"Sampah adalah sisa aktivitas manusia, bukan barang dan jasa. Mengelola sampah merupakan kewajiban bersama. Masalah hasil yang diperoleh dalam pengelolaannya merupakan bonus saja, bukan menjadi pertimbangan utama," Asrul Hoesein, Founder Fa. AH & Partners
Presiden Joko Widodo sepertinya perlu duduk bersama dengan puluhan kementerian dan lembaga yang mengurusi sampah sesuai yang ada terlibat dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Agar bisa introspeksi dan berbenah atas kegagalan mengelola sampah Indonesia.
Kegelisahan dan kemarahan Jokowi terhadap para menterinya dalam mengurus sampah, tidak serta merta dilaksanakan petunjuk yang ada dalam regulasi sampah. Teguran Jokowi dianggap angin lalu saja, tanpa diikuti sebuah perubahan signifikan. Khususnya leading sector sampah hanya bekerja sesuai keinginannya secara subjektif. Â
Setiap tahun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan stakeholder lain selalu saja mengangkat cerita lama atas tragedi longsor timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah Bandung pada 2005 silam, telah merenggut 147 korban jiwa dan sekaligus menghapus 2 desa dari peta.
(Baca: FB Ditjen PSLB3-KLHK)
Musibah Leuwigajah itu hanya dijadikan tameng kerisauan atau memutar lagu lama saja, seakan prihatin tapi sesungguhnya tidak peduli.
Senyatanya apa yang dilakukan KLHK sebagai leading sector sampah di Indonesia sungguh mengecewakan. Tidak ada perubahan besar yang berarti atas kondisi sampah pada masa TPA Leuwigajah 2005 dengan kondisi TPA saat ini di hampir seluruh Indonesia.Â
Kelihatan sekali bahwa issu plastik tersebut dilahirkan dan dipertahankan hanya untuk menutup misteri dana penjualan Kantong Plastik Berbayar atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPB-KPTG).
Penumpang gelap misteri ini sangat banyak. Mereka tidak sadar terbaca akan strateginya yang konvensional. Akhirnya menyandera diri dan kelompoknya.