"Presiden Joko Widodo perlu duduk bersama dengan lintas menteri dan lembaga swadaya untuk bahas Pasal 12, 13,14,15,21,44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Agar bisa berbenah atas kegagalan dan sekaligus menciptakan Sistem Tata Kelola Sampah Indonesia" Asrul, Founder Green Indonesia Foundation Jakarta.
Dunia persampahan Indonesia semakin memberi tanda ketidakpastian. Pemerintah dan Pemerintah Daerah (pemda) semakin menunjukkan kekakuan sikap dalam mengurai permasalahan sampah, tata kelola sampah - waste management - Indonesia.Â
Pemerintah dan pemda masih berdasar pada suka tidak suka dalam menerima saran dan pendapat dari masyarakat. Apalagi yang namanya kritis atau koreksi, sama sekali diabaikan.Â
Makanya hampir semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan pemda umumnya subyektif dan pasti terjadi stagnan dalam kebijakannya sendiri. Karena dalam UUPS sangat jelas bahwa pemerintah hanya sebagai regulator bukan operator.Â
Ahirnya muncullah kebijakan yang diduga menyimpang dari UUPS, misalnya kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang kemudian diganti menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) yang didasari oleh Surat Edaran Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebuah bukti kekakuan dalam menemukan solusi sampah. KPB dan KPTG setali tiga uang, pengertian dan pelaksanaannya sama saja menjual kantong plastik.Â
Memperjelas kekakuan, bahwa KLHK yang telah bersepakat dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Badan Perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam menjual Kantong Plastik di Toko Ritel Modern sejak 2016 sampai 2020 (SE 1-2015 dan SE 2-2016 dst).
Baca Juga:Â Solusi Sampah Indonesia Dalam Kehampaan Solusi
Sesungguhnya KPB-KPTG menjadi fakta sejarah pembohongan dan pembodohan publik, sehingga demi menutupi masalah KPB-KPTG, maka berbagai strategi program yang tercipta oleh KLHK dan diikuti kementerian lain seakan memanfaatkan situasi buruk tersebut untuk menangkis koreksi dan solusi dari Green Indonesia Foundation Jakarta.
Program-program pencitraan dengan alasan melindungi bumi dari sampah plastik, satu demi satu dilaksanakan. Lalu muncul "issu plastik" yang didorong oleh berbagai pihak lintas kementerian, lembaga negara, lembaga swadaya sampai kepada perusahaan CSR.Â
Seakan berlomba untuk saling unjuk kekuatan program bersih-bersih dengan balutan isu "hindari plastik konvensional" dan beralih ke "plastik ramah lingkungan". Padahal sesungguhnya tidak ada plastik (termasuk sampah secara umum)Â masuk kategori ramah lingkungan tanpa dikelola dengan benar.Â