Sekedar diketahui bahwa proyek PLTSa ini memang sejak lama menjadi polemik di Indonesia, bukan hal baru. Jakarta yang mulai mengangkat wacana ini sejak Gubernur Sutiyoso. Jakarta menyebutnya atau akan membangun Intermediate treatment facility atau ITF.
ITF merupakan fasilitas pengolahan sampah di dalam kota yang berbasis pada konsep waste to energy. Dalam hal ini, yaitu listrik. ITF bekerja dengan membakar sampah di sebuah ruangan tertutup bernama insinerator dengan suhu 1000 derajat celcius.
ITF dilanjutkan oleh Gubernur ke-13 Jakarta, yaitu Fauzi Bowo alias Foke pada 2009, dengan nilai pembangunan Rp 1,3 triliun. Instalasi ITF-PLTSa tersebut rencananya akan didirikan di tiga daerah, yakni Cakung, Sunter, dan Marunda se DKI. Jakarta.
Proyek tersebut sebetulnya telah dilelang, namun penentuan pemenang lelang tidak kunjung diputuskan hingga pergantian Gubernur dari Fauzi Bowo ke Joko Widodo alias Jokowi dan seterusnya sampai sekarang dan merambah ke daerah-daerah seiring gemuruhnya issu plastik. Saling memanfaatkan dalam misteri KPB-KPTG.Â
Paling parah dan sangat miris adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah merevisi Perda No. 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah menjadi Perda No. 4 Tahun 2019, terbaca dalam perda revisi  tersebut bermaksud hanya memberi ruang atau alas hak terhadap pengembangan ITF-PLTSa di Jakarta. Jakarta telah menjungkir-balikkan Perda Sampah No. 3 Tahun 2013 yang sudah cukup bagus.Â
Sebagaimana sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya "Menyoal Subyektivitas Anies Merevisi Perda Sampah Jakarta" yang mungkin dinilainya bahwa PLTSa ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Gubernur Anies nampak sangat bingung menyikapi sampah Jakarta, padahal penulis secara langsung sudah memberi masukan yang komprehensif. Tapi rupanya Anies tergoda oleh orang-orang disekelilingnya.Â
Faktanya dalam Perda No. 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah, sudah tidak menyebut dan menulis atau tidak mengingat lagi adanya Perpres No. 35 Tahun 2018 Tentang PLTSa 12 Kota. Malah kembali mengingat Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah yang telah dicabut tahun 2016 oleh Menteri Dalam Negeri.
Baca Juga:
Bom Waktu TPST Bantargebang di Balik Ribut Anies-Bestari-Risma soal Sampah
Penjelasan Risma soal Duduk Perkara Pengelolaan Sampah yang Berujung Komentar Anies Baswedan
Tapi wacana ITF-PLTSa puncaknya setelah terbit Perpres 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar (7 Kota).
Perpres No. 18 Tahun 2016 tersebut menuai banyak resistensi. Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah pada tanggal 19 Juli 2016 mengajukan permohonan uji materiil atau judicial review terhadap Perpres No. 18 Tahun 2016 dengan Nomor Perkara 27 P/HUM/2016 dikabulkan Mahkamah Agung. Permohonan yang diajukan oleh 15 individu dan 6 LSM dan dikabulkan pada 2 November 2016. Salinan amar putusan para hakim yang diketuai oleh Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum.