Rekomendasi GiF kepada Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) agar segera diakreditasi dan menjadi Anggota Luar Biasa Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) untuk selanjutnya melakukan sertifikasi kepada anggotanya dan didaftar sebagai Anggota Biasa KADIN. Agar dapat resmi menjadi mitra sejajar pemerintah dan pengayom anggota serta masyarakat konsumennya.Â
Menyimak pemberitaan di cnnindonesia.com berjudul "Corona, Pengusaha Daur Ulang Plastik Minta Keringanan Pajak" dan mencermati kondisi di lapangan. Sebagai pemerhati dan penggiat persampahan, merasa perlu memberi sedikit tanggapan. Agar tidak terjadi bias di masyarakat dan pemerintah sendiri harus memahami keberadaan asosiasi sebagai mitra stratejik dan sejajar dalam menata kelola sampah. Â
Good news, kabar berita baik sebagai bahan introspeksi industri daur ulang dan para pengelola sampah untuk menuju kewarasan berpikir dan bersikap dalam berkomunitas yang punya regulasi tapi tidak waras dalam menjalankannya. Entahlah...? Segeralah stakeholder bertransformasi untuk menikmati indahnya regulasi sampah.Â
Jangan ragu berubah karena ketenangan berusaha jauh lebih baik dari segalanya. Tuhan tidak pernah salah membagi rezekinya. Tuhan itu Maha Kaya dan mengayakan. Lagi pula rezeki tidak pernah sesat jalan dan pasti tepat sasaran. Manusia tidak mampu memotong rezeki sesamanya. Karena rezeki adalah hak prerogatif Tuhan Ymk.Â
Apa'ansih Insentif  ?!
Insentif ? Mau dapat apa bila tidak jelas siapa berbuat apa, itu masalahnya. Para pelaku industri yang menyebut diri dan kelompoknya sebagai pengelola sampah itu belum sepenuhnya benar, bila tidak secara dejure mengikuti proses ketatanegaraan.  Jadi sebenarnya saat ini semua "pahlawan kelola sampah" berada dalam kehampaan posisi atau di parkir pada pojok jalan oleh pemerintah sendiri.Â
Posisi pengelola sampah tidak segaris dalam jejaring "politik anggaran" yang patut diperhitungkan dalam kerangka dejure, hanya depakto nampak kereen. Karena para pelaku industri belum merupakan satu kesatuan dengan pengelola sampah lainnya secara utuh dari hulu ke hilir sesuai amanat regulasi persampahan. Asosiasipun sepertinya belum bisa mengayomi anggotanya sendiri apalagi konsumennya. Mereka sering lupa dalam perjuangannya. Â
Asosiasi Daur Ulang Plastik (ADUPI) mengeluh karena tidak menerima keringanan pajak dari pemerintah di tengah pandemi virus corona. Tanpa insentif, ditengarai bisnis mereka bisa terancam gulung tikar, terlebih jika pandemi tidak segera berakhir. Benarkah...?Â
Baca Juga:Â Corona, Pengusaha Daur Ulang Plastik Minta Keringanan Pajak
Jangan salahkan pandemi Covid-19. Justru dengan adanya Covid-19, maka tabir kebohongan dan pembodohan publik yang dilakukan oleh oknum-oknum penguasa dan kelompok swadaya yang mendorong issu plastik akan terbongkar. Kebenaran akan muncul untuk melibas permainan negatif oleh oknum penguasa dan pengusaha.
"Kalau pada bangkrut, nanti setelah badai corona berlalu, siapa yang mengurus sampah plastik ?" kata Ketua Umum ADUPI Christine Halim dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (1/4).
Eh... Tidaklah mungkin bangkrut, yang benar saja. Bukankah para pemilik industri sebagian besar anggota ADUPI yang memegang peran atas serapan scrap plastik yang bisa menentukan harga ? Justru industri yang punya peluang besar menyetel harga scrap plastik !!! Masa darurat Covid-19 juga tidak ada larangan beraktifitas dalam sosial dan ekinomi.Â
Selama ini pula tidak ada dasar harga patokan dibuat oleh asosiasi yang bisa dijadikan acuan oleh para pengelola sampah garis depan. Sehingga harga bisa saja labil dan mudah dipermainkan oleh industri sendiri. Yang rugi siapa? Â Coba transformasi lembaganya dan buat patokan harga evaluasi "update" setiap periode.Â
Bila tidak ada patokan harga, ya para pemulung dan pelapak serta pengelola bank sampah berada pada ketidakpastian berbisnis. Tapi ujungnya industri akan rugi pula. Apalagi bila tidak mengikuti regulasi yang ada. Semua akan rugi karena saling memanfaatkan pada ruang ketidakpastian. Terjadi persaingan bisnis yang tidak sehat.Â
Kebijakan "Insentif" Pajak Terdampak Covid-19
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan mengenai pelonggaran kewajiban perpajakan untuk meredam dampak virus corona (covid-19). Ketentuan insentif ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.
Pemerintah menggelontorkan empat insentif bagi wajib pajak yang terdampak Covid-19. Keempat insentif tersebut terkait dengan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mulai berlaku per 1 April 2020. Download PMK 23 tahun 2020.pdf Di Sini.
Menurut Christine Halim, keempat insentif perpajakan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan tidak bersinggungan dengan kegiatan usaha daur ulang plastik. Dalam hal ini, Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) perusahaan daur ulang tidak ada.
Sebagaimana dikutip pada pemberitaan tersebut. Ketum ADUPI menyebut, industri daur ulang plastik juga terdampak pandemi virus corona seperti industri yang lain.Â
Juga keterangan Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Prispoly Lengkong mengaku kaget jika relaksasi insentif tidak diberikan kepada industri daur ulang.
Padahal, industri ini berperan penting dalam menjaga lingkungan. "Makin gawat saja kalau memang pemerintah tak memberikan relaksasi insentif. Karena di industri ini ada ekosistemnya yaitu pemulung, pelapak, dan UKM, " kata Prispoly.
Baca Juga:Â Jokowi Minta UMKM yang Terdampak Virus Corona Diberi Insentif
Industri DUP Harus Dapat Insentif Pajak dan Kompensasi Lainnya
Memang seharusnya pelaku industri mendapat insentif, walau tanpa ada pandemik Covid-19. Wajib bagi pengelola sampah mendapatkan kompensasi (Baca: Pasal 21 UUPS dan PP. No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga).Â
Apalagi ditengah darurat Covid-19 seharusnya dapat insentif pajak dan insentif tambahan lainnya sebagai pengelola sampah terdampak Covid-19. Pengelola sampah, malah semestinya mendapat kompensasi yang lebih dibanding usaha lainnya. Benar kan ???Â
Bila pemerintah tidak memberikan insentif pada pengelola sampah, berarti ada suara yang terputus dari asosiasi ke pemerintah. Karena memang selama ini asosiasi dan pengelola sampah tidak on the track jalankan regulasi. Apalagi tidak terdaftar di Kadin, ini masalah krusial yang perlu segera diperbaiki.Â
Asosiasi putus informasi ?! Â Maka otomatis suara dan harapan asosiasi dan/atau pengelola sampah tidak terwakili di Kadin sebagai kaki tangan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kelangsungan hidup para pengusaha penghasil pajak terbesar.Â
Semua disebabkan karena asosiasi dan pengelola sampah lainnya tertidur nyenyak di-ninabobok-kan oleh oknum pemerintah yang sesungguhnya tidak ihlas peduli pada pengelola sampah sehingga industri daur ulang anggota asosiasi keluar dari bingkai politik anggaran. Politik anggaran merupakan sinergitas antar regulasi dalam menyikapi sebuah masalah.Â
Asosiasi sendiri sebenarnya bagaikan anak ayam kehilangan induk, apalagi industri-industri anggotanya. Suaranya sangat lemah di tingkat pemerintah dan pemda, bila ingin ditelusuri legal formal keberadaannya. Memang suara itu lemah dan terputus, sehingga tidak masuk catatan penting bagi pemerintah sebagai "wajib" menerima kompensasi atau insentif.
Kenapa demikian?Â
Karena dipastikan semua asosiasi berbasis sampah belum menjadi anggota Kadin. Harusnya asosiasi diakreditasi terlebih dahulu dan menjadi anggota luar biasa di Kadin, serta perusahaan anggota asosiasi juga ikut terdaftar sebagai anggota biasa Kadin setelah disertifikasi oleh asosiasinya. Nah baru setelah itu asosiasi bisa diperhitungkan dan masuk dalam database Kadin Indonesia untuk di update secara dejure oleh pemerintah.Â
Siapa itu Kadin ?
Kadin merupakan salah satu organisasi di Indonesia yang menjadi wadah bagi sektor pelaku-pelaku usaha. Kadin merupakan satu-satunya organisasi yang mewadahi para pengusaha Indonesia berdasarkan Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1987 Kamar Dagang dan Industri - Download dokumen Kadin di Sini.Â
Kadin berperan sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, konsultasi, representasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional.
