Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Masjid Fenomenal Karya La Mappayukki Raja Bone ke-32 Tahun 1941

30 April 2020   07:05 Diperbarui: 30 April 2020   07:16 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebetulan sebelum masuk kedaruratan pandemi Covid-19 sekitar 4 (empat) bulan lalu, penulis sempat berkunjung ke tanah kelahiran di Watampone, ibukota Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.

Tepatnya di Tanah Bugis, Watampone, dengan Taglin Kota Beradat. Disinilah tanah kelahiran penulis, juga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dilahirkan di kota ini.

Posisi Watampone sekitar 174 Km dari Kota Makassar, ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Sekitar 4 Jam perjalanan dengan melewati Kabupaten Maros arah ke Timur dari Bandara Sultan Hasanuddin Mandai Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. 

Kabupaten Bone termasuk sebuah kerajaan besar di Indonesia dan populer di Nusantara yang mencapai puncaknya pada Raja Bone ke-15 Arung Palakka pada abad 17 yang tampil sebagai penguasa di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.

Ilustrasi: Raja Bone ke-15 Arung Palakka. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: Raja Bone ke-15 Arung Palakka. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Melengkapi artikel ini agar bisa menjadi daya tarik untuk berkunjung, sedikit menambahkan bangunan lainnya di luar masjid untuk  melengkapi informasi pada turis domestik dan mancanegara. Penulis menambahkan patung Arung Palakka yang posisinya juga tidak terlalu jauh dari Masjid Raya Watampone tersebut.

Sebagaimana diketahui, bahwa Bone duhulu adalah kerajaan besar di Sulawesi Selatan, termasuk salah satu kerajaan Islam Nusantara yang memiliki peran signifikan dalam catatan sejarah tersebarnya Islam di Jazirah Sulawesi pada abad ke-17 yang tak dapat dipungkiri eksistensi dan pengaruhnya dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya.

Kabupaten Bone saat ini dipimpin oleh seorang birokrat tulen yang kebetulan teman sekolah penulis sejak SMP, yaitu Dr. H. M. Fahsar Padjalangi, M.Si. sudah menjabat dua periode,  Bupati Bone ini pula termasuk cucu Raja Bone. Pemimpin bersahaya dan sangat dekat dengan penulis. Bukti kedekatan bisa diperhatikan foto dibawah ini.

Ilustrasi: Peninggalan Raja Bone, Mimbar Masjid Raya Watampone. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: Peninggalan Raja Bone, Mimbar Masjid Raya Watampone. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Kerajaan Bone dibawah Raja Bone ke-32 La Mappanyukki (1931-1946) telah membangun "Masjid Al-Jami Al-Ihsan" tapi lebih populer dengan nama "Masjid Raya Watampone".

Masjid ini memiliki ciri dan ragam hias arsitektur bangunan yang hampir sama dengan masjid-masjid kuno yang ada di Sulawesi, Jawa, Sumatra, Maluku, Kalimantan, dan lain-lain. Tapi masjid ini tidak memiliki banyak ornamen, sebagai mana masjid lainnya. 

Keberadaan Masjid yang terletak di pusat kota Watampone ini, menjadi penting untuk diangkat guna menggali nilai-nilai akeologis dan seni budaya Islam yang sangat berharga untuk dilestarikan.

Masjid ini akan dipugar oleh Pemda Bone atas dukungan Kalla Group milik JK, bagian utama masjid tetap dipertahankan atau tidak di bongkar untuk mempertahan ciri utamanya sebagai peninggalan Raja Bone.

Hanya bagian depan yang menghadap ke Jalan Masjid Raya yg akan di renovasi, dengan rencana anggaran sekitar 20 Milyar. Masjid ini mampu menampung sekitar 1.400 jamaah dan setelah di renovasi diperkirakan akan menampung 2.500 jamaah.

Ilustrasi: Bagian belakang Masjid Raya Watampone. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: Bagian belakang Masjid Raya Watampone. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Salah satu ciri Masjid Raya Watampone sebagai masjid kuno adalah beratap tumpang dan memiliki Balubu (Baca: Bejana) pada ujung atap masjid yang terbuat dari keramik Cina yang konon kabarnya keramik itu berasal dari masa Dinasti Ming.

Masjid peninggalan Kerajaan Bone tersebut bermakna bahwa ragam hias arsitektur Masjid Raya Watampone memiliki kesinambungan budaya di tengah pergulatan dan persebaran Islam di Nusantara yang patut untuk dikenang oleh generasi kini dan yang akan datang.

Masjid ini juga tidak memiliki banyak variasi seperti masjid-masjid lainnya di Indonesia. Bukan pula merupakan masjid tertua di Bone. Tapi tidak jauh dari masjid Raya Watampone ini terdapat Masjid Tua Watampone, sekitar 1 km.

Masjid Raya Watampone arsitekturnya bercirikan tradisional murni, atap susun tiga terbuat dari seng. Masjid ini juga tidak mempunyai kubah, di tengah masjid terdapat 43 tiang penyangga bundar berdiameter 100 cm yang hingga kini masih berdiri kukuh.

La Mappanyukki selaku raja Bone ke-32 memiliki peran yang besar dalam pembangunan Masjid Raya Watampone, bahkan namanya terukir dalam inskripsi huruf Arab dalam Bahasa Bugis pada Gapura Mimbar Masjid yang menunjukkan atas perannya yang besar dalam memakmurkan dan membangun masjid pada tahun 1941 dan selesai tahun 1943.

La Mappanyukki yang memimpin raja-raja di Provinsi Sulawesi Selatan untuk bersatu dan bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada tahun 1950.

Berdasarkan SK Presiden: Keppres No. 089/TK/2004, Tgl. 5 November 2004, La Mappanyukki diangkat sebagai pahlawan nasional. Menjelang proklamasi, bertindak sebagai penasihat BPUPKI.

La Mappanyukki meninggal pada tanggal 18 April 1967 di Makassar dan makamnya di Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar.

Ilustrasi: Suasana Masjid Raya Watampone. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: Suasana Masjid Raya Watampone. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Masjid Raya yang terletak di Jalan Masjid Watampone. Pada saat diresmikan (1943), La Mappanyukki waktu itu mengundang pembesar kompeni Belanda yang bernama Tuan Resident Boslaar untuk meresmikan mesjid tersebut (Referensi: Klik di Sini)

Sampai saat ini, Bone merupakan daerah otonom yang memiliki luas 4.559 km. Terluas wilayahnya di seluruh Indonesia, terdiri dari 27 kecamatan, 44 kelurahan dan 328 desa. Satu-satunya daerah yang belum pernah dimekarkan Data lengkap di Sini) 

Padahal seharusnya Kabupaten Bone sudah dimekarkan sejak dulu. Bukan malah menolak pemekaran. Semua ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan lainnya. Kota Watampone pula sebaiknya memekarkan perkotaan, agar tidak terkesan jorok.

Surabaya, 7 Ramadan 1441 | 7/4/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun