Kesimpulan penulis bahwa agar lebih tertata rapi dalam pemberian "label halal" ini, seharusnya keputusan pelabelan yang baru ini bukan melalui Surat Keputusan Kepala BPJPH tapi wajib melalui Keputusan Presiden atau Peraturan Preseiden atau lebih tepatnya keputusan pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah karena ada uang besar didalam keputusan tersebut.Â
Bukan lagi berdasar UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, tapi harus berdasarkan pada UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK). Dimana UUCK tidak hanya memuat soal ketenagakerjaan, tapi juga mengatur perihal sertifikasi halal suatu produk sampai pada pengelolaan limbah.
Ada sejumlah perbedaan mengenai ketentuan sertifikasi halal yang tertuang di UU Cipta Kerja dengan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Lantas, apa saja perbedaannya? antara lain seperti persyaratan auditor halal, selanjutnya silakan baca kompas di Ketentuan Sertifikat Halal untuk Produk di UU Cipta Kerja atau di Kemenag: UU Cipta Kerja Atur Ketentuan Auditor Halal Harus WNI dan Muslim.
Paling penting ke depan bahwa BPJPH Kemenag RI, perlu melakukan sosialisasi, edukasi dan publikasi Jaminan Produk Halal ini secara masif di masyarakat dan dunia usaha.
Jakarta, 12 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H