"Sampahmu Tanggung Jawabmu, Sampahku Tanggung Jawabku"
Dalam Undang-undang (UU) No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), pada Pasal 15 disebut "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam".
Lebih lanjut dipertegas pada penjelasan UUPS sangat detail lagi, menerangkan bahwa "Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang".
Terjadi problem di masyarakat atau pemulung dalam penarikan kemasan atau sampah berupa kemasan dan barang. Karena pemerintah belum tegas menerapkan Pasal 15, agar perusahaan produsen mencantumkan label atau penanda sampah.Â
Baca Juga:Â ADUPI | Kewajiban Produsen di Undang-undang Jangan Jadi Macan Kertas
Apalagi di masa darurat Covid-19 pada kebijakan physical distancing atau menjaga jarak fisik. Siapa yang mau mengurus sampah berbahaya itu, bila pengelola sampah tidak difasilitasi atau dibantu oleh pihak produsen.Â
Sebut misalnya sampah masker atau alat pelindung diri (APD) yang tergolong limbah B3. dalam masa pandemi Covid-19, produksi sampahnya meningkat. Lalu saat ini menjadi masalah mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan sampah ahir.Â
Siapa yang bertanggung jawab pada sampah yang berbahaya itu. Haruskah masyarakat di korbankan berkali-kali lipat menanggung Limbah B3 ex Covid-19 ? Sementara semua itu merupakan kewajiban atau tanggung jawab perusahaan produsennya.Â
Ingat, kewajiban Pasal 15 UUPS ini bukan tergolong kewajiban corporate social responsibility (CSR), tapi kewajiban ikut mengelola sampah yang dihasilkannya. Jangan diputar balik maksud dan tujuannya. Jadi kewajiban CSR berbeda lagi.Â
Baca Juga:Â Penanganan Sampah dan Limbah B3 Covid-19