Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Produsen Masker atau APD "Wajib" Mengelola Sampah atau Limbah B3-nya

14 April 2020   10:21 Diperbarui: 14 April 2020   13:07 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sampahmu Tanggung Jawabmu, Sampahku Tanggung Jawabku"

Dalam Undang-undang (UU) No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), pada Pasal 15 disebut "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam".

Lebih lanjut dipertegas pada penjelasan UUPS sangat detail lagi, menerangkan bahwa "Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang".

Terjadi problem di masyarakat atau pemulung dalam penarikan kemasan atau sampah berupa kemasan dan barang. Karena pemerintah belum tegas menerapkan Pasal 15, agar perusahaan produsen mencantumkan label atau penanda sampah. 

Baca Juga: ADUPI | Kewajiban Produsen di Undang-undang Jangan Jadi Macan Kertas

Apalagi di masa darurat Covid-19 pada kebijakan physical distancing atau menjaga jarak fisik. Siapa yang mau mengurus sampah berbahaya itu, bila pengelola sampah tidak difasilitasi atau dibantu oleh pihak produsen. 

Sebut misalnya sampah masker atau alat pelindung diri (APD) yang tergolong limbah B3. dalam masa pandemi Covid-19, produksi sampahnya meningkat. Lalu saat ini menjadi masalah mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan sampah ahir. 

Siapa yang bertanggung jawab pada sampah yang berbahaya itu. Haruskah masyarakat di korbankan berkali-kali lipat menanggung Limbah B3 ex Covid-19 ? Sementara semua itu merupakan kewajiban atau tanggung jawab perusahaan produsennya. 

Ingat, kewajiban Pasal 15 UUPS ini bukan tergolong kewajiban corporate social responsibility (CSR), tapi kewajiban ikut mengelola sampah yang dihasilkannya. Jangan diputar balik maksud dan tujuannya. Jadi kewajiban CSR berbeda lagi. 

Baca Juga: Penanganan Sampah dan Limbah B3 Covid-19

Sebagaimana amanat Pasal 14 UUPS "Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya." 

Hal ini merupakan strategi untuk membangun sebuah sistem pengelolaan dan/atau penarikan kemasan atau barang berpotensi menjadi sampah.

Bukan cuma produk masker atau APD lainnya, tapi produk yang dimaksud dalam regulasi UUPS tersebut adalah semua barang atau kemasan tanpa kecuali.

Seperti botol obat suntikan, impus, makanan kering, makanan basah, rokok, minyak goreng, susu, shampo, tissu, mi instan, minuman, baterai sampai pada alat elektronik dan lainnya yang berpotensi menjadi sampah.

Perusahaan berkemasan atau barang tersebut wajib menarik kembali barangnya dengan bekerja sama para pengelola bank sampah yang ada di wilayah pemasaran atau penggunaan produknya, atau dimana saja produk mereka berahir dalam wilayah Republik Indonesia.

Dalam menyikapi masalah sampah dan limbah B3 tersebut, beberapa kementerian dan lembaga harus segera duduk bersama untuk membuat kebijakan atau sistem penarikan sampah kemasan atau barang sesuai amanat regulasi persampahan diatas.

Baca Juga: PKPS, Koperasi Sampah Berbasis Multipihak

Disinilah peran pemerintah dan pemerintah daerah bersama asosiasi perusahaan serta lembaga swadaya, turun kebawah secara langsung memfasilitasi pengelola sampah atau bank sampah, pemulung untuk antisipasi sampah dan limbah B3.

Pemerintah pusat harus tegas mengambil sikap, jangan subyektif dalam membuat dan memutuskan kebijakan. Libatkan stakeholder yang memahami masalah sampah dan limbah B3 atau limbah on B3. 

Khususnya dalam mengembangkan dan penanganan sampah yang komprehensif, jujur dan berkeadilan. Sekaligus melaksanakan upaya pengurangan dan pemanfaatan potensi sampah yang sangat melimpah agar menjadi manfaat, bukan malah menyusahkan.

Menjadi kewajiban pemerintah dan pemda serta perusahaan untuk melaksanakan tata kelola sampah - waste management - dengan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah kepada masyarakat melalui bank sampah sebagai wakilnya di garda terdepan. Sebagaimana amanat regulasi sampah. 

Surabaya, 14 April 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun