Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Polisi | Prihatin dan Malu Jeruk Makan Jeruk

29 Desember 2019   04:00 Diperbarui: 29 Desember 2019   06:08 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via nasional.okezone.com

"Banyak hal yang harus dilakukan dan saya yakin dia akan berhasil. Karena memang orangnya lurus sekali, tidak pernah macam-macam, selalu berorientasi kepada tugas dan ikhlas" Mantan MenPAN-RB dan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Syafruddin.

Menggugurkan sedikit rasa malu dan agar kembali perasaan yang normal, maka terpaksa menulis sedikit pesan dan kesan moral ini berdasar testimoni sebagai putera terlahir dari seorang polisi pada masa Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

Dunia semakin tua dan selalu memberi tanda, mungkin sudah mendekati ahir zaman. Sebagai anak kolong atau anak asrama yang tidur di dipan (kolong), dimana ayah sudah lama berpulang ke Rahmatullah dan banyak meninggalkan kesan berharga tentang kinerja Polisi yang jauh lebih baik dibanding kinerja Polisi milenial.

Ayah ber NRP 28010029 (masih hafal) artinya lahir pada tahun 1928, nomor registrasi polisi didahului dengan tahun kelahirannya. Bisalah disebut seorang Polisi zaman kolonial alias Polisi jadul tapi kinerjanya modern. Ada piagam yang masih berbahasa Jepang dan ditanda tangani oleh Polisi Nippon (penyebutan Jepang tempoe doeloe).

Memang Polisi jadul, tapi kinerjanya tidak selamban Polisi di zaman milenial yang serba canggih. Dimana peralatan-peralatan pembantu penyelidikan dan penyidikan (lidik/sidik) atau alat deteksi yang dimiliki polisi seperti saat sekarang sangat modern. Tapi kerjanya sangat lamban dan terkadang stag dan mengecewakan.

Apalagi urusan Narkoba koq Polisi bisa kalah dan lemah ? Padahal sangatlah mudah diatasi bila memang Polisi serius dan berniat memberantas. Termasuk masalah Novel Baswedan, sepertinya Polisi memang kurang serius mengungkap fakta.

Dulu Polisi jadul hanya memiliki alat komunikasi semacam walky talky, alat komunikasi seadanya. Tidak ada alat sadap dan cctv dan lainnya yang bisa membantu dalam mengungkap fakta. Sesungguhnya saat sarana dan prasarana sudah canggih, maka tidak ada lagi alasan polisi bila tidak mampu mengungkap kejahatan dengan cepat dan akurat. Termasuk kasus penyiraman Novel Baswedan yang diduga rumit karena melibatkan oknum Polisi berpangkat jenderal.

Tapi kinerja polisi jadul sungguh luar biasa termasuk dalam memanusiakan manusia. Sedikit faham karena dulu biasa diikutkan pada saat lidik dan menyaksikan sidik. Sampai menyaksikan seorang tersangka tidak ditahan dalam sel selama sidik dilakukan Polisi sebelum pelimpahan ke Kejaksaan. Para tersangka hanya tinggal di rumah. Sebuah bukti bahwa Polisi adalah pengayom masyarakat. Tapi sekarang, apa polisi masih tergolong pengayom?

Sungguh memalukan menyaksikan tingkah laku oknum penegak hukum zaman milenial sekarang. Tapi sebenarnya juga tidak heran pula. Pada zaman milenial ini banyak terpengaruh pada materi. Ahirnya sudah terjadi jeruk makan jeruk atau Polisi makan Polisi. Kalau sudah situasi demikian, pada siapa lagi masyarakat bisa bersandar ?

Ayah mengingatkan "kalau mau kaya jangan jadi Polisi", Polisi harus hidup sederhana dan mengabdi pada rakyat. Bahaya mengancam bila hedonisme atau mau hidup berlebihan. Karena efeknya masyarakat akan muak dan tidak percaya atau akan terjadi resistensi dengan suguhan gaya hidup hedon seorang Polisi dan juga keluarganya. Karena gajinya tidak cukup untuk bermewahan. Tapi Polisi sangat mudah dapat uang bila bekerja tidak sesuai aturan.

Polisi Jadul & Kasus Novel
Memang sejak kecil sangat senang ikut menyaksikan ayah bekerja sekaligus banyak belajar dan bertanya hal ihwal kerja Polisi. Sering ikut berburu dan menangkap oknum yang bermasalah. Kadang juga sesekali melihat dan membaca kerja reserse dan intelijen Polisi.

Ayah pernah mengatakan "kalau polisi mau menangkap seseorang itu, pasti bisa dan tidak ada rumus orang bersalah tidak bisa ditangkap dan ilmu itu ada dan dimiliki Polisi" dan memang juga sering ada masalah lain yang menjadikan sebuah kasus terhambat dan terlambat terungkap. Bisa jadi soal politis dan lainnya.

Kembali ke kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, penulis sudah menduga dan menulis dari awal bahwa semua itu ada kaitan dengan kasus korupsi yang ditangani Novel Baswedan di Komisi Pamberantasan Korupsi (KPK). Termasuk sejak awal ada jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini dan sangat jelas karena salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian. 

Alibi lainnya saat Novel Baswedan tidak atau kurang mendapat simpati dari institusinya sendiri di kepolisian. Hanya di KPK tempat Novel Baswedan dalam kesehariannya bekerja sebagai penyidik senior mendapat simpati. Novel Baswedan yang mantan Polisi, jelas sudah bisa prediksi siapa sebenarnya dalang dari penyerangan dirinya. 

Kepolisian dibawah komando Kapolri Jenderal  (Pol) Idham Azis harus segera mengungkap aktor intelektual yang diduga terlibat dalam kasus penyiraman Novel Baswedan dan tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan. 

Kelihatan sangat jelas bahwa oknum Polisi yang tertangkap (27/12) bahwa diduga bukan pelaku utama. Secara subyektif penulis yakin bahwa diduga ada oknum petinggi dibalik kedua Polisi yang tertangkap tersebut.

Hasil Tim Gabungan bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel Baswedan berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. 

KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti pada kedua orang ini. Oleh karena itu perlu lidik/sidik lebih lanjut dan akurat atas hubungan apa dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel Baswedan di KPK.

Setelah 2,5 tahun berlalu, Polisi akhirnya menangkap penyerang penyidik KPK Novel Baswedan. Sebelumnya pada Jumat (27/12) sore, kepolisian mengumumkan telah mengamankan dua orang yang diduga menyerang Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu. Dua orang berinisial RM dan RB tersebut merupakan anggota Polisi aktif.

Polisi perlu waktu lama diluar dari kebiasaan dan telah memeriksa 73 orang saksi sampai akhirnya menemukan titik terang pembuka kasus yang selama ini menjadikan masyarakat bungkam dan sempat ragu akan kinerja Polisi. Pastinya Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan yang berkesesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan.

Harapannya kepada Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, kebetulan Daeng Idham (panggilan kakak di Suku Bugis) kita satu kampung dari Suku Bugis Bone (Sulawesi Selatan). Mohon kembalikan nama baik Polisi kearah jalan yang sebenarnya. Polri yang kuat, handal, dan profesional supaya tugas Polri untuk menjaga stabilitas kamtibmas, menegakkan hukum, serta sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dapat dilaksanakan secara obyektif dan optimal.

Pesan Bugis untuk Kapolri Idham Azis
Dalam menuntaskan kasus penyiraman Novel Baswedan sampai keakarnya, kunci utama tetap ada pada Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis. 

Bila Presiden dan Kapolri lemah dan tidak berkomitmen tinggi kelas dewa, maka penyelesaian kasus penyiraman Novel Baswedan ini pasti akan mengecewakan publik.

Demi menguatkan konsistensi pribadi DaEng Idham sebagai orang berdarah Bugis Bone, kiranya dua pesan bugis berikut ini bisa di hayati agar tetap teguh dan tidak terpengaruh oleh bujuk rayu yang diduga akan menghampiri atau mungkin ingin mempengaruhi kejujuran dan keihlasan DaEng Idham dalam mengomandoi Polri. 

1. TELLU  RIALA  SAPPO: TAUWE RI DEWATAE, SIRI RI WATAKKALETA, NENNIYA SIRI RI PADATTA RUPA TAU
Artinya :
Hanya tiga yang dijadikan pagar : rasa takut kepada Tuhan, rasa malu pada diri sendiri, dan rasa malu kepada sesama manusia.
Penjelasan :
Rasa takut kepada Tuhan membawa ketaqwaan dan memperkuat iman. Rasa malu kepada diri sendiri akan menekan niat buruk dan memperhalus akal budi, dan rasa malu kepada sesama manusia dapat membendung tingkah laku buruk dan meninggikan budi pekerti atau ahlak.

2. PALA  URAGAE, TEBBAKKE TONGENGNGE, TECCAU MAEGAE, TESSIEWA SITULA'E
Artinya :
Tipu daya mungkin berhasil untuk sementara, tetapi kebenaran tak termusnahkan, kebenaran tetap akan hidup dan bersinar terus di dalam kalbu manusia.
Penjelasan :
Karena sumber kebenaran datangnya dari Tuhan.  Yang sedikit  mungkin mengalahkan yang banyak untuk sementara karena kekuatan. Akan tetapi yang banyak tidak dapat diabaikan atau dimusnahkan. Yang banyak saja sudah satu kekuatan apalagi yang banyak membina kekuatan. Adalah tidak mungkin matahari tenggelam di siang hari, seperti tidak mungkinnya memusnahkan kebenaran.

Bone,  28 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun