Bank sampah menjadi paling penting dibangun secara massif di setiap desa atau kelurahan. Bank sampah yang akan berhubungan sekaligus memonitoring para pedagang, toko ritel dll yang menjadi penyalur atau penjual barang-barang berkemasan atau
produk yang dihasilkan oleh perusahaan industri yang masuk kategori EPR.Â
Tapi terlebih dahulu bank sampah harus bertransformasi mengikuti amanat regulasi. Bukan bank sampah seperti yang ada saat ini. Dimana progresnya sama saja dengan kegiatan usaha pelapak. Seharusnya bank sampah hadir sebagai perekayasa sosial dalam perubahan paradigma kelola sampah.
Pada saat pemberlakuan kebijakan EPR, disinilah kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) idealnya diberlakukan resmi dan massif oleh pemerintah cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui pemda kabupaten dan kota bersama bank sampah sebagai agen EPR.
Baca Juga: Pengelolaan Sampah Masih Buruk dalam 100 Hari Jokowi Maruf  Lingkaran Setan Solusi Sampah Plastik Indonesia
Dalam uji coba KPB pada Tahun 2016, sebenarnya sangat tepat dan seharusnya sampai sekarang uji coba itu dijalankan, namun uji cobanya di perluas ke Pasar Tradisional dan Modern, bukan di uji coba pada ritel yang sama, walau wilayahnya diperluas seluruh Indonesia, itu kekeliruan besar yang dilakukan oleh KLHK.
Kekeliruan KLHK lainnya adalah dana-dana KPB-KPTG yang dipetik dari masyarakat itu seharusnya dikembalikan lagi pada masyarakat dalam bentuk program-program, bukan di tampung atau diambil oleh pelaksana yaitu toko ritel atau pasar modern atau mall dll, anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dan non anggota APRINDO. Diduga sudah terjadi gratifikasi pada oknum pejabat tertentu di KLHK.
Masalah ini harus segera diselesaikan oleh KLHK dan Presiden Jokowi dengan mempertimbangkan dan menjalankan solusi yang telah diberikan oleh penulis melalui Green Indonesia Foundation pada tahun 2016 yang lalu dengan sebuah solusi pembentukan Tim Monitoring dan Evaluasi KPB-KPTG.
Bukan solusi berupa kajian saja yang pernah diusulkan oleh KLHK kepada penulis, agar dana-dana KPB-KPTG bisa segera dipergunakan untuk membangun infrastruktur bank sampah disetiap desa dan kelurahan untuk menyambut pemberlakuan EPR tahun 2022.
Pada tahun 2022 tersebut kehadiran bank sampah sangatlah stategis dan dibutuhkan, karena bank sampah seharusnya diintegrasikan dengan program KPB dan EPR atau tanggung jawab produsen atau CSR yang diperluas.
EPR umumnya digambarkan sebagai kebijakan pencegahan polusi yang berfokus pada sistem produk dari pada fasilitas produksi. Dengan demikian, tanggung jawab atas produk diperluas meliputi emisi dan limbah yang dihasilkan oleh ekstraksi atau proses pembuatannya termasuk pengelolaan produk setelah dibuang.
Baca Juga: Gerakan Indonesia Tertib menjadi "Gagal Tertib" dalam Urusan Sampah Telaah Keberadaan Kelembagaan Bank Sampah di Indonesia