsi disegala lini, integritas tergerus oleh napsu hedonis atas materi dan kekuasaan.

Maka jalan satu-satunya adalah masyarakat harus cerdas dan peduli untuk ikut mengawasi jalannya pemerintahan. Jangan takut, karena ada UUD 1945 menjadi pijakan utama mengawasi jalannya roda pemerintahan.

Baca Juga: Penjelasan Lengkap Apa Itu Label Halal dan Siapa Saja yang Harus Memilikinya

Tentu dengan alasan perbaikan tatanan untuk mencegah menyimpangan. Maka pemerintah terus melakukan perubahan termasuk tentang produk makanan dan minuman serta produk lainnya terhadap kewajiban pemberian label dan sertifikat halal pada produk yang dimaksud.

Pemerintah harus menyambut kritisi publik, karena kritisi merupakan bukti kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap sebuah kebijakan, dan ini merupakan fenomena yang sangat positif di Indonesia.

Artinya jangan tanggung melakukan perubahan, tunjukkan kebaruan itu secara serius dan konsisten serta tidak mencederai publik (Baca: Konsumen), dimana produk yang akan di label halal itu akan berahir di konsumen juga. Jadi wajarlah kalau ikutkan masyarakat memberi sumbangsih pemikiran, sekalipun kritik itu tajam.

Baca Juga: Kejar Target, Kemenag Beri Sertifikasi Halal Gratis untuk UMK

Bisa menghindarkan diri dari praktik curang oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab atas produknya. Di waktu yang sama, fenomena halal membuka peluang besar bagi siapa saja untuk mengambil peran sebagai auditor halal.

Berpindahnya urusan pelabelan dari MUI ke pemerintah maka tentu ke depan banyak dibutuhkan tenaga auditor halal tersebut,  karena banyak perubahan kelak akan terjadi dan bakal terus meningkat permintaan auditor itu seiring dengan berkembangnya budaya halal di Indonesia.

Satu harapan kepada BPJPH Kemenag adalah sedapatnya barang-barang kegunaan yang tidak masuk akal disertifikasi, agar dicabut atau dihentikan. Janganlah membuat aturan yang tidak logis.

Catatan: Opini ini ditulis dalam mengisi waktu luang dalam perjalanan CityLink Jakarta-Surabaya (18.20-19.25 WIB).

Surabaya, 20 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun