Jadi wajarlah sampai tahun 2020, para pemangku kepentingan (stakeholder) sampah di seluruh Indonesia masih saja jalan ditempat dan bahkan mundur.
Karena tarik ulur dalam satu masalah yang remeh-temeh saja dengan isu sampah plastik. Mungkin menunggu terbongkarnya saja kelicikan para oknum-oknum tersebut.
Sehingga masalah sampah secara komprehentif terabaikan. Ujungnya dominan sampah masih berorientasi di hilir, yaitu pada tempat pembuangan sampah ahir (paradigma lama).
Padahal seharusnya sampah harus dikelola pada sumber timbulannya di hulu, itulah paradigma baru tata kelola sampah yang berkesesuaian dengan UUPS.
Sebagai Khalifah Harus Berbeda
“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya”
Mungkin semuanya sering mendengar kalimat hadits diatas itu dalam ceramah atau mungkin pernah membacanya dalam buku atau tulisan. Diiringi dengan seperangkat syarat menjadi seorang pemimpin yang baik, adil, berilmu, kuat, berani, dsb.
Pemimpin "dalam arti luas" itu harus selalu diawasi, diingatkan, agar ia tidak membawa orang-orang yang dipimpinnya terjerumus ke jurang kemudharatan atas kepemimpinannya. Kritis itu baik, jangan disalahtafsirkan. Terlebih bila disertai solusi.
Kenapa justru menolaknya? Bukankah itu merupakan kiriman Tuhan kepada si pemimpin melalui sesama manusia atau mahluk lain yang dipimpinnya.
Semua itu merupakan "Tanda". Baca tanda zaman, demikian kata Nabi Muhammad Saw. memberi pesan istimewa kepada kita semua dan terlebih kepada umatnya.
Sayangnya tidak banyak pemimpin yang siap diawasi dan diingatkan, malah sebaliknya memusuhi, membenci, menekan dan menyingkirkan orang-orang yang sering mengawasi dan mengingatkannya.