Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Misteri dan Dilema Subsidi Pupuk Organik

6 Januari 2020   15:57 Diperbarui: 7 Januari 2020   04:35 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo. Sumber: Indopolitika.Com

"Prinsip utama pupuk organik adalah produksi di wilayah pemakaiannya berbasis sampah. Bukan didatangkan dari luar daerah, terlebih antar pulau. Itu sudah menyalahi kaidah pupuk organik yang seharusnya efisien dan efektif serta pemerintah dan pemda harus mampukan masyarakat atau petani untuk memproduksi pupuk organik, utama untuk kebutuhannya." Asrul Hoesein, Green Indonesia Foundation.

Sejak dikeluarkan kebijakan subsidi pupuk organik tahun 1970 dan reorientasi pada tahun 2003 dan berlanjut sampai sekarang, belum pernah pemerintah mencapai target produksi dan supplier termasuk kualitas masih diragukan. 

Bahkan timbul stigma petani dan penyuluh lapang pertanian bahwa pupuk organik dianggap tidak bermanfaat dan tidak diketahui kelebihannya dibanding pupuk anorganik.

Bagaimana tidak terjadi masalah berkepanjangan dan dianggap mubazir saja subsidi pupuk organik tersebut, karena dosis pemakaian dan kualitasnya tidak sesuai dengan normanya. 

Di aplikasi apa adanya saja. Hanya sekadar menggugurkan kewajiban atas perintah subsidi tanpa memikirkan azas manfaatnya. 

Petani dan penyuluh lapangan juga tidak pernah dibekali dan diberi pemahaman ekstra tentang eksistensi pupuk organik sebagai pembenah dan mengembalikan unsur hara tanah yang hilang akibat pupuk kimia dari masa ke masa. 

Percuma adanya mekanisasi pertanian bila unsur hara tanah habis.

Kebijakan subsidi pertanian mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan keadaan, dimana jumlah lokasi anggaran subsidi cenderung meningkat. 

Namun efektivitas kebijakan subsidi mulai dipertanyakan oleh berbagai kalangan karena berbagai masalah yang timbul dalam implementasinya. Sangat dilematis dan misteri.

Subsidi pupuk adalah alokasi anggaran pemerintah untuk menanggung subsidi harga pupuk, yaitu selisih antara harga subsidi dan harga non subsidi. Sementara harga subsidi adalah harga eceran tertinggi (HET), sementara harga non-subsidi adalah harga pokok penjualan (HPP) pupuk.

Tujuan pemerintah melakukan subsidi untuk meningkatkan kemampuan petani untuk membeli pupuk organik dan anorganik dalam jumlah yang sesuai dengan dosis anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi sehingga produksi pangan (beras, jagung dan kedelai) dan laba usaha tani dapat meningkat.

Seharusnya dibedakan sifatnya dalam menghadapi subsidi pupuk organik dan anorganik. Kalau pupuk anorganik yaitu "memampukan petani untuk membeli." Tapi untuk pupuk organik, pemerintah harus "memampukan petani untuk memproduksi" di wilayahnya sendiri berbasis kearifan lokal. 

Baca: Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik

Alokasi Subsidi Pupuk 2020

Ilustrasi: Alokasi Subsidi Pupuk Tahun 2020. Sumber: Kementan.
Ilustrasi: Alokasi Subsidi Pupuk Tahun 2020. Sumber: Kementan.
Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permentan) No. 01 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2020. Diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2020 dan segera dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pemda).

Pupuk anorganik meliputi Urea, SP-36, ZA dan NPK serta pupuk organik. Terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, disebutkan pupuk urea seharga Rp. 1.800, SP-36 seharga Rp. 2.000, ZA seharga Rp.1.400 dan NPK seharga Rp.2.300. Sementara pupuk NPK Formula Khusus HET seharga Rp. 3.000 dan pupuk organik seharga Rp. 500.

Pupuk tersebut berbentuk dalam kemasan 50 kg untuk anorganik dan 40 kg untuk organik. HET pupuk bersubsidi ini berlaku untuk pembelian petani di pengecer resmi baik menggunakan uang tunai ataupun kartu tani.

Pemerintah mengalokasikan subsidi pupuk pada tahun 2020 sebanyak 7,94 juta ton dengan nilai Rp 26,6 triliun. Alokasi tersebut turun dibanding tahun ini sebanyak 9,55 juta ton dengan anggaran Rp 29 triliun

Pupuk subsidi tersebut terdiri dari pupuk urea sebanyak 3,27 juta ton senilai Rp 11,34 triliun, SP-36 sebanyak 500 ribu ton senilai Rp 1,65 triliun, ZA sebanyak 750 ribu ton setara Rp 1,34 triliun, serta NPK sebanyak 2,7 juta ton dengan nilai Rp 11,12 triliun. Lalu, ada pula pupuk organik atau kompos kualitas tertentu senilai Rp 1,14 triliun.

Baca: Program 1000 Desa Organik Masih Terkendala Masalah

Dilematis Pupuk Organik
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menentukan produksi dan produktivitas pertanian. Ketersediaan pupuk di lapangan baik dari segi kualitas, kuantitas, dan harga yang terjangkau menjadi salah satu syarat yang harus dapat dijamin oleh pemerintah.

Pupuk organik dari tahun ke tahun tidak pernah cukup dalam produksi dan penyalurannya sesuai target yang ada. Di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan sampai 1 juta ton/tahun menurun terus sampai pada tahun 2019 sekitar 948.000 ton/tahun.

Alokasi subsidi pupuk organik tahun 2020 sebesar 720 ribu/tahun. Anehnya kemampuan produksi dan suplier tahun sebelumnya hanya sebesar 477,7 ribu ton/tahun. Lalu kenapa Kementan membuat target melebihi dari kemampuan produksi...?

Bukankah hal tersebut berpotensi terjadinya manipulasi. Baik produksi maupun supplier, termasuk biaya-biaya yang muncul di daerah. Seperti distribusi sampai ke petani. Semuanya sangat rawan dipermainkan dan berpotensi korupsi yang sangat besar.

Selain keterbatasan kemampuan pemerintah dalam produksi dan supplier tersebut. Turut meragukan pula kualitas pupuk organik yang diproduksi oleh sub kontraktor PT. Pupuk Indonesia. 

Walau pemerintah katanya melindungi konsumen terhadap kualitas pupuk organik dengan dikeluarkannya Permentan No. 01 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Tapi tetap meragukan.

Baca: Permentan No 01 Tahun 2020 Terbit, Pupuk Bersubsidi Segera Disalurkan Download Permentan No 01 Tahun 2020

Kenapa meragukan?
Produksi dan penyaluran pupuk bersubsidi ini akan dilaksanakan oleh PT. Pupuk Indonesia yang telah ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Tapi jelas semua ini diduga keras tidak akan mampu memproduksi pupuk organik tersebut, disamping memang bukan ahlinya pada pupuk organik. Kecuali spesialis dalam produksi pupuk anorganik.

Presiden Joko Widodo. Sumber: Indopolitika.Com
Presiden Joko Widodo. Sumber: Indopolitika.Com
Kalau PT. Pupuk Indonesia menggunakan perusahaan sub kontraktor dalam memproduksi pupuk organik. Kenapa tidak pernah memberi peluang untuk para produsen pupuk organik secara terbuka. 

Juga tidak pernah diumumkan siapa-siapa perusahaan pemenang tender yang menjadi sub kontraktor untuk memproduksi pupuk organik. Info ini sangat gelap gulita. Juga diduga pupuk organik bersubsidi itu tidak BER-SNI.

Harus Terpisah Mekanisme Subsidi Pupuk Organik dan Pupuk Kimia
Subsidi pupuk organik seharusnya dibedakan cara pelaksanaan atau mekanisme subsidinya. Jangan samakan dengan pupuk kimia atau anorganik. Karena pupuk anorganik sama sekali tidak bisa diproduksi oleh petani. 

Untuk menjaga simpang siur pemahaman kepada pemangku kepentingan, sebaiknya Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan menteri tersendiri. Bila perlu membuat keputusan bersama (KSB) antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Lain soal pupuk organik, seharusnya pemerintah tidak memberi subsidi dalam bentuk Natura (barang) berupa pupuk organik secara langsung. Tapi subsidinya berupa sarana prasarana produksi pupuk organik melalui kelompok tani bekerja sama dengan bank sampah di daerahnya. 

Itu karena pupuk organik bisa diproduksi sendiri oleh petani berbasis sampah organik atau limbah organik lainnya yang dikelola oleh dan/atau bersama bank sampah.

Seharusnya Kementan dan KLHK bersinergi mendorong para petani dan masyarakat perkotaan untuk mengelola sampah organik yang berlimpah untuk diproduksi menjadi pupuk organik. Coba bayangkan 70% sampah organik dari 70 jutaan ton total produksi sampah Indonesia.

Artinya pemerintah harus memampukan masyarakat dan petani dalam memproduksi pupuk organik untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan kelompoknya. Janganlah pupuk organik itu dilepaskan untuk dikelola oleh PT. Pupuk Indonesia (Holding).

Karena juga produksi pupuk organik itu di-subkontraktorkan kepada perusahaan yang diduga keras tidak valid dalam memproduksi pupuk organik artinya bukan dalam kapasitas profesionalisme dalam produksi pupuk organik. 

Tidak pernah diketahui secara umum, siapa saja perusahaan sub kontraktor itu. Sangat misteri dan dilematis. 

Presiden Jokowi harus mengubah cara dari presiden-presiden sebelumnya yang selalu gagal dalam penanganan subsidi pupuk organik. Termasuk kegagalan periode pertama Presiden Jokowi. 

Tidak pernah memenuhi targetnya yang satu juta ton/tahun. Termasuk kegagalan membangun demplot 1000 desa organik.

Pemerintah harusnya lepaskan kepada petani melalui pemda untuk mengadakan atau membeli di pasar bebas. Tentu dengan pengawalan dan pengawasan yang ketat agar petani tidak salah membeli dan tetap memperhatikan produk yang ber SNI. 

Mulai dari label, kemasan, nomor terdaftar serta kandungan dari pupuk organik tersebut. Sampai pada aplikasinya dilakukan pendampingan di tingkat petani.

Menurut data dari Kementan, hingga kini tercatat, sebanyak 354 nama produsen pupuk organik, hayati, dan pembenah tanah yang terdaftar di Kementerian Pertanian dengan beragam produknya. 

Perusahaan produsen inilah yang seharusnya diberi prioritas, termasuk bank sampah yang memproduksi pupuk organik berbasis sampah yang tersebar seluruh Indonesia. Kenapa Kementan dan KLHK tutup mata dan rasanya?

Karena sampai saat ini Kementan bersama Kementerian BUMN melalui PT. Pupuk Indonesia tidak pernah berhasil dalam pemenuhannya. Disamping juga sangat meragukan kualitas pupuk organik yang diproduksi oleh rekanan PT. Pupuk Indonesia tersebut.

Juga petani tidak pernah menerima pupuk organik sesuai kebutuhan areal lokasi sawahnya dengan dosis yang di rekomendasi oleh Kementan sendiri, yaitu untuk satu hektar lahan dengan 500 kg pupuk organik. Itupun syarat minimal sesuai bukti empiris.

Prinsip utama pupuk organik adalah di produksi di wilayah pemakaiannya. Bukan didatangkan dari luar daerah. Terlebih antar pulau dan itu sudah menyalahi kaidah pupuk organik yang seharusnya efisien. 

Penyuluh pertanian perlu dibekali pemahaman dan pengetahuan tentang pupuk organik yang lebih profesional.

Dalam mekanisme pelaksanaan program subsidi pupuk organik perlu dikembangkan model akuntabilitas yang lebih partisipatif, transparan dan hasilnya dapat diakses oleh publik, sehingga anggaran pemerintah untuk subsidi pupuk organik menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.

Presiden Jokowi dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, harus lebih memahami masalah problematika serta beri peluang kepada pemerintah daerah bersama petani setempat untuk mengurus dan produksi sendiri kebutuhan pupuk organiknya.

Apakah Presiden Jokowi ketahui misteri dan dilema subsidi pupuk organik yang belum terungkap selama ini ? Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo harus mengungkap fakta dan mengurai benang kusutnya. 

Agar petani bisa nikmati subsidi itu menuju pertanian organik Indonesia yang bisa mensejahterakan petani produsen dan masyarakat konsumen.

Bone, 6 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun