Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Keinginan Amien Rais Belum Tercapai?

10 Mei 2020   17:59 Diperbarui: 10 Mei 2020   18:01 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Amien Rais | KOMPAS

Membaca dan memantau perjalanan politik Partai Amanat Nasional (PAN) besutan Prof. Dr. H. Amien Rais dan kawan-kawan pasca reformasi PAN dideklarasikan di Jakarta pada 23 Agustus 1998 oleh 50 tokoh nasional, menjadi semakin prihatin dan prediksi akan semakin kerdil. 

Tokoh pendiri PAN diantaranya Amien Rais, Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Rizal Ramli, Albert Hasibuan, Toety Heraty, Emil Salim, Drs. Faisal Basri, M.A., A.M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie, dan lainnya (sejarah PAN baca di wikipedia)

Kebetulan penulis pernah terjun di partai politik dan menjadi pengurus Partai Golkar (1995-1999), sempat mundur dan selanjutnya bersama teman-teman mendirikan PAN di Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam masa transisi keluar dari Partai Golkar tersebut, penulis terkesima dengan platform pada awal berdirinya PAN (sedikit bernostalgia) sempat menaruh harapan dan termotivasi mendirikan PAN Bone Provinsi Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Hanafi Rais Mundur dari PAN, Keluarga Amien dan Zulhas Bakal Pecah

Namun tidak sampai pada deklarasi pendirian PAN Bone, penulis tinggalkan panggung politik sama sekali. Karena saat itu sempat membaca situasi di DPP PAN yang kurang elok atas tersingkirnya atau proses keluarnya Faisal Basri. Sempat membaca bahwa ada pola kepemimpinan yang kurang bijak.

Termasuk sungguh disayangkan langkah yang ditempuh Amien Rais yang banyak kontroversi. Sisi lain, harus diakui pula bahwa Amien adalah salah satu tokoh nasional yang pernah dielu-elukan masyarakat. Bersama para mahasiswa dan tokoh pergerakan lainnya, Amien berjasa membidani lahirnya reformasi.

Tapi sekecil apa pun, peran Amien memang tidak bisa dieliminir dalam kehidupan politik di Indonesia. Karena di sisi lain, sejarah mencatat Amien sebagai salah satu tokoh yang berani mengeritik Soeharto, presiden RI yang dikenal sangat otoriter. Jarang ada yang bisa lolos bila berani berhadapan dengan penguasa Orde Baru itu.

Baca Juga: Sejumlah Pengurus di Daerah Usulkan Amien Rais Bentuk PAN Reformasi

Cemburu pada Amien Rais

Jujur kadang penulis cemburu, betapa enaknya menjadi seorang Amien Rais, politisi senior Indonesia ini seakan bisa mengatakan dan melakukan apa saja tak peduli dampaknya terhadap siapa pun. Seolah enteng melontarkan pernyataan yang pada akhirnya bisa memakan kredibilitasnya.

Padahal beliau seorang guru besar politik, pasti memahami bahwa "perkataan" itu seperti pedang bermata dua. Bisa menyayat lawan tapi juga bisa mengiris diri sendiri. Lidahnya sangat piawai dan tajam memainkan kata-kata dengan diksi yang menggetarkan. Faktanya bahwa Amien selalu meremehkan Jokowi.

Baca Juga: Soal PAN Reformasi, Kubu Zulkifli Hasan Minta Kader Tak Manfaatkan Amien Rais

Oh Pak Amien Jangan dirikan Partai Baru

Sebenarnya Amien Rais tidak perlu mendirikan partai baru, dan dipastikan akan menunai kekecewaan yang lebih luar biasa bila partai baru itu lolos berdiri. Walau dalam konstitusi halal hukumnya. Tapi akan menjadi preseden buruk dalam perpolitikan di Indonesia.

Fenomena pendirian partai baru pasca reformasi, masih saja menjadi "kesenangan" para politikus di Indonesia. Sebuah praktek buruk parpol di Indonesia. Bahwa bila kalah dalam kompetisi internal, pelarian selalu mendirikan partai baru. Kasian ??? 

Memangnya rakyat suka ?

Rakyat saat ini sudah sangat cerdas. Sangat paham bahwa dirinya (baca: rakyat), hanya dijadikan obyek saja. Rakyat paham bahwa para oknum politikus bila sudah tercapai maksudnya, lalu menjadi amnesia selama masa jabatannya.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Rilis Kepengurusan PAN 2020-2025, Tak Ada Amien Rais

Terbaik, Amien-Zulhas Segarkan PAN

Kalau sekiranya Amien Rais dan kawan-kawan merasa kepemimpinan besannya sendiri Zulkifli Hasan (Zulhas) kurang berkenan bagi perkembangan PAN ke depan, ya perbaiki saja secara internal. Itulah tantangannya dalam sebuah pembangunan. Amien-Zulhas, bisa dikatakan gagal bila tidak selesaikan kisruh PAN pasca Kongres Kendari. 

Akibat Zulhas konon dikabarkan mendekat pada Presiden Jokowi pasca Kongres ke-V PAN di Kendari Sulawesi Tenggara yang memenangkan Zulhas. Zulhas mendekat, karena diduga Zulhas ada masalah hukum. Ahirnya pendekatan ke Jokowi, tapi entah apa sebabnya.

Sederhana dan tidak susah bagi Amien dan Zulhas untuk duduk bareng internal keluarga atau duduk di meja makan ala Nabi Muhammad membicarakan sekaligus mengurai benang kusut yang ada dalam PAN dan kelangsungan karier politik generasinya. Baik pada keluarganya, maupun PAN sendiri.

Karena yang pasti bahwa walau Amien Rais mendirikan partai baru, tidak akan berkembang partainya tersebut. Pamor Amien Rais tidaklah sehebat pada awal-awal reformasi. Harusnya para pendukung atau gerbong Amien Rais dan Hanafi Rais berpikir. Tapi nasi sudah jadi bubur ya ????

Amien Rais akan mengorbangkan anaknya sendiri karena syahwat politik yang mengebu-gebu tanpa pertimbangan dari berbagai sudut pandang. Apa seh yang Amien Rais cari ? Bukankah Amien sudah mengantar dan mengawal putera-puteri dalam bidang politik.

Misalnya Hanafi Rais seharusnya tidak perlu mundur dari seluruh jabatannya selaku Anggota DPR-RI dan sekaligus keluar dari PAN. Seharusnya bertahan saja sambil membenahi PAN bersama adik kandungnya Mumtaz Rais yang juga menantu Zulhas Ketum PAN.

Enaklah mereka meramu solusi, sepertinya keluarga Amien Rais dan Zulhas ini perlu belajar dan baca Strategi SunTzu. Kedua keluarga besar ini, mestinya duduk bersama dalam satu meja makan berputar, dengan hidangan kepiting bakau. Pasti menemukan solusi tanpa mengorbankan silaturahmi keluarga.

"Saya memang masih cukup muda dalam berpolitik, namun saya paham tata krama. Saya tidak menganut mental mutungan, cengeng, dan melodramatik dalam berjuang untuk kebaikan," ucap Mumtaz Rais.

Baca Juga: Tak Sejalan, Mumtaz Sebut Hanafi Rais Baper Politik

Seharusnya kedua orang tua ini, Amien Rais dan Zulkifli Hasan menurunkan sedikit ego syahwat politiknya demi generasi mereka dan PAN sendiri serta perbaikan iklim perpolitikan di Indonesia kearah yang lebih baik.

Tapi senyatanya Amien Rais merasa masih ada PR besar yang harus dikendalikannya sendiri. Begitu pula Zulhas seharusnya membaca potensi besar yang akan hilang bila Hanafi harus tinggalkan PAN. Yakin deh, kedua keluarga besar ini akan rugi dan ikut merugikan PAN sendiri.

Karena dengan adanya perang antara kubu politikus kawakan Indonesia Amien Rais dan Zulhas tersebut, rakyat atau konstituennya akan bersiap-siap meninggalkan semua kelompok ini. Karena sangat tidak memberi teladan dalam perjalanan politik yang sehat di negeri yang masih belajar demokrasi.

Surabaya, 10 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun