Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia

5 April 2020   02:45 Diperbarui: 29 Agustus 2021   23:40 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa Memilih Langkah Berbeda

Berdasar pada kekakuan dan kelucuan KLHK dan lintas kementerian dan lembaga lainnya dimana seakan terjadi kolaborasi untuk tidak menjalankan UUPS. 

Demi untuk menyelamatkan lingkungan yang benar dan berkeadilan serta mengawal UUPS. GiF dengan terpaksa memilih jalan berbeda dan tetap eksis menjadi pembeda diantara mereka yang ingin membelokkan amanat regulasi. Walau itu sangat berat karena muncul resistensi yang sangat hebat diantara orang yang semestinya terlindungi oleh UUPS. Malah ingkar pada regulasi yang bisa menolongnya dan "seakan" menjadi musuh pada dirinya sendiri. Apakah mereka sadari itu ya? 

Kalau tidak menjadi berbeda, hancurlah dana-dana persampahan yang ada di pusat dan daerah. Karena sudah tidak ada lagi yang berani melawan oknum penguasa dan pengusaha serta lembaga swadaya yang nampak kasat mata berkolaborasi saling mendukung dalam pembenaran masalah.

Teman-teman sesama penggiat dan pemerhati sampah umumnya ikut "bercanda" dan rela mengorbankan profesionalismenya untuk menjadi benteng pembohongan publik demi mendapatkan dukungan dalam menjalankan roda bisnisnya. 

Sekaligus menemani oknum penguasa dan pengusaha melindungi kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan oleh oknum pemerintah dan pemda. Sangat lucu karena kritik dianggap sebagai sikap yang tidak etis. Padahal umumnya mereka terpelajar, rela menyandera ilmu,  pengetahuan dan agamanya demi materi atau keuntungan yang belum tentu mereka nikmati. 

Parahnya juga oknum pemerintah sepertinya tidak paham masalah dan nunut saja apa saran mitranya dari luar, walau semua itu keliru atau subyektif asal bapak/ibu senang saja dengan prinsip masa bodoh. Karena memang mereka sendiri tidak punya solusi komprehensif. 

Tidak ada progres "solusi sampah" yang berarti dari KLHK selama pemerintahan Presiden Jokowi pada dua periode, kecuali hanya membesarkan isu plastik sekali pakai (PSP), lebih khususnya fokus pada pelarangan menggunakan kantong plastik, styrofoam dan sedotan plastik. 

Begitu parahnya karakter dan integritas pengelola bangsa ini. Sepertinya tidak punya rasa malu menjadi sampah di tengah sampah.

Terpaksa demi bangsa dan rakyat, GiF memilih berbeda dengan oknum penguasa dan pengusaha partnernya yang kami anggap bermasalah juga karena tidak melaksanakan UUPS dengan benar. GiF bertahan pada sikap yang berbeda demi membangun sistem tata kelola sampah nasional.

Sejak UUPS diundangkan pada tahun 2008, sampai hari ini 2020. Tata kelola sampah Indonesia belum menemukan polanya dan tidak membangun sistem tata kelola sampah - waste management - sesuai amanat regulasi sampah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun