Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Halusinasi Pelarangan Kantong Plastik dan Plastik Sekali Pakai (1)

14 Maret 2022   02:28 Diperbarui: 14 Maret 2022   02:35 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis bersama pemulung sampah di TPA Bangkabelitung, Kepulauan Riau. DokPri #GiF

"Menjadi semangat tersendiri dan terus bergairah untuk mengingatkan masyarakat luas bahwa apa yang terjadi sejak 2015 sampai 2022, adanya mahluk aneh bin ajaib yang terus berhalusinasi dengan cara kampanye sesat atas pelarangan plastik dan pembahasan plastik sekali pakai (PSP) saja untuk menyelesaikan sampah Indonesia yang didominasi organik" Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.

Asal muasal pelarangan PSP berawal dari pelarangan kantong plastik kresek, itu terjadi pasca penolakan atau koreksi yang terus digencarkan oleh penulis terhadap kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) sejak bulan februari 2016 dimana beberapa bulan kemudian nama KPB bergeser menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) sekitar bulan oktober 2016. Padahal KPB dan KPTG sama saja maknanya adalah menjual kantong plastik kresek, semoga Tuhan Ymk mengampuni hamba-Nya yang tersesat.

Memang absolut harus dikoreksi masalah KPB-KPTG ini karena kebijakan itu memang diduga terjadi abuse of power oleh oknum pejabat elit di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sampai sekarang kebijakan keliru atas penjualan kantong plastik itu masih berlangsung sampai sekarang, mungkin masyarakat sudah tidak merasakan lagi "membeli" kantong kresek, yang seharusnya "wajib" gratis, karena kewajiban penjual memberi wadah atas pembelian produk dagangannya kepada pembeli (KUH Perdata).

Skenario Pengalihan Isu

Panjang dan padat cerita sebenarnya, tapi penulis persingkat antara 21 Februari 2016 (launching KPB) di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai berubah nama lagi menjadi KPTG sekitar oktober 2016.

Waktu demi waktu berlalu, oleh oknum pelaku kebijakan keliru KPB-KPTG melakukan pertemuan bersama dengan beberapa Walikota dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah di Banjarmasin Kalimantan Selatan (15-16/4/2018) atas undangan KLHK cq: Ditjen Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3 KLHK) dimana undangan itu ditandatangani oleh Dr. Novrizal Tahar (d/h: Direktur Pengelolaan Sampah) pada PSLB3 KLHK.

Pertemuan Banjarmasin itu diduga untuk meramu strategi seakan pelarangan kantong plastik atau PSP itu datang atau bersumber dari pemerintah daerah (pemda) bukan dari KLHK. Sungguh hinalah bila dugaan ini benar adanya, semoga salah.

Semua rencana itu diduga keras oleh penulis karena KLHK khususnya oknum elit PSLB3 menginginkan pengalihan perhatian atas pelarangan kantong plastik tersebut agar "bergeser" sumbernya dari KLHK ke pemda, sekaligus untuk menutup tema sentral masalah abuse of power yaitu dugaan terjadinya korupsi grarifikasi KPB-KPTG oleh oknum elit KLHK bersama partnernya.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Penulis yang menghadapi dan ikut memantau atau monitoring langsung masalah KPB-KPTG tersebut sedikit mencium aroma ketidaktenangan para oknum pelaku KPB-KPTG, maka terjadilah pertemuan Banjarmasin selama 2 hari (minggu/senin) itu dimana PSLB3 dibantu oleh anak-anak muda yang didorong tampil di depan sebagai "banper" sekaligus merangkap tukang kampanye pelarangan kantong plastik, kemasan plastik botol, sedotan plastik. Dimana ujungnya mereka beri nama proyek kampanyenya dengan singkat saja pakai sebutan plastik sekali pakai (PSP).

Jelas tujuannya untuk memperkuat "pengalihan" isu sebagai motivator pelarangan dari pemerintah pusat (KLHK) ke pemda, agar pelarangan PSP atau kantong plastik bersumber dari bupati/walikota dan gubernur. Tapi sungguh malang nasib rencana itu, karena strategi oknum KLHK tidak terlalu dapat respon dari semua pemda di 514 kabupaten dan kota di Indonesia, hanya sedikit pemda yang mengikutinya. Mungkin karena perlawanan penulis yang tetap konsisten untuk hadapi kedzaliman mahluk-mahluk aneh itu dari dulu sampai sekarang.

Pasca pertemuan para pejabat di Banjarmasin, muncullah kebijakan beberapa walikota di seluruh Indonesia. Lalu menyusul Gubernur Bali dan Gubernur DKI. Jakarta, ikut melarang penggunaan kantong kresek PSP alias kantong plastik kresek melalui sebuah Peraturan Gubernur dan beberapa Peraturan Walikota yang terlebih dahulu muncul. Sampai-sampau pada Toko Ritel di Jakarta saat ini sudah tidak disiapkan lagi kantong plastik kresek diganti dengan menjual tas yang konon di klaim ramah lingkungan, karena bisa dipakai berulang.

Kalau Gubernur Jakarta, Bali dan beberapa Walikota yang telah mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik atau PSP tersebut digugat oleh masyarakat, maka penulis pastikan 100% masyarakat menang. Karena baik Gubernur maupun Walikota tersebut sama saja menyuruh pedagang Toko Ritel melabrak KUHP dan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Sampai isu kantong plastik diperlebar ke larangan sedotan plastik (diganti dengan promosi sedotan plastik menjadi sedotan alumunium dan sedotan multilayer dengan bahan kertas yang dilapisi plastik bercampur. Benar-benar sebuah perbuatan tidak etis dalam urusan sampah di Indonesia oleh elit penguasa Indonesia. Benar-benar KLHK sepertinya stres atas KPB-KPTG yang salah strategi dari awal. Diharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polisi dan Kejaksaan mengambil alih masalah tersebut.

Baca Juga: Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?

Skenario PSP

Setelah oknum sutradara atas pelarangan kantong plastik mungkin merasa kurang berhasil, maka muncullah atau bergeser ke PSP sampai sekarang. Tapi substansi pelarangannya tetap mengarah ke kantong plastik, agak susah mereka membuang istilah kantong plastik kresek secara obyektif. Artinya oknum sutradara yang berada di KLHK sangat susah menghapus istilah "kantong plastik" ke otak atau memalingkan nalar subyektif bupati/walikota dan gubernur yang tetap pada pelarangan kantong plastik atau PSP.

Itulah sebenarnya skenario singkat pergeseran istilah kantong plastik menuju PSP, hal sedotan plastik dan lainnya seperti tumbler itu dan plastik ramah lingkungan, hanya assesories yang ikut panen memanfaatkan ruang dan waktu yang labil dari rencana menutup dugaan kasus korupsi atas KPB-KPTG yang didorong oleh oknum elit pada KLHK cq: Ditjen PSLB3, dimana saat itu Dirjen PSLB3 dijabat oleh Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, sebelum diganti oleh Rosa Vivien Ratnawati, SH.

Baca Juga: Pengamat: Larangan Pemakaian Produk Plastik Kebijakan Keliru Pemerintah

Stakeholder Terkait KPB-KPTG

Pada dokumen-dokumen pelaksanaan kebijakan KPB-KPTG tersebut beberapa lembaga muncul didalam Surat Edaran Ditjen PSLB3 KLHK tersebut, seperti Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Didukung oleh sebagian besar LSM/NGO dalam dan luar negeri yang ikut numpang kebodohan di Indonesia.

Bisa jadi dan penulis menduga keras NGO luar negeri memanfaatkan ruang kosong (bermasalah) ini untuk menarik dana hibah dari luar negeri untuk dipakai di Indonesia dengan klaim peduli sampah. Dalam pengamatan penulis, NGO luar negeri memanfaatkan anak-anak milenial Indonesia sebagai partnernya di garis depan. Namun pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai mereda kegiatan instan tanpa program, seperti bersih-bersih pantai, sungai dan lainnya. Bisa jadi dananya sudah terputus atau memang mereka sudah sadar bahwa dirinya hanya dijadikan banper saja oleh oknum penguasa dan pengusaha nakal yang ikut bermain dibalik masalah KPB-KPTG.

Keliru Menggunakan Surat Edaran

Dalam perjalanan pasca diberlakukannya kebijakan KPB-KPTG ini, sorotan atau kritik terus penulis lakukan kepada pihak KLHK, namun pihak BPKN, YLKI sepertinya memilih diam terhadap sorotan dari penulis. Aprindo sebagai induk organisasi dari Toko Ritel yang menjadi tempat eksekusi KPB-KPTG, tetap melakukan penjualan kantong plastik sampai sekarang. 

Karena pihak KLHK juga belum meninjau kembali kebijakan keliru itu, tetap membiarkan. Padahal hanya bermodalkan Surat Edaran (SE) saja. Padahal penggunaan SE itu untuk kalangan sendiri, bukan untuk umum. Terlebih lagi ada pungutan atas KPB-KPTG itu, apakah itu berkategori sebagai pungutan liar atau pungli? Nanti bagian KPK, Polisi atau Jaksa untuk membuktikannya di depan hukum yang berlaku.

Baca Juga: Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia

Nah yang mengherankan, pihak-pihak diluar dari stakehoder yang penulis sebut diatas itu tetap "memanfaatkan" momentum "pembohongan publik" ini untuk melakukan even-even seminar, FGD, workshop, webinar dan lainnya yang berisi acara kampanye atau sosialisasi larangan penggunaan kantong plastik sampai pada plastik sekali pakai, juga ikut menghantam botol mineral dengan aksi "sandiwara busuk" membawa tumbler. Sepertinya mereka tidak malu mempertontonkan "kebodohannya" membawa tumbler sebagai tanda mengurangi pemakaian (kata halus dari melarang) atau kata lain tidak/anti penggunaan botol plastik mineral.

Semua dilakukan itu sangat nampak hanya untuk mempertontonkan keburukan plastik karena susah terurai, itu alasan utama atas aksi kampanye pelarangan penggunaan plastik. Sekali lagi mereka mempertontonkan kebodohannya.

Itulah judul kampanye yang berhalusinasi oleh para tukang-tukang kampanye yang diperalat oleh dalang masalah atau untuk pengalihan isu KPB-KPTG dengan kalimat "pengganti" ikutan bahwa plastik susah terurai. Kelihatan terjadi kebodohan (kalau tidak paham) dan kemunafikan (kalau paham), terserah pilih yang mana para mahluk yang berhalusinasi itu untuk sekedar mendapat fulus demi dapurnya, kira-kira begitu analisa sederhananya.

Baca Juga: PKPS Merupakan Suprastruktur Ekonomi Sampah

Memang pengaruh kampanye sesat tersebut terhadap isu "plastik susah terurai" mampu membius masyarakat segala lapisan, mulai anak-anak, remaja dan dewasa/orang tua. Termasuk kaum terpelajar, akademisi sampai guru besar ikut tergerus dan percaya pada muatan kampanye sesat itu oleh mahluk-mahluk Tuhan Ymk berhalusinasi atau melakukan halusinasi demi kepentingan sesaat saja.

Jelas itu sebuah halusinasi, karena terjadi gangguan yang membuat seseorang menyaksikan atau mengalami hal-hal yang sebenarnya tidak nyata dan hanya ada di dalam pikirannya sendiri demi fulus. Sensasi yang dirasakan halusinasi sangat nyata, padahal sebenarnya dibuat oleh pikiran karena pengaruh atas kesempatan mendapatkan penghasilan ditengah masalah KPB-KPTG dengan judul kampanye melarang PSP karena sulit terurai.

Memang hal KPB-KPTG ini mengantar dengan mudah berhalusinasi yang dapat memengaruhi secara cepat kelima indra. Ya, kondisi ini tidak hanya membuat seseorang melihat hal-hal yang tidak nyata, melainkan juga mendengar, menyentuh, atau bahkan mengecap sesuatu yang tidak benar-benar ada. Sehingga semua kebenaran diabaikan, malu sudah habis. Pendidikan apalagi, sudah tersandera titel-titel berjejer tak ada makna lagi demi kepentingan sesaat saja atau demi dapur.

Baca Juga: Gubernur Jakarta dan Bali Keliru Sikapi Sampah Plastik

Semoga para mahluk-mahluk yang berhalusinasi tersebut setelah membaca tulisan ini agar kembali sadar, bahwa apa yang mereka lakukan itu hanya semata pembohongan publik saja. Yuk mari sadar kembali, hidup dengan jujur pada rakyat dan keluarga, agar kerja-kerja positif Anda mendapatkan berkah dunia dan ahirat.

Sudahilah perbuatan "halusinasi" Anda tersebut, karena yakinlah KPB-KPTG ini akan membuktikan kekeliruan Anda selama berhalusinasi. Sudah cukuplah Anda merasa terkungkung alias tiarap, mungkin Anda merasakan susah bicara dan bergerak kesana-kemari, karena semua itu merupakan hukuman sosial yang terjadi diluar nalar atau kesadaran sebagai manusia normal.

Sadarlah sahabatku semua untuk Indonesia Bersih Sampah yang tulen dan bukan yang berhalusinasi dengan muatan pembodohan dan pembohongan publik yang terus-menerus Anda lakukan, janganlah menjadi manusia sampah di bumi Indonesia, jangan kotori bumi ini dengan kehidupan hedonis (bersambung)

Jakarta, 14 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun