Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ada Apa Usaha Pekerja Informal Sampah?

8 Mei 2021   01:55 Diperbarui: 8 Mei 2021   02:22 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis bersama pekerja informal pemulung di TPA Piyungan Bantul DI. Yogyakarta. Sumber: Dok. Pribadi.


"Tidak ada usaha yang memiliki Undang-undang sekelas UUPS yang benar-benar baik dan melindungi seluruh stakeholder hulu-hilir. Sangat jelas sumber dana, baik input dan outputnya dalam regulasi" Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation Jakarta.

Menanggapi sorotan Suyoto Notonegoro (Ketum APPI dan Ketum  Koalisi Persampahan Nasional) di Koran Jakarta (6/5) dengan judul berita "Buruh Sektor Informal Susah Berkembang"

Setiap saat bicara sampah baik secara lokal, regional dan nasional bahkan Internasional, penulis dalam kapasitas sebagai pemerhati dan fokus mengawal regulasi sampah Indonesia. Selalu mengangkat bahasan atau tema penting akan perlunya penguatan #kelembagaan usaha (sosial dan ekonomi) yang saling terikat dalam sektor sampah berbasis regulasi, karena masalahnya ada disana sehingga mereka lemah dan dilemahkan. yaitu ujungnya berimplikasi pada kesejahteraan mereka kaum pekerja informal sampah yang tidak tercapai dan terabaikan.

Tapi penulis belum mendapat partner yang sejalan dan berani mengemuka serta konsisten membela secara independen win-win solusi, baik dari oknum birokrasi, pengusaha dan asosiasi bidang sampah itu sendiri. Umumnya hanya menjadi pecundang atau pendukung dari oknum birokrasi dan pengusaha nakal, parah ini. 

Tapi tetap penulis berusaha kawal stakeholder sampah hulu-hilir secara baik dan bertanggungjawab serta penuh keyakinan positif, demi perbaikan tata kelola sampah Indonesia dan kesejahteraan pekerja informal sektor sampah, industri daur ulang dan pekerja formal dan informal dalam perusahaan produk berkemasan penghasil sampah. Dimana mereka sama-sama perlu mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama dari hulu ke hilir.

Usaha sektor informal khusus pekerja di sampah itu malah bisa lebih baik dari pekerja informal lainnya dan sangat bisa menghampiri dan bahkan bisa sama atau melebihi pekerja sektor formal lainnya, bila mereka diberdayakan dan bukan diperdayakan. Saya yakin itu, karena memang jalannya ada dan jelas dalam regulasi sampah dan regulasi pendukung lainnya.

Usaha sektor sampah itu sangat unik dan ajaib (baik dan dahsyat) bila benar-benar UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolan Sampah (UUPS) berjalan dan bersatu kita kawal. Jangan kita memobilisasi dan perdayakan mereka-mereka yang belum mengerti regulasi itu, khususnya kaum pemulung dan pengelola bank sampah yang kurang paham hak dan kewajibannya. Perlu kita kawal mereka dengan jujur serta konsisten. Jangan menyelam sambil minum air keruh, setop miskinkan mereka dengan informasi paradox.

Regulasi sampah harus diaplikasi dengan benar khususnya Pasal 21 UU. No. 18 Tahun 2008 ttg Pengelolan Sampah (pasal -insentif- itu merupakan pasal kunci dari segalanya atau dari 49 pasal yang ada), sering penulis sebut dan mungkin susah terbantahkan bahwa TIDAK ADA TERJADI CIRCULAR ECONOMI BILA PASAL 21 UUPS TIDAK DIAPLIKASI DENGAN BENAR DAN BERTANGGUNG JAWAB. Bohong bicara circular economi bila tidak aplikasi Pasal 21 tersebut.

Mana ada asosiasi atau komunitas yang berani bicara dan meminta pelaksanaan pasal itu. Guna membela pemulung, pelapak, pengelola bank sampah dengan benar ??? Banyak mendukung, tapi dalam tanda petik alias wacana saja. Oknum-oknum memanfaatkan kekurangan para pekerja informal sektor sampah tersebut.

Tidak ada usaha yang memiliki undang-undang sekelas UUPS yang benar-benar melindungi seluruh stakeholdernya. Sangat jelas sumber dana (input dan outputnya), cuma 99% oknum penguasa dan pengusaha membalikkan fakta dan memangsa serta membiarkan dana itu dikuasai oleh sebuah persekongkolan parsial atau kemitraan jahat bersekat. 

Membohongi dan membodohi pekerja informal di sektor sampah... lalu tidak ada yang berani bicara dan konsisten, umumnya masuk angin bila masuk bicara pada pembelaan obyektif serta dengan mudahnya berubah menjadi subyektif demi fulus dari sampah. Parah ini, karena nampak kepura-puraannya pada peduli lingkungan, justru mereka memangsa bumi dan lingkungan secara umum, karena mengambil hak-hak kaum marjinal di persampahan.

Umumnya mereka membuat program berlabel ramah lingkungan atau peduli UMKM dengan atas nama pemulung, pelapak ataupun bank sampah. Tapi justru mengambil untung dibalik itu demi kepentingan kelompoknya saja. Kondisi itu semua terdeteksi dengan jelas dan faktual.

Lalu di lain sisi pekerja sektor informal sampah terdepan termasuk pemulung, pelapak dan pengelola bank sampah tidak mengetahui adanya #hak yang melekat pada mereka, ahirnya dikibuli oleh oknum-oknum jahat saja. 

Dana CSR perusahaan berkemasan atau perusahaan lainnya dikeluarkan untuk dan atas nama mereka, tapi mereka tidak menikmatinya, cuma atas nama saja. Padahal dana itu bukan diperuntukkan untuk kaum elit berdasi, baik oknum penguasa maupun pengusaha nakal. Ahirnya perusahaan CSR yang bersangkutan tidak tercapai investasi sosialnya di masyarakat sebagaimana amanat regulasi CSR itu sendiri.

Mengingatkan pula pada birokrasi dan perusahaan CSR, bahwa dana CSR itu bukan uang negara, jadi tidak boleh dimasukkan atau di-posting ke Kas Negara (APBN) atau ke Kas Daerah (APBD), dana CSR peruntukannya langsung kepada perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sedikit penulis tambahkan untuk sama disimak penjelasan melalui keterangan penulis pada YouTube Sampah Indonesia Channel berikut ini

Kenapa Bank Sampah Mati Suri


Yuk, mari hentikan pembohongan dan pembodohan publik ini demi Indonesia Bersih Sampah tahun 2025.

Makassar, 8 Mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun