Memang sangat lucu sekaligus sangatlah aneh, menjengkelkan dan mengharu biru dalam urusan sampah bila dikaitkan dengan tugas dan tanggungjawab. Karena mereka hanya bersandiwara saja dalam menghadapi situasi Indonesia darurat sampah. Berpura-pura tidak mau tahu apa seh perintah dan amanat UUPS. Sangat nampak diwajah mereka atas "kebohongan" yang dibuat-buat secara kolaboratif, massif dan terstruktur.
Para pengambil keputusan baik di pusat maupun daerah, hanya bermaksud mengabulkan keinginan subyektifnya. Bukan benar-benar ingin menemukan solusi untuk mengentaskan atau profesional menangani problem sampah yang mendera bangsa. Hanya wacana dan pencitraan semata. Tidak tanggung-tanggung menghabiskan dana rakyat atas gerakan instan yang dibuatnya atas nama penyelamatan lingkungan.Â
Hebat menyakinkan publik namun mengandung kebohongan. Pada senyatanya mereka merasakan pula kebohongannya dengan fakta seakan menyandera dirinya sendiri. Mereka pada membisu dan bungkam tidak bisa berkata-kata lagi dan lagi dengan obyektif didepan publik. Kecuali mampu berceloteh pada kelompoknya sendiri secara semu atau subyektif.
Kenapa lucu dan aneh ?
Yaa.... anehlah, karena pemerintah dan pemda kelihatan muka serius bekerja. Menghimbau dan/atau "katanya" mengedukasi masyarakat. Kelihatan bersusah payah memberi solusi dengan merumuskan dan menerbitkan kebijakan disegala tingkatan pemerintahan agar masyarakat terhipnotis lalu bisa taat pada aturan persampahan. Tapi semua itu omong kosong karena memang tidak punya niat menjalankan amanat regulasi, terlebih amanah dari Tuhan Ymk.
Semua kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah dan pemda, sebenarnya hanya kamuflase atau abal-abal saja dan sesungguhnya terbaca sangat bertentangan dengan keinginannya sendiri yang justru oleh mereka atau pembuat regulasi tersebut tidak menghendaki solusi yang dibuatnya. Termasuk solusi yang diberikan oleh masyarakat. Sebagus apapun itu solusi pasti ditolak, karena memang tidak menginginkan perbaikan.
Birokrasi penguasa sesungguhnya tetap menginginkan status quo (paradigma lama) tanpa ingin mengindahkan UUPS yaitu tetap menginginkan sampah diangkut dan dibuang cara open landfill ke Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA). Karena dengan proses konvensional itu, mereka dapat mengukuhkan strategi dan rencana kotornya dalam mengatasi sampah secara subyektif.
Maka itulah sebabnya semua kebijakan yang terbit sesudah tahun 2015 sampai sekarang mati suri dan lumpuh, tanpa ada perubahan mendasar dalam tata kelola sampah Indonesia. Terlebih setelah resistensi besar terjadi atas dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) oleh Dirjen PSLB3-KLHK terhadap kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) yang berlaku atau program memetik uang rakyat sejak tahun 2016 sampai sekarang atas nama penyelamatan lingkungan. Sebuah perlakuan mistakes atau hina dina yang mereka tidak sadari.
Dana KPB-KPTG sampai sekarang belum diaudit dan dipertanggungjawabkan oleh Ditjen PSLB3-KLHK sebagai leading sector kebijakan bersama Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO). Diduga dana ini telah mengalir kepada oknum-oknum tertentu dalam bentuk gratifikasi. Jumlah dana tersebut diprediksi sudah triliunan rupiah.
Misteri kebijakan KPB-KPTG inilah menjadi sebab akibat atau motivasi lahirnya issu plastik ramah lingkungan yang bergentayangan sampai sekarang. Walau semua komponen tidak percaya atas kritis atau protes penulis bahwa KPB-KPTG inilah penumpang aseli issu plastik. Fakta bahwa oknum KLHK sangat stres bila mendapat koreksi terhadap masalah ini.Â
Oh, siapa penumpang gelap KPB-KPTG ?Â