Sementara pada Pasal 44 ayat (2)
Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah
yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5
(lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Maka tidak ada alasan bagi pemerintah pusat dan daerah tidak melakukan penutupan TPA open landfill atau open dumping yang telah dimandatkan tersebut dengan tenggat waktu sejak 7 Mei 2013 atau 5 (lima) tahun UUPS disahkan. Sungguh sangat terlambat. Maka absolut semua TPA di Indonesia harus ikuti regulasi. Berhentilah bersandiwara dalam mengelola sampah.
Sangat jelas kenapa pemerintah dan pemda seluruh Indonesia mengabaikan pasal 44 tersebut termasuk Pasal 13 dan Pasal 45 UUPS karena ingin melanggengkan "monopoli" pengelolaan sampah khususnya di TPA.
Seharusnya sampah di kelola pada kawasan timbulannya yang menjadi hak dan kewajiban masyarakat atau pemilik atau pengelola kawasan untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah. Pengelola kawasan harus diberi kewenangannya mengelola sampahnya sendiri dengan tetap monitoring dan evaluasi (monev) oleh pemda.
Hak atau eksekusi pengelolaan sampah pada UUPS tersebut menjadi dominan untuk dikelola masing-masing kawasan dengan berbasis komunal, aktifkan bank sampah sebagai fungsi sosialisasi dan edukasi sebagai wakil pemerintah dan pemda. Bukan lagi pengelolaan berbasis TPA. TPA hanya berfungsi mengelola residu dengan pola control landfill dan sanitary landfill.
Bila hak pengelolaan sampah dipresentase, maka sekitar 80% pengelolaan oleh masyarakat atau pengelola kawasan dan 20% pengelolaan oleh pemerintah.
Jadi bukan lagi pemerintah dan pemda menjadi eksekutor utama dalam mengelola sampah. Tapi justru masyarakat kawasanlah yang berhak dan berkewajiban menjadi eksekutor. Pemerintah dan Pemda sebagai regulator dan fasilitator hanya melakukan monev.
Kendala Pengelolaan Sampah Kawasan
Perlu dijelaskan bahwa ada beberapa hal yang selalu menjadi "ketertarikan" oknum dari pemerintah dan pemda untuk tidak melepas hak pengelolaan sampah tersebut kepada kawasan adalah adanya biaya operasional yang berpotensi dimonopolinya atau menjadi bancakan korupsi oleh oknum penguasa dan pengusaha.
Beberapa hal yang sangat menjajikan untuk dipermainkan dalam pengelolaan sampah yang berpusat (sentralisasi) di TPA, mulai dari Tipping Fee, biaya operasional pengumpulan dan angkutan sampah dari sumber timbulan ke TPA. Terkhusus lagi ada dana kompensasi warga terdampak TPA yang menjadi kewajiban pemerintah dan pemda untuk diberikan pada warga terdampak disekitar TPA.
Dana konpensasi warga terdampak TPA ini sering disebut "Dana Bau". Dana ini sangat berpotensi dipermainkan oleh oknum-oknum yang mengelolanya. Dalam pantauan di lapangan dana-dana ini umumnya tidak sampai pada yang berhak menerimanya. Peluang oknum mempermainkan karena dana tersebut umumnya tidak diketahui oleh masyarakat terdampak dan penegak hukum.
Dana Bau ini bisa berupa biaya hidup, asuransi kesehatan atau kematian, perbaikan lingkungan, fasilitas air minum dan penerangan jalan sampai pada biaya perbaikan rumah atau biaya perpindahan penduduk terdampak bila ingin keluar dari kawasan terdampak TPA.