Landasan operasional organisasi berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran  Rumah Tangga Kadin sesuai dengan Keputusan Presiden R.I. Kegiatan utama organisasi ini adalah membantu perekonomian bangsa demi mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha yang berdasarkan Pasal 33 UUD 1945.Â
Kondisi Ekonomi Sampah Stagnan
Melihat kondisi yang stagnan, maka asosiasi sebagai kelompok yang mampu membangun kekuatan diri dan kelompok pemasoknya. Seharusnya mengambil peran aktif untuk kiranya dapat diperhitungkan keberadaannya dan membangun ekonomi sampah. Jangan ikut larut dalam "permainan kotor" oknum-oknum penguasa dan pengusaha tertentu. Ingat, Anda pengusaha dan bukan politikus. Anda akan tergilas oleh kerakusan mereka yang sudah tidak bermoral.Â
Asosiasi harus berani keluar dari zona nyaman dan bukan malah ikut kemauan oknum penerintah yang sesat jalan dalam menyikapi keberadaan asosiasi yang sangat stratejik sebagai mitra sejajar pemerintah. Kelirulah pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan dalam sector sampah bila tidak bisa menggandeng asosiasi yang rela mengorbankan waktu dan materinya untuk mengurus "sampah" negara yang bertebaran.Â
Bisa dibayangkan bila asosiasi tidak berada pada posisinya sebagai mitra sejajar pemerintah. Maka dipastikan pemerintah tidak memiliki data akurat tentang jumlah industri daur ulang serta mitra-mitranya, termasuk jumlah tenaga kerja dan kapasitas mesin terpasang yang dimilikinya. Pada ahirnya data ril produksi sampah dan serapannya nihil.Â
Baca Juga:Â Kadin Harus Kuatkan Asosiasi Persampahan
Tidak Ada Sinergitas Dalam Persampahan
Industri daur ulang plastik atau pengelola sampah seluruh Indonesia, sesungguhnya bukan tidak dilirik oleh pemerintah. Malah justru karena keseringan bertemu, ahirnya lupa bangun kekuatan. Karena pergaulannya semu dan bersifat Asal Ibu/Bapak Senang. Takut mengoreksi oknum pemerintah yang "sengaja" keliru menjalankan regulasi.Â
Ahirnya apa yang dilakukan asosiasi, hanya meramu atau terjerumus mengikuti strategi pembenaran atas kebijakan yang keliru alias kebijakan tidak waras dari KLHK seperti kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG).Â
Ujungnya lahir issu plastik yang saling mengklaim produk "ramah lingkungan". Padahal dalam UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) Â disebut kalimat daur ulang pada penjelasan Pasal 15 disana. Ini semua merupakan akal bulus oknum tertentu untuk menyelamatkan dana KPB-KPTG yang sampai kini misterius. Tapi tunggu, itu pasti muncul dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Â
Kasian asosiasi dan pengelola sampah lainnya yang jatuh bangun mengelolanya. Karena hanya bisa disebut sebatas pengusaha industri atau pedagang scrap plastik atau pekerja industri atau pelapak biasa yang bukan tergolong sebagai pengelola sampah yang bisa mendapat insentif. Padahal mereka-mereka ini adalah pejuang "kebenaran" dalam kebersihan dan penyelamatan planet bumi.Â
Baca Juga:Â 1 April, Gaji Pekerja Industri Manufaktur Resmi Tak Dipotong Pajak
Untuk mendapatkan insentif sebagaimana amanat Pasal 21 dalam UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) harus berada dalam satu komunitas atau masuk dalam kategori pengelola sampah secara utuh dan terintegrasi jejaring bisnis yang saling membantu dan menguntungkan. Bukan saling menjebak dalam lorong bisnis kegelapan.
"Jangan tangung-tanggung dalam berasosiasi, tegas minta kepada Presiden Jokowi agar mendesak para menteri-menterinya untuk menjalankan pasal 13,15,21,44 dan 45 UUPS dengan benar dan konsisten. Para pengelola asosiasi dan komunitas pengelola sampah harus bersatu untuk menghadapi oknum pemerintah yang dzalim"
Sering penulis bahas masalah insentif pengelola sampah, baik dalam acara resmi pemerintah, pemerintah daerah (pemda), juga pada pertemuan asosiasi dan lintas asosiasi termasuk dengan akademisi lintas perguruan tinggi di Indonesia. Juga secara fulgar ada dalam buku penulis berjudul "Bank Sampah, Masalah dan Solusi"
Justru malah asosiasi dan lintas menteri hanya menjalankan program-program instan saja tanpa tersistem sesuai UUPS. Jadi terkesan pencitraan dan semua program waste management yang dijalankan pasti mati suri karena tidak mempunyai sistem secara nasional. Hentikan semua itu bila ingin Indonesia Bersih Sampah. Program boleh beda tiap daerah, tapi sistem harus seragam secara nasional.
Pertanyaannya, Kenapa stakeholder tidak mau menjalankan regulasi dengan benar ? Lalu adakah maksud terselubung dibalik ketidak warasan dalam menjalankan regulasi, dan pertanyaan selanjutnya bahwa adakah kewajiban yang tidak belum dipenuhi atau memang ingin menghindar dalam ikut serta berpartisipasi menata kelola sampah - waste management - Indonesia ?
Mari berpikir dan bekerja waras !!! #diRumahAja untuk mengusir Covid-19 di bumi Indonesia.Â
Surabaya, 3 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H