Para pejabat elit kementerian sampai pada pemimpin daerah bahwa issu plastik ramah lingkungan ini didasari atas adanya kebijakan KPB-KPTG yang penuh misteri. Issu plastik dihembuskan karena ingin menutup masalah KPB-KPTG.Â
Banyak kalangan terjebak dalam masalah kantong plastik. Sangat kentara muatan issu plastik adalah KPB-KPTG, karena yang dominan disasar oleh kebijakan pelarangan adalah kantong plastik. Hanya sedikit bergeser ke PS-Foam, sedotan plastik. Itu hanya alih perhatian saja.Â
Karena keras dugaan bahwa KPB-KPTG lahir dari penyalahgunaan wewenang pada Ditjen PSLB3 KLHK. dana KPB-KPTG yang diperkirakan triliunan rupiah entah siapa yang menikmati sampai sekarang ?! KPB-KPTG inilah merupakan virus penyebar issu plastik.Â
Seharusnya aparat penegak hukum (APH) bisa masuk dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Karena dugaan kasus ini tidak kalah besar kasus-kasus yang tengah melanda seluruh BUMN di Indonesia. APH sudah bisa memanggil oknum-oknum yang terlibat dalam lingkaran KPB-KPTG.
Rakyat bisa termakan issu negatif bila masalah ini dibiarkan berlalu begitu saja. Sama seperti bahayanya KPB-KPTG yang terus memetik uang rakyat dari penjualan kantong plastik pada ritel modern dan swalayan lainnya di seluruh Indonesia. Uang itu bisa raib. Namun dengan menahan laju pergerakan mafia plastik, semoga kelak dana-dana itu dapat dikembalikan pada rakyat yang berhak dan tidak menjadi dana siluman untuk menguntungkan kelompok tertentu.
Jokowi Harus Tajamkan Intelijennya
Presiden Jokowi dan seluruh pembantunya, lebih khusus kepada Nadiem yang mengurus pendidikan di Indonesia agar memahami masalah atau sumber issu plastik dan juga Menteri LHK Siti Nubaya. Maka kembali diingatkan dan meminta untuk dibaca kembali bahwa siapa berbuat apa tentang dasar masalah pelarangan kantong plastik dan lainnya itu.
Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 Tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Isinya adalah sebuah regulasi yang mengatur bahwa setiap6 kantong plastik saat berbelanja harus dibayar Rp. 200 oleh konsumen dan malah ada yang Rp. 400 per kantong dan variasi harga lainnya di seluruh Indonesia tanpa kontrol dari pemerintah dan pemda.
Ini dianggap merupakan terobosan pemerintah cq: Menteri LHK untuk mengurangi sampah plastik yang menjadi permasalahan lingkungan selama ini. Padahal kebijakan KPB-KPTG ini lebih merupakan sebuah penyalahgunaan wewenang dan diduga keras terjadi korupsi gratifikasi.Â
Justru menjadi masalah sampah Indonesia karena pemerintah dan pemda tidak menjalankan regulasi persampahan yang ada. Selalu saja berparadigma lama untuk membuang sampah di TPA dan bukan mengelola sampah itu sendiri pada sumber timbulamnya.Â
Jadi sesungguhnya ini bukan merupakan terobasan dalam solusi sampah, tapi hanya merupakan atau memiliki modus untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Dalan prosesnya pula terjadi kekeliruan, karena mungkin tidak menyangka akan kedapatan adanya rencana mereka yang ingin mendapat hadiah atau gratifikasi atas kebijakannya. Bisa disebut pula bahwa KPB-KPTG itu tergolong pungutan liar.
Begitu kekehnya KLHK mempertahankan masalah ini. Sampai mendukung terus "pembiaran" pada kebijakan pelarangan kantong plastik dan/atau jenis produk plastik lainnya. Padahal solusi itu sangatlah lemah dan malah menyulitkan para pedagang dan pembeli. Membuat suatu kebijakan tata aturan yang nyleneh. Aturan yang tak lebih hanya seperti guyonan tapi bernilai atau terindikasi terjadinya unsur gratifikasi.