Adanya Permen LHK No. P.24/2019 tersebut, pemda janganlah terlalu berbesar hati seakan otomatis diberi subsidi. Karena Permen LH tersebut hanya bersifat rekomendasi dari Menteri LHK untuk daerah ke Kementerian Keuangan. Artinya sangat tidak mungkin secara otomatis pemda diberi subsidi sekitar Rp. 300.000 sampai Rp. 500.000 per ton.Â
Sementara sampah bila dikelola dengan berbasis circular economy bisa membiayai dirinya, bukan dibiayai dengan menguras uang rakyat. Justru bisa menghasilkan manfaat dan menciptakan lapangan kerja secara massif tersebar sesuai kawasan timbulan sampah yang ada.
Sebagian besar orang mengidentikkan PLTSa sama dengan bakar sampah (belum tentu). Padahal tidak semua PLTSa itu membakar sampah. Bisa dengan teknologi Biogas (biodigester), briket, hidrotermal, pirolisis dan lainnya. Makanya pada Singkatan PL"T"Sa ada huruf "T" artinya "tenaga" bukan bakar. Semoga difahami agar tidak terjadi debat kusir. Seperti anak ayam kehilangan induk.
PLTSa paling aman dengan menggunakan teknologi biodigester dan bukan incenerator, atau sampah diolah menjadi Energi listrik dengan menggunakan biodigester atau menangkap metan sampah. Teknologi ini sangat sesuai dengan karakteristik sampah dan karakteristik kehidupan rakyat Indonesia.
PLTSa berbasis biogas keuntungannya berlipat ganda bagi masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Karena selain memperoleh energi biogas, juga akan mendapat bonus pupuk cair dan pupuk padat atau media pembenah unsur hara tanah yang ditelan habis oleh pupuk kimia.Â
Surabaya, 2 Februari 2020
Keterangan YouTube: saat penulis berkunjung ke PLTSa TPA Benowo Surabaya, Jawa Timur (29/9/19). Sumber: Dokpri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H