Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Di Mana Komitmen Presiden Jokowi dalam Menjalankan Regulasi Sampah?

15 Desember 2019   17:00 Diperbarui: 15 Desember 2019   17:02 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis pada salah satu anak sungai di Sulawesi Selatan. Sumber: Dokpri.

Tahun 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia juga mengadakan penelitian tentang indeks kepedulian masyarakat pada sampah dan hasilnya kepedulian masyarakatsangat rendah. Seharusnya BPS juga melakukan riset tentang tingkat kepedulian pemerintah dan pemda. Riset harus proporsional (sebanding) dan jangan sepihak saja.

Karena menurut subyektifitas penulis atas hasil temuan dilapangan. Justru pemerintah dan pemda yang tidak konsisten alias tidak peduli menjalankan regulasi (UUPS). Hanya peduli pada hal kecil alias subyektif pada urusan plastik. Itupun keliru !!! Karena lebih mendorong pada pelarangan atau pembatasan produk. Bukan pada pembatasan atau pengurangan sampah.

Faktanya,  438 TPA yang ada di 514 Kab/Kota 99% masih melakukan pola open dumping dan seharusnya sejak 2013 pola open dumping itu harus stop. Karena Pasal 44 UUPS mengamanatkan untuk melakukan perencanaan penutupan TPA pada tahun 2009, setahun setelah UUPS diundangkan.

Seharusnya pemerintah pusat cq: KLHK dan PUPR mendorong pemda membangun Control Landfill untuk Kota Kecil/Sedang dan Sanitary Landfill untuk Kota Besar atau Metripolitan dan Megapolitan untuk menampung residu sampah yang tidak mampu diselesaikan di tingkat kawasan (Pasal 13 dan 45 UUPS).

Termasuk untuk menampung residu limbah B3 dari Rumah Sakit pada tempat pemusnahan di landfill tersebut. Bukan lagi harus dimonopoli oleh pengusaha besar atas limbah B3 itu untuk dibawa ke Pulau Jawa dimusnahkan. Jadi seharusnya 438 TPA di Indonesia melaksanakan amanat Pasal 44 UUPS.

Ilustrasi: Sampah bertumpuk di pinggir jalan sebelum ke TPA. Sumber: Dokpri.
Ilustrasi: Sampah bertumpuk di pinggir jalan sebelum ke TPA. Sumber: Dokpri.
Keputusan Bersama Menteri Jalankan Pengelolaan Sampah Kawasan.

Kemenkomaritim sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah (Perpres 97/2017) seharusnya mendorong masyarakat, pengusaha dan sekaligus pemda melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) lintas menteri atau sekalian Perpres agar dengan tegas melaksanakan Pasal 13,44 dan 45 UUPS. Hal ini berulang penulis input kepada pemerintah pusat dan daerah (resmi dan tidak resmi) di berbagai pertemuan Nasional dan Regional termasuk pada lokal pemda kabupaten dan kota.

Kalau pasal-pasal itu dijalankan dengan jujur dan berkeadilan (penegakan hukumnya tegas) danjangan setengah hati tapi full dan serius, maka otomatis kemampuan daerah akan meningkat tajam dalam mengelola sampahnya dan termasuk rakyat akan patuh/peduli dan juga diyakini bahwa kreatifitas pemda dan rakyat akan meningkat signifikan.

Termasuk dalam mengantisipasi sampah laut. Bukan persoalan yang susah, asal saja pemerintah dan pemda berkomitmen jalankan regulasi sampah. Cuma kelihatan terjadi kesenjangan dan kesengajaan para elit yang tidak inginkan perubahan mendasar atas pengelolaan sampah yang benar di republik ini. Karena tetap ingin mempertahankan penanganan sampah di TPA yang mis regulasi. Karena dengan methode kompensional ini, diduga banyak dana-dana sampah yang mudah dipermainkan.

Solusi sampah laut itu pula, penulis sudah memberikan dan menyerahkan atau menitip solusi itu pada Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar pada ahir tahun 2018 untuk disampaikan pada pemerintah pusat termasuk untuk diaplikasi pada program KKN Tematik ke semua perguruan tinggi di Indonesis dan awal tahun 2019 Unhas telah melakukan lokakarya tingkat Nasional atas usulan solusi tersebut dan telah menghasilkan Deklarasi Makassar. Namun lagi-lagi Deklarasi Makassar itu belum ada follow up dari pemerintah dan pemda termasuk dari Unhas sendiri sebagai pelaksana lokakarya.

Kesimpulan sementara penulis melalui Green Indonesia Foundation (GiF) yang aktif mengawal regulasi sampah dan penanganan tata kelola sampah atau waste management di Indonesia ini adalah hampir semua stakeholder yang terlibat dalam persampahan ini tidak niat laksanakan regulasi. Baik itu pemerintah pusat, pemda,  perguruan tinggi, asosiasi atau lembaga swadaya lainnya, yang hanya inginkan solusi semu tidak bersistem. Hanya bicara datar dan parsial semata dalam forum-forum tanpa meninggalkan jejak progres positif di lapangan.

Nah itu salah siapa ? Rakyat atau Pemerintah dan Pemda. Sesungguhnya siapa yang tidak peduli Bro/Sis.

Surabaya,  15 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun