Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mendikbud Nadiem Makarim "Terjebak" Isu Sampah Plastik

12 Januari 2020   17:41 Diperbarui: 12 Januari 2020   19:41 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Heran juga Presiden Jokowi alpa membaca situasi issu sampah plastik yang berkepanjangan dengan sebuah solusi yang tidak berdasar aturan yang melarang menggunakan kantong plastik yang dianggap merusak lingkungan. Padahal UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) sudah mengatur tata kelola sampah tanpa adanya pelarangan penggunaan produk.

Saya pikir Menteri LHK, Mendikbud, Gubernur Jakarta Anies atau Gubernur Bali Koster itu cerdas pula.  Ternyata mereka cuma pintar saja bicara dan. Tapi sesungguhnya minus pemahaman dan wawasan dalam membaca situasi plastik selama ini. Seperti anak PAUD yang baru dapat sertifikat pendidikan PAUD dan baru belajar membaca dan menulis.

Presiden Jokowi ternyata salah pilih menteri. Nadiem tidak faham masalah sampah, tapi ikut mau trend "Melarang Plastik" Lengkaplah kesalahan pilihan Jokowi ini untuk menggagalkan sendiri Visi Misi Nawacita Jilid 1 dan 2 yang dijanjikan pada rakyat. 

Sepertinya tidak ada menteri yang baca visi misi Presiden Jokowi.  Semua merem baca dan hanya mendengar lugu - asal bapak senang - dari bawahannya yang diduga menjadi pembawa atau makelar pesan sponsor. 

Ingat Pak Jokowi dan Nadiem serta seluruh pejabat lainnya, issu plastik ini sesungguhnya adalah terjadi perang dagang juga menjadi tirai kebobrokan pengelolaan sampah di seluruh Indonesia. Itulah Indonesia masih terjadi darurat sampah karena hanya mengurus sampah plastik yang jumlahnya sangat kecil. Sementara sampah organik yang dominan tapi lalai dalam pembicaraan dan pengelolaan.

Tutup Pabrik atau Industri Plastik PSP

Tutup pabrik saja yang produksi PSP, jika pemerintah memang menganggap PSP membahayakan lingkungan dan abaikan saja regulasi sampah yang mengamanatkan sampah harus dikelola di sumber timbulannya sesuai Pasal 13, 44 dan 45 UUPS. Karena pasal-pasal ini juga yang menjadi momok bagi para oknum birokrasi yang ingin monopoli proses angkut sampah dan buang ke TPA. 

Kenapa terus inginkan buang sampah ke TPA? Karena disanalah dana-dana sampah mudah dipermainkan. Termasuk dana kompensasi warga terdampak TPA pasti dihapus atau setidaknya minim bila Pasal 13 dan 45 UUPS efektif. Semua dana-dana operasional TPA ini menjadi makanan empuk oknum SKPD terkait di pemda.

Untuk mengurangi efek sampah PSP, kenapa tidak sekaligus mencabut izin industri plastik yang dianggap memproduksi jenis PSP dan tidak usah repot membuat kebijakan nyeleneh yang berpotensi menohok diri elit birokrasi sendiri setelah mengeluarkan kebijakan yang super keliru itu.  

Sampah atau limbah plastik berjenis PSP itu tidak hanya kantong plastik, botol plastik atau sedotan plastik saja. Tapi juga kemasan makanan, kemasan mie instan sampai pada kemasan permen dll. Malah kantong plastik tidak tergolong PSP.

Benar-benar issu plastik atau larangan penggunaan kantong plastik ini yang sengaja dihembuskan untuk menutup pertanggungjawaban dana pungutan liar KPB-KPTG. Miris mengamati para elit-elit Indonesia, yang seakan mengarahkan Indonesia seperti negeri dongeng. Tapi senyatanya akan mencuri dan merampok uang rakyat atas nama peduli lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun