Bisa jadi dan penulis menduga keras NGO luar negeri memanfaatkan ruang kosong (bermasalah) ini untuk menarik dana hibah dari luar negeri untuk dipakai di Indonesia dengan klaim peduli sampah. Dalam pengamatan penulis, NGO luar negeri memanfaatkan anak-anak milenial Indonesia sebagai partnernya di garis depan. Namun pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai mereda kegiatan instan tanpa program, seperti bersih-bersih pantai, sungai dan lainnya. Bisa jadi dananya sudah terputus atau memang mereka sudah sadar bahwa dirinya hanya dijadikan banper saja oleh oknum penguasa dan pengusaha nakal yang ikut bermain dibalik masalah KPB-KPTG.
Keliru Menggunakan Surat Edaran
Dalam perjalanan pasca diberlakukannya kebijakan KPB-KPTG ini, sorotan atau kritik terus penulis lakukan kepada pihak KLHK, namun pihak BPKN, YLKI sepertinya memilih diam terhadap sorotan dari penulis. Aprindo sebagai induk organisasi dari Toko Ritel yang menjadi tempat eksekusi KPB-KPTG, tetap melakukan penjualan kantong plastik sampai sekarang.Â
Karena pihak KLHK juga belum meninjau kembali kebijakan keliru itu, tetap membiarkan. Padahal hanya bermodalkan Surat Edaran (SE) saja. Padahal penggunaan SE itu untuk kalangan sendiri, bukan untuk umum. Terlebih lagi ada pungutan atas KPB-KPTG itu, apakah itu berkategori sebagai pungutan liar atau pungli? Nanti bagian KPK, Polisi atau Jaksa untuk membuktikannya di depan hukum yang berlaku.
Baca Juga: Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia
Nah yang mengherankan, pihak-pihak diluar dari stakehoder yang penulis sebut diatas itu tetap "memanfaatkan" momentum "pembohongan publik" ini untuk melakukan even-even seminar, FGD, workshop, webinar dan lainnya yang berisi acara kampanye atau sosialisasi larangan penggunaan kantong plastik sampai pada plastik sekali pakai, juga ikut menghantam botol mineral dengan aksi "sandiwara busuk" membawa tumbler. Sepertinya mereka tidak malu mempertontonkan "kebodohannya" membawa tumbler sebagai tanda mengurangi pemakaian (kata halus dari melarang) atau kata lain tidak/anti penggunaan botol plastik mineral.
Semua dilakukan itu sangat nampak hanya untuk mempertontonkan keburukan plastik karena susah terurai, itu alasan utama atas aksi kampanye pelarangan penggunaan plastik. Sekali lagi mereka mempertontonkan kebodohannya.
Itulah judul kampanye yang berhalusinasi oleh para tukang-tukang kampanye yang diperalat oleh dalang masalah atau untuk pengalihan isu KPB-KPTG dengan kalimat "pengganti" ikutan bahwa plastik susah terurai. Kelihatan terjadi kebodohan (kalau tidak paham) dan kemunafikan (kalau paham), terserah pilih yang mana para mahluk yang berhalusinasi itu untuk sekedar mendapat fulus demi dapurnya, kira-kira begitu analisa sederhananya.
Baca Juga:Â PKPS Merupakan Suprastruktur Ekonomi Sampah
Memang pengaruh kampanye sesat tersebut terhadap isu "plastik susah terurai" mampu membius masyarakat segala lapisan, mulai anak-anak, remaja dan dewasa/orang tua. Termasuk kaum terpelajar, akademisi sampai guru besar ikut tergerus dan percaya pada muatan kampanye sesat itu oleh mahluk-mahluk Tuhan Ymk berhalusinasi atau melakukan halusinasi demi kepentingan sesaat saja.
Jelas itu sebuah halusinasi, karena terjadi gangguan yang membuat seseorang menyaksikan atau mengalami hal-hal yang sebenarnya tidak nyata dan hanya ada di dalam pikirannya sendiri demi fulus. Sensasi yang dirasakan halusinasi sangat nyata, padahal sebenarnya dibuat oleh pikiran karena pengaruh atas kesempatan mendapatkan penghasilan ditengah masalah KPB-KPTG dengan judul kampanye melarang PSP karena sulit terurai.