Ketika kita diberikan cobaan (baca: masalah) dalam hidup, artinya kita sedang diuji sebelum diberikan tingkatan lebih tinggi.
Sebelum memasuki bulan suci Ramadan 1441 Hijriah atau 2020 Masehi, Indonesia telah dilanda pandemi Covid-19. Wabah tersebut awalnya turun di Wuhan China. Ahirnya menjalar ke seluruh dunia dan semua memberi nama yang sama corona virus.
Sampai Ramadan pada minggu ke-2, pandemi Covid-19 belumlah berahir di seluruh dunia dan termasuk di negara kita Indonesia. Prediksi periode puncak pandemi virus corona di Indonesia disebutkan akan dimulai pada awal Mei dan berakhir sekitar awal Juni.
Keterangan ini disampaikan oleh Ketua Tim Pakar Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia Wiku Adisasmito dalam konferensi pers pada 16 April lalu melalui akun Youtube Sekretariat Presiden (Baca beritanya di Sini)
Menurut laporan yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Rabu (22/4/2020), mengatakan bahwa kemungkinan penurunan emisi gas rumah kaca akibat pandemi Covid-19 tidak akan cukup menghentikan perubahan iklim.
Organisasi itu mendesak pemerintah untuk mengintegrasikan aksi iklim ke dalam rencana pemulihan pasca pandemi. Covid-19 dapat menghasilkan pengurangan sementara emisi gas rumah kaca, tetapi itu bukan pengganti dari tindakan iklim berkelanjutan, demikian pernyataan organisasi berbasis di Jenewa (Baca beritanya di Sini)
Baca Juga:Â Ramadhan di Tengah Wabah Corona di AS, Terasa Sepi dan Sunyi
Corona dan Ramadan
Sedari awal penulis selalu menyemangati diri, keluarga, kolega, birokrasi, akademisi sampai kepada teman pekerja pemulung sampah. Memberitahu pada setiap kesempatan, bahwa jangan panik adanya Covid-19. Tenang dan ihlas serta sabar menerimanya. Jangan bersedih karena semua ada manfaatnya.Â
Jangan terpancing dengan "terpaksa" bisnis dadakan untuk memanfaatkan situasi dalam kesempitan. Corona pasti akan memunculkan karakter atau sifat asli manusia. Karena memang, diyakini bahwa maksud Tuhan Ymk menurunkan wabah ini, lebih kepada substansi domimasi pada pesan moral.
Coba kita merefleksi dari sudut bisnis atau dagang. Pada bulan Ramadan bermunculan para ibu-ibu melakukan atau berdagang menu buka puasa, takjil dan lain sebagainya. Sebenarnya ini merupakan sindiran tahunan kepada kaum adam yang lalai bertanggung jawab pada kaum hawa.
Hal yang sama saat munculnya wabah pandemi Covid-19 secara global muncul bisnis atau perdagangan yang lebih luas lagi dalam urusan Alat Pelindung Diri (APD), Bisnis obat-obatan generik atau herbal. Sampai menyentuh seluruh kehidupan dan juga masuk pada pengaruh bisnis minyak bumi yang turun drastis.
Secara obyektif teguran tersebut ditujukan pada pemerintah bahwa bangsa Indonesia memiliki jiwa usaha atau dagang yang perlu diberi jalan atau kesempatan untuk mewujudkan atau menumbuh kembangkan jiwa wiraswasta. Hanya saja peluang itu tertutup karena birokrasi terlalu dominan ikut campur tangan untuk monopoli kegiatan alias korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).Â
Baca Juga:Â Daftar Durasi Puasa Ramadhan 2020 di 59 Kota Dunia, Kenapa Beda-beda
Allah SWT menghendaki umat Islam menunaikan ibadah haji satu kali saja seumur hidup. Ini merupakan bentuk peringanan sekaligus kasih sayang Allah SWT terhadap umat Islam.
Corona, Masjid dan Haji
Corona sampai menyentuh pada aktifitas kegiatan keagamaan, sebut misalnya himbauan tidak shalat berjamaah di masjid (Jumat dan Tarawih) sampai penundaan pelaksaanaan Haji dan Umrah. Semua karena imbas atau teguran dari Tuhan Ymk melalui Covid-19 yang perlu dipahami agar umat Islam melakukan perubahan pada dirinya.Â
Khusus dalam penundaan pelaksaanaan ibadah Haji dan Umrah, patut disyukuri atas teguran melalui wabah Corona dalam konteks ini. Agar semua pihak memahaminya bahwa ibadah haji jangan dijadikan sebagai ibadah unjuk kekuatan materi dan kekuasaan.
Coba bayangkan, beberapa pejabat mulai bupati/walikota, gubernur sampai pada elit kementerian serta orang kaya dan pejabat penguasa lainnya di daerah. Melaksanakan Haji dan Umrah berkali-kali, sementara banyak rakyat dan orang-orang tua tunggu antrian panjang bertahun-tahun karena quota habis (baca: Masa Tunggu Antrean Haji Lebih dari 10 Tahun, Ini Penjelasannya)
Sedikit gambaran bahwa, saat penulis melaksanakan ibadah haji Tahun 1999 (usia penulis 37 tahun), pada saat itu di depan makam Rasulullah Saw di Madina dan disaksikan Ibu kandung (kebetulan bersama almarhumah melaksanakan ibadah haji). Berikrar bahwa makruh hukumnya penulis melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali.
Alasan utamanya adalah ingin memberi kesempatan pada umat muslim yang lain untuk melaksanakan haji, sekaligus memberi kode atau menggugah kepada yang lain agar tidak melaksanakan ibadah haji berulang kali. Karena ibadah haji cuma diwajibkan sekali dalam hidup.
Maka melalui musibah Corona ini, marilah kita menyadari dan melakukan perubahan terhadap diri. Bahwa bila memiliki dana atau kekuasaan, lebih afdol berikanlah kesempatan pada orang lain. Bantulah orang disekitar Anda untuk melaksanakan ibadah haji.Â
Bila perlu kelebihan uangnya disedekahkan saja atau berikan kepada orang tua, keluarga atau sahabat atau anak buahnya di kantor untuk dipergunakan melaksakan ibadah haji atau umrah. Amalannya lebih tinggi daripada pergi haji berkali-kali ke Tanah Suci.
Baca Juga:Â Ketua PBNU Apresiasi Kebijakan Penghentian Sementara Ibadah Haji dan Umrah, Berikut Alasannya
"(Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa, ada pahala yang besar." (Al-Quran: Suruh Ali Imran ayat 172)
Restorasi Hidup Kehidupan
Ramadan dan Corona sama saja tujuannya adalah kembali merestorasi atau merehabilitasi sikap dan sifat manusia secara keseluruhan, yang dinilai bermasalah oleh Tuhan Ymk. Hanya saja Corona bersifat umum atau globalisasi, sementara Ramadan untuk merestorasi umat muslim.
Kami harapkan kepada pemerintah dan pemda, janganlah terlalu menampakkan keangkeran situasi menyikapi pandemi Covid-19. Fokus pencegahan pada jaga jarak untuk cegah penyebarannya. Boleh tapi jangan berlebihan dan lebih khusus janganlah di korupsi uang perbantuan terdampak pandemi Covid-19. Â
Wahai kawanku setoplah dulu korupsi, rakyat dan bumi sangat sedih dan menangis merontah karena ulah para birokrasi yang tidak malu lagi berhenti melakukan penyalahgunaan jabatan, wewenang atau kekuasaannya.
Mari kita bersama memperbaiki diri dan keluarga, berilah makan pada keluarga dari rezeki yang halal. Sikapi dan hayati makna pandemi Covid-19 ini dengan baik dari sisi kemanuasiaan maupun pada sisi atau sikap kita dalam beragama atau berketuhanan.
Termasuk kerukunan umat beragama agar senantiasa dipelihara dengan baik. Hubungan antar negara dijaga sebaik mungkin. Tidak ada kehidupan tanpa perbedaan, jadikan perbedaan sebagai motivasi atau dorongan dalam pembangunan diri dan bangsa.
Jangan karena Corona, hubungan kemanusian tercabik-cabik. Tapi justru karena adanya Corona diharapkan manusia memahami kekeliruannya. Bukan malah menambah kekeliruan atau ketidakwarasan dalam hidup kehidupan.
Baca Juga:Â Sebelum Corona COVID-19, Ibadah Haji Pernah Terkendala pada 6 Periode Ini
Pastinya dan sangat diyakini bahwa Tuhan melalui si Corona bermaksud menegur atau meminta dan memerintahkan kepada semua manusia di muka bumi tanpa kecuali untuk segera bertobat dan melakukan introspeksi dan merestorasi diri dalam gaya hidup atau sikap dalam bermasyarakat.
Tidak perlu dipermasalahkan lagi tidak adanya shalat Tarawih berjamaah dan shalat Jumat di masjid. Diganti saja dengan shalat Zuhur. Sementara shalat Tarawih dengan mudah dilaksanakan sendiri di rumah atau secara berjamaah dengan keluarga, seumur tidak akan dapat bonus seperti ini. Hanya dengan Corona, bisa dapat dispensasi dari Tuhan Ymk.Â
Kalau kita menyadari semuanya, patutlah kita bersyukur adanya Covid-19. Anggaplah semua ini merupakan hadiah berlimpah dari Allah Swt. Ataukah sekiranya umat muslim dalam keadaan bersalah, berarti pemerintah dan ulama yang menanggung dosanya bila tidak berjamaah di masjid. Â Jadi sesungguhnya tidak ada masalah ?
Jadi semuanya tidaklah menjadi problem dan termasuk pula bahwa dengan ditiadakannya shalat Tarawih berjamaah di masjid, juga tidak mengurangi keberkahan Ramadan. Sedikitpun tidak ada mengurangi kesucian Ramadan.
Pada prinsipnya kehadiran pandemi Covid-19 bila dihayati mendalam berdasar ilmu, iman dan taqwa. Tidaklah menjadi masalah apalagi menyulitkan, justru akan memberi pembelajaran hidup kehidupan yang lebih cerah di masa yang akan datang.
Marilah bersama menerimanya dengan hati yang lapang serta ihlas dan sabar, agar Covid-19 segera pulang ke habitatnya bersama berahirnya Ramadan. Selanjutnya manusia melakukan perubahan demi kehidupan yang lebih baik lagi. Insya Allah, Aamin Yra.
Surabaya, 12 Ramadan 1441 H | 5 Mei 2020 M
SumberFoto: di Sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H