Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peringatan Keras kepada Pemerintah atas Terbakarnya TPA Makassar

16 September 2019   12:57 Diperbarui: 16 September 2019   13:08 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kebakaran TPA Sampah Tamangapa Kota Makassar (15/09). Sumber: Rano.GiF Makassar

Para elit negeri yang diberi amanah mengurus sampah, agar tidak hanya berpikir sederhana dalam mengelola sampah. Harus berpikir dan bertindak stratejik terstruktur massif berbasis program, jangan hanya terkesan pencitraan dengan menciptakan gerakan atau aksi spontan tanpa road map tindak lanjut. Semuanya hanya akan menjadi mubadzir dan menghabiskan uang rakyat. 

Menjadi peringatan keras kepada pemangku kepentingan khususnya kementerian leading sector dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Agar bisa sadar dari kekeliruan yang terkesan "disengaja" dalam mengelola sampah di Indonesia, untuk segera bangun dari tidur yang panjang.

Kebakaran sampah yang sangat dahsyat menimpa Tempat Pembuangan sampah Akhir (TPA) Antang yang berada di Jalan Tamangapa Raya, Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (15/09/2019).

Sekitar 438 TPA yang ada di Indonesia, sepertinya TPA Tamangapa Makassar yang paling krodit rawan bencana dan membahayakan posisinya diantara TPA lainnya. Sama seperti TPA Suwung di Denpasar Bali. Seharusnya sudah ditutup sejak lama dengan membangun sanitary landfill.

TPA Tamangapa Makassar hanya berjarak sekitar 6-10 meter dari perumahan. TPA yang dikelilingi perumahan penduduk serta rumah ibadah, pertokoan dan lainnya. Sungguh mengkhawatirkan posisi dan pola penanganannya yang masih open dumping atau sistem pengelolaan terbuka sampai saat ini.

Sejak lama penulis mengkritisi TPA ini. Karena tidak ada perhatian penuh pemerintah dan pemerintah kota Makassar untuk segera membenahi. Justru mendapat ganjaran Adipura tiga kali berturut-turut dari tahun 2016, 2017, 2018.

Mungkin karena tekanan protes, maka tahun 2019 absen dari Adipura. Tapi konon malah mendapat Dana Insentif Daerah (DID) dari pemerintah atas kinerja yang dianggap baik itu. Padahal justru kinerjanya buruk dalam tata kelola sampah. Kenapa bisa ya ?

Paling mengerikan lagi direncanakan pada lokasi TPA Tamangapa itu akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). TPA Tamangapa sudah tidak bisa lagi dibiarkan. Segera stop rencana pembangunan PLTSa tersebut.

Penutupan Open Landfil
Pemerintah cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ataupun Kementerian PUPR harus segera berbenah dan konsisten menjalankan regulasi sampah UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dengan benar dan berkeadilan.

Khususnya Pasal 44 ayat (1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang- Undang ini. Berarti tahun 2009 amanat regulasi harus dijalankan oleh pemerintah.

Sementara pada Pasal 44 ayat (2)
Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah
yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5
(lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Maka tidak ada alasan bagi pemerintah pusat dan daerah tidak melakukan penutupan TPA open landfill atau open dumping yang telah dimandatkan tersebut dengan tenggat waktu sejak 7 Mei 2013 atau 5 (lima) tahun UUPS disahkan. Sungguh sangat terlambat. Maka absolut semua TPA di Indonesia harus ikuti regulasi. Berhentilah bersandiwara dalam mengelola sampah.

Sangat jelas kenapa pemerintah dan pemda seluruh Indonesia mengabaikan pasal 44 tersebut termasuk Pasal 13 dan Pasal 45 UUPS karena ingin melanggengkan "monopoli" pengelolaan sampah khususnya di TPA.

Seharusnya sampah di kelola pada kawasan timbulannya yang menjadi hak dan kewajiban masyarakat atau pemilik atau pengelola kawasan untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah. Pengelola kawasan harus diberi kewenangannya mengelola sampahnya sendiri dengan tetap monitoring dan evaluasi (monev) oleh pemda.

Hak atau eksekusi pengelolaan sampah pada UUPS tersebut menjadi dominan untuk dikelola masing-masing kawasan dengan berbasis komunal, aktifkan bank sampah sebagai fungsi sosialisasi dan edukasi sebagai wakil pemerintah dan pemda. Bukan lagi pengelolaan berbasis TPA. TPA hanya berfungsi mengelola residu dengan pola control landfill dan sanitary landfill.

Bila hak pengelolaan sampah dipresentase, maka sekitar 80% pengelolaan oleh masyarakat atau pengelola kawasan dan 20% pengelolaan oleh pemerintah.

Jadi bukan lagi pemerintah dan pemda menjadi eksekutor utama dalam mengelola sampah. Tapi justru masyarakat kawasanlah yang berhak dan berkewajiban menjadi eksekutor. Pemerintah dan Pemda sebagai regulator dan fasilitator hanya melakukan monev.

Kendala Pengelolaan Sampah Kawasan
Perlu dijelaskan bahwa ada beberapa hal yang selalu menjadi "ketertarikan" oknum dari pemerintah dan pemda untuk tidak melepas hak pengelolaan sampah tersebut kepada kawasan adalah adanya biaya operasional yang berpotensi dimonopolinya atau menjadi bancakan korupsi oleh oknum penguasa dan pengusaha.

Beberapa hal yang sangat menjajikan untuk dipermainkan dalam pengelolaan sampah yang berpusat (sentralisasi) di TPA, mulai dari Tipping Fee, biaya operasional pengumpulan dan angkutan sampah dari sumber timbulan ke TPA. Terkhusus lagi ada dana kompensasi warga terdampak TPA yang menjadi kewajiban pemerintah dan pemda untuk diberikan pada warga terdampak disekitar TPA.

Dana konpensasi warga terdampak TPA ini sering disebut "Dana Bau". Dana ini sangat berpotensi dipermainkan oleh oknum-oknum yang mengelolanya. Dalam pantauan di lapangan dana-dana ini umumnya tidak sampai pada yang berhak menerimanya. Peluang oknum mempermainkan karena dana tersebut umumnya tidak diketahui oleh masyarakat terdampak dan penegak hukum.

Dana Bau ini bisa berupa biaya hidup, asuransi kesehatan atau kematian, perbaikan lingkungan, fasilitas air minum dan penerangan jalan sampai pada biaya perbaikan rumah atau biaya perpindahan penduduk terdampak bila ingin keluar dari kawasan terdampak TPA.

Sangat diharapkan kepada aparat penegak hukum di seluruh Indonesia. Setidaknya pada seluruh kabupaten dan kota yang memiliki TPA agar melakukan penyelidikan sebagaimana info tersebut diatas serta berkaca pada kebakaran sampah di TPA Tamangapa Kota Makassar.

Surabaya, 16 September 2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